Marhaban Ya Ramadan
Oleh Abdul Haris Booegies
Peminat Masalah Keagamaan
“Wahai insan-insan beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu. Mudah-mudahan kalian menjadi manusia yang bertaqwa” (al-Baqarah: 183).
Ramadan merupakan bulan yang paling krusial dalam kalender Islam. Di bulan itu umat Islam menahan lapar serta dahaga sekitar 14 jam sebelum fajar menyingsing sampai senja turun ke peraduannya, selama 29 atau 30 hari.
Secara etimologis, puasa bermakna menghindari makan maupun minum. Sementara dari sudut pandang terminologi, berarti menahan diri dari hal-hal yang membatalkan niat puasa.
Di tiap milenium, Ramadan laksana Liga Mondial. Pengikut Rasulullah yang tergolong Muslim atau yang telah berpredikat Mukmin, berlomba merebut Tropi Ketakwaan. Piala tersebut jelas menjadi milik mutlak pribadi seperti tertera dalam kitab monoteisme terakhir bahwa la ‘allakum tattaqun (semoga kalian menjadi individu yang bertakwa).
Dalam merebut klasemen puncak (capotalista) Liga Global Ramadan, maka, diperlukan kondisi fisik dan rohani yang prima. Karena, tantangan serta godaan yang dihadapi tidak sedikit di tengah penurunan status gizi. Selain tidak makan dan minum, peserta Liga Ramadan pun mesti bertarung melawan diri sendiri. Iblis bersama pasukan setannya memang dibelenggu di neraka selama syahr ash-shabr (bulan kesabaran), namun, nafsu manusia tetap menyala-nyala berkobar menggelegak dalam aliran darah.
Manusia yang sukses melakukan perlawanan terhadap hawa nafsu langsung mendapat pahala dari Allah. Berkah itu tidak diperoleh lewat prosedur langit, tetapi, dari Arasy yang Agung. Di Singgasana Mulia tersebut, Allah mempersembahkan pahala khusus kepada hamba-hamba yang bertakwa.
Tetesan rahmat Allah yang digapai acapkali terlihat pasca-Ramadan. Sebab, manusia sebagai maha karya monumental Tuhan, tiba-tiba memperagakan kasih sayang terhadap sesama maupun kepada lingkungan. Pemenang Tropi Ramadan kontan bertambah energi keimanannya. Perilakunya sontak bergerak ke arah marhamah (kelemahlembutan).
Memperpanjang Umur
Transformasi sikap pemenang Piala Liga Universal Ramadan, diikuti pula perubahan kesehatan. Kendati jadwal makan berubah serta terjadi pengurangan frekuensi makan, namun, puasa ditilik dari segi kesehatan sangat cocok bagi jasmani.
Zat gizi yang mutlak dibutuhkan tubuh mencapai 45 macam seperti mineral, asam amino esensial, asam lemak esensial, karbohidrat dan vitamin. Pria lazimnya memerlukan sebesar 2.100 kalori. Sedangkan wanita berkisar 1.900. Kalori sebanyak itu membuat aktivitas mampu berjalan lancar.
Puasa sesungguhnya mengistirahatkan organ-organ badan sesudah sebelas bulan bekerja tanpa henti. Di bulan Ramadan, raga berkesempatan membersihkan zat-zat beracun. Puasa juga memperlancar proses metabolisme tubuh.
Puasa menggiring jasmani ke tingkat kebugaran optimal. Karena, tercapai adaptasi terhadap efisiensi penggunaan energi. Survei membuktikan kalau pengurangan makanan pada dasarnya memompa daya tahan jasmani.
Puasa bagi manusia berfaedah guna meningkatkan kesegaran. Bahkan, menghalangi pelbagai penyakit degeneratif.
Pada 1982, Reihm S dalam penelitiannya menggarisbawahi bahwa puasa mempegaruhi penurunan insiden tumor semacam paru-paru, limpa serta payudara. Dengan puasa, niscaya konsumsi lemak tinggi yang menjadi sebuah faktor tumbuhnya tumor dapat ditekan. Puasa malahan memotivasi tercapainya usia yang lebih panjang.
Fenomena positif pengurangan konsumsi energi alias puasa tersebut, membuktikan bila ajaran Islam tidak bertentangan dengan kesehatan. Apalagi, struktur raga manusia dirancang untuk bertahan selama dua pekan, dengan catatan tetap minum. Sementara jika tidak makan dan minum, tubuh sanggup bertahan sekitar tujuh hari.
Pola hidup sehat dengan berpuasa makin indah kalau menaati perintah-perintah yang menyelubungi Ramadan. Umpamanya, dalam sebuah hadis, Nabi Muhammad menyuruh supaya melambatkan sahur sembari menyegerakan berbuka (ifthar). Hikmah dibalik sabda Rasulullah itu yakni agar masa defisit kalori tidak berlarut-larut.
Nabi Muhamad buka puasa dengan tiga butir kurma. Rahasia perilaku berbuka Rasulullah ialah dengan mempercepat makan serta minum yang manis-manis semisal kurma, berarti memberi jasmani energi instan. Sebab, hidangan yang terasa manis (glukosa dan fruktosa), cepat disintesa oleh badan menjadi daya motorik.
Laba-laba pun Puasa
Puasa pada hakikatnya telah dikenal dalam agama Yahudi serta Nasrani. Bahkan, puasa ditemukan pula jejak historisnya pada bangsa kuno semacam Persia, Mesir, Cina dan India. Sedangkan di Negeri Hollywood yang liberal, hedonis serta nudis, artis kaliber Oscar mengenal istilah diet.
Di samping dijumpai dalam kebudayaan manusia, juga puasa terlihat secara jelas dipraktekkan oleh hewan atau serangga. Ayam, contohnya, ketika mengerami telurnya tetap bergeming. Lehernya terpaku terus walau disodorkan makanan berupa kacang-kacangan. Ayam tak punya selera makan kendati berhari-hari duduk tepekur di atas telurnya.
Ihwal serupa terlihat pada laba-laba. Dengan kepompong yang lebih besar dibandingkan perutnya, laba-laba setia melekat di dinding yang jauh dari keramaian dalam rumah. Serangga tersebut tak bernafsu makan sekalipun sudah beberapa hari bergelantungan.
Orang berpuasa supaya bisa bermetamorfosis menjadi insan takwa. Dengan Piala Keimanan dari Liga Ramadan, manusia hidup dalam nilai-nilai Ilahiah dan kesehatan sempurna. Sementara ayam bersama laba-laba tidak makan serta minum selama mengerami telur, demi memperoleh hidup baru berupa kelahiran anak yang banyak.
Pasca-puasa, tiap individu dengan Tropi Ketakwaannya dituntut kian bertanggung-jawab sebagai khalifatun fil ardhy (pemimpin di atas dunia). Para pemenang liga ritualisme ubudiyah wajib memperlihatkan dawai nurani yang menyejukkan ruang lingkup hidupnya.
Umat Islam yang telah memboyong Piala Ramadan mutlak berperilaku Qur’anik yang finalitas paripurna. Karena, mereka sudah lolos seleksi iman. Mereka telah bergulat dan bergelut dalam proses introspeksi serta pengendalian diri. Mereka sudah berikhtiar mengasah kepekaan sosial, bersyukur dengan memperbanyak sujud, berempati dengan nilai insaniah secara tulus sekaligus menghargai waktu lewat totalitas akhlak.
Aneka keunggulan Ramadan itu yang membuat umat Islam selalu merindukan datangnya bulan suci. Selain sebagai hari-hari penuh rezeki berkat makanan dan minuman melimpah melebihi takaran, juga Ramadan dirindukan berkat gemuruh tarawih.
Kini, Ramadan akhirnya tiba. Hati bergetar khidmat serta wajah berbinar ceria menyambut bulan kemuliaan tersebut. Selamat datang wahai bulan bertabur maghfirah (ampunan). Marhaban ya Ramadhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar