Maulid di Tengah Musibah
Oleh Abdul Haris Booegies
Indonesia tiba-tiba menjadi bulan-bulanan tragedi maut. Deru gelombang tsunami memorak-porandakan Aceh pada 26 Desember 2004. Kemudian ratusan warga Cimahi tertimpa longsoran sampah dengan volume satu juta meter kubik pada 21 Februari 2005. Gempa berkekuatan 8,7 skala Richter kemudian menimpa Nias sampai bangunan kota centang-perenang pada 28 Maret 2005.
Selama empat hari sejak 4 April 2005, Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan, Jambi dan Lampung, dilanda hujan deras tiada henti. Akibatnya, ribuan hektar sawah dan perkebunan kakau terendam air. Bahkan, penduduk di kawasan rawan itu terpaksa mengungsi.
Petaka yang susul-menyusul itu menohok sanubari. Rasa kemanusiaan teriris dan tersayat. Nilai kesabaran diuji. Ada apa dengan semua bencana itu? Rahasia apa yang hendak diperlihatkan Sang Khalik kepada makhluk penghuni planet bumi? Hikmah apa yang hendak dikumandangkan Allah kepada hamba-hamba-Nya?
Bencana selalu melahirkan renungan. Umat Nabi Nuh, misalnya, tenggelam akibat durhaka terhadap seruan Allah. Bahkan, anak dan istri Nabi Nuh mati ditelan ombak tsunami pertama di muka bumi pada tahun 3393 sebelum Masehi. Kemudian umat Nabi Luth binasa akibat terlena dengan gaya hidup homoseks (gay dan lesbian). Istri Nabi Luth sendiri ikut tewas ketika gempa bumi dahsyat pertama melumat Kota Sodom dan Gomorah pada tahun 1898 sebelum Masehi.
Pelajaran yang bisa diambil dari umat Nabi Nuh dan Nabi Luth ialah munculnya arogansi anak-cucu Nabi Adam. Manusia menganggap diri hebat. Mereka menciptakan teori-teori berlabel adikarya. Kapitalisme disembah melebihi Hubal (berhala terbesar dalam Kabah). Globalisasi dicuarkan sebagai puncak pencapaian daya nalar di akhir abad ke-20. Dengan globalisasi, apa saja terlihat secara real-time. Pencuri yang dipotong tangannya di Arab Saudi, bisa dilihat langsung di kawasan-kawasan terpencil kutub utara lewat tayangan televisi atau internet.
Dengan sistem kehidupan yang serba mutakhir itu, manusia akhirnya meremehkan tantangan alam di sekitar kehidupan. Bahkan, mereka lancang menganggap enteng ayat-ayat Allah sebagai wejangan kedaluarsa. Al-Quran dianggap ketinggalan zaman lantaran tak mampu mendayagunakan wanita . Hingga, lahir feminisme dan woman liberation. Hukum Islam dianggap kejam. Sebab, membiarkan wanita dirajam setelah berbuat maksiat.
Islam dianggap tidak toleran terhadap agama lain. Hingga, menggelegak gerakan liberal yang menghendaki lahirnya Islam akomodatif. Padahal, Francois Voltaire menuturkan kalau Nabi Muhammad merupakan pencetus agama rasional. Bahkan, pemerintahan kaum Muslim terkesan selalu toleran dibandingkan agama lain. Pembelaan Voltaire termaktub dalam Les Moeurs et l’esprit de Nations yang terbit pada 1751.
Di Paris pada 1730, Henri Comte de Boulainvilliers menerbitkan Vie de Mahomed. Kitab itu bertutur kalau Nabi Muhammad adalah pelopor Abad Akal Sehat. Sementara George Bernard Shaw menggambarkan kalau Nabi Muhammad merupakan sosok yang mengagumkan sekalipun tak banyak dikenal di luar Islam.
Sedangkan Edward Gibbon dalam The Decline and Fall of the Roman Empire memuji monoteisme Islam. Hingga, kaum Muslim layak ditempatkan dalam panggung peradaban dunia. Apalagi, menjelang abad ke-12, orang-orang Eropa justru mengadopsi doktrin-doktrin al-Quran.
Di Maulid Nabi Muhammad yang ke-1434 ini, terpampang kesempatan merenungkan perjalanan hidup Rasulullah. Kemudian meneladani sifat-sifat Rasulullah agar hidup di abad ke-21 ini mendapat an-nur an-nabawiyah (cahaya kenabian). Sebab, banyak hasil karya manusia telah berubah menjadi berhala mutakhir. Pada 1978, Erich Fromm berseru dalam You Shall Be As God, kalau manusia modern cenderung menjadi tuhan-tuhan baru.
Cucu Miskin
Muhammad lahir pada Senin, 9 Rabiul Awal di permulaan tahun Fil (Peristiwa Gajah) di Mekah, pusat penyembahan tertua dan terbesar di dunia. Muhammad Sulaiman al-Manshurfuri dan astronom Mahmud Basya menegaskan kalau masa itu bertetapan dengan 20 April 571 Masehi.
Muhammad lahir dari rahim Penghulu Kaum Ibu yang bernama Sayyidah Aminah. “Bunga semerbak kaum Quraisy” itu, adalah putri Wahb dengan Barrah binti Abdul Uzza bin Usman bin Abdul Dar bin Qushai. Nabi Muhammad bersabda: “Saya adalah putra beberapa atikah (wanita suci lagi mulia) dari bani Sulaim”.
Muhammad tak sempat melihat Abdullah, ayahnya. Sebab, dua bulan sebelum kelahirannya, sang bapak wafat di kota Yatsrib. Ia menemui ajal saat ikut rombongan unta kaum Quraisy yang melakukan perjalanan bisnis ke Gazza dan Syam. Abdullah wafat dalam usia 25 tahun.
Abdullah cuma meninggalkan kepada anaknya seorang budak negro bernama Barakah Ummu Aiman, lima ekor unta dan beberapa kambing. Pusaka Abdullah tergolong minim. Dan Muhammad sebagai cucu Walikota Mekkah Antik termasuk dalam golongan “rakyat miskin”.
Di tahun 2005 ini, warisan Abdullah tidak ada apa-apanya dibandingkan uang makan Gubernur Jawa Barat yang mencapai Rp 700 ribu per hari. Dan Muhammad menghibur diri bahwa: “Sesungguhnya, saya hanya putra dari seorang wanita Quraisy yang biasa makan daging kering”.
Ketika janda miskin Aminah binti Wahb melahirkan anaknya, ia melihat cahaya keluar dari kemaluannya. Cahaya itu kemudian menyinari istana-istana di Syam. Bayi yang dilahirkan Aminah berhias bercak coklat kehitaman di punggungnya. Tanda di antara dua bahunya itu berbentuk bulat sebesar uang logam. Benda itu merupakan tanda kenabian.
Bidan yang membantu Aminah melahirkan yakni Syifa, ibu Abdur Rahman bin Auf. Sementara yang menyusukan bayinya ialah Suwaibah, hamba sahaya milik Abdul Uzza alias Abu Lahab. Kelak, putra Abdullah itu disusukan oleh Halimah bin Abu Zuaib, istri al-Haris bin Abdul Uzza yang berjuluk Abu Kabsyah dari Bani Sa’d. Klan itu merupakan sisa Badui purba Arabia yang hidup di lembah pegunungan yang memanjang dari Tha’if ke selatan.
Aminah kemudian mengutus pelayan untuk mengabarkan kepada Abdul Muthalib kalau cucunya telah lahir di pagi yang cerah. Kakek yang sudah uzur itu kemudian lari tergopoh-gopoh menemui cucunya.
Dengan bangga ia menimang sang cucu. Rasa gembira dan haru menyelimuti kakek tua itu. Walikota Mekkah Kuno itu kemudian membawa masuk cucunya ke dalam Kabah. Di sana, ia berdoa dan bersyukur atas kelahiran keturunannya. Sesepuh Mekah itu kemudian menamakannya, Muhammad.
Nama Muhammad di masa itu, tidak populer. Pemberian nama itu dianggap oleh sebagian kaum Quraisy menyimpang dari tradisi nenek moyang bangsa Arab. Ketika Muhammad bin Abdullah lahir, di dunia hanya ada tiga orang bernama Muhammad. Mereka adalah Muhammad bin Sofyan bin Mujasyi, Muhammad bin Uhaihah bin Jallah al-Ausi dan Muhammad bin Hassan al-Ja’fi.
Pada Senin, 27 April 571, Muhammad dikhitan sebagaimana kelaziman orang-orang Arab. Abdul Muthalib merayakannya dengan mengundang keluarganya. Ia menyembelih unta. Di malam hari itu mereka membaca doa selamat.
Virus Pikiran
Nabi Muhammad telah mangkat selama 1371 tahun. Pusaka abadi Nabi Muhammad kepada umatnya pun bukan berlian atau emas. Ia hanya mewariskan lembaran-lembaran ayat dari Lauhul Mahfuz yang dinamakan al-Quran.
Ketika mangkat pada 12 Rabiul Awal tahun kesebelas Hijriah (Senin, 8 Juni 632 Masehi), ia hanya menitahkan kepada kaum Muslim satu kata: “shalat”. Ia tak memberi tahu di mana kunci istana-istana peninggalan Nabi Sulaiman. Ia tak menerangkan letak harta superkonglomerat Qarun yang hidup di zaman Nabi Musa. Ketika menghembuskan nafas terakhir, Nabi Muhammad ternyata mengenakan pakaian yang banyak tambalannya.
Saat ini, umat Nabi Muhamamad di Nusantara dicabik-cabik bencana. Ujian dan cobaan silih berganti mementung kehidupan. Selain bencana, timbul pula racun akal budi berupa isu gender dan Islam liberal.
Kekuatan wanita meruyak dan menggeliat. Mereka ingin sejajar dengan pria. Islam dianggap melanggar hak asasi manusia lantaran mengurung wanita hanya sebatas “tiga waktu”. Pagi di dapur, siang di sumur dan malam di kasur.
Pada esensinya, Islam tidak pernah mengekang wanita! Sebab, pria dan wanita berbeda secara fisik. Hingga, terjadi pembatasan sesuai kemampuan. Penelitian, misalnya, membuktikan bahwa wanita sulit memarkir mobil. Selain itu, wanita berbeda dengan pria dalam menyikapi perilaku anak-anak. Hingga, sulit ditemukan di dunia ada guru taman kanak-kanak berjenis kelamin pria.
Kaum feminis hanya melihat sisi persamaan hak. Mereka lupa bahwa sejak awal ada perbedaan fisik. Hal itu yang membuat Islam melindungi wanita dari aneka pekerjaan. Tuduhan bahwa Islam menerapkan diskriminasi berdasar jenis kelamin, jelas tidak rasional. Sebab, belum pernah ada ayat al-Quran yang memperdayai wanita!
Selain feminisme, juga bergemuruh Islam liberal. Aliran itu menginginkan adanya penerimaan terhadap ajaran lain. Aktivis Islam liberal berniat menciptakan Islam yang toleran terhadap agama lain. Mereka juga cenderung antijilbab dan antinegara Islam. Kemudian jemaah Islam liberal menyenandungkan fiqh lintas agama. Padahal, tidak semua persoalan harus diselesaikan bersama agama lain. Dalam masalah sosial, Islam menganjurkan adanya jalinan komunikasi. Sementara dalam hal keyakinan, terdapat rambu-rambu ketat. Sebab, hubungan itu akan menodai aqidah.
Virus pikiran seperti feminisme dan Islam liberal itu merupakan bentuk pelanggaran serius. Sebab, menggerogoti sendi aqidah Islam. Akibatnya, harmoni kehidupan tersentak. Secara bertubi-tubi republik ini akhirnya dilanda bencana alam. Lewis Munford dalam buku Technics and Civilization layak direnungkan. Ia mengulas bahwa peristiwa-peristiwa yang menimpa manusia modern tidak lepas dari kelakuan-kelakuan yang diperbuatnya.
Di Maulid ini, siapa pun layak merenungkan perjalanan Nabi Muhammad yang penuh onak dan duri. Sirah (riwayat) Nabi Muhammad penuh caci-maki nista. Dante Aligieri, misalnya, dalam The Divine Comedy, menghina Nabi Muhammad sebagai penghuni neraka tingkat kedelapan.
Walau cercaan keji terus mengelilingi Nabi Muhammad, tetapi, perjuangannya tak pernah redup. Ia terus menuntun cahaya Islam agar tiada henti bersinar. Dan kala hati condong ke kegelapan akal budi, maka, murka Allah akan menerjang umat manusia.
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut akibat perbuatan tangan manusia. Allah merasakan kepada mereka sebagian dari ulah perbuatannya agar mereka kembali ke jalan yang benar” (ar-Ruum: 41).
(Fajar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar