(Piala Dunia 2010)
Oleh Abdul Haris Booegies
Oleh Abdul Haris Booegies
Peminat Masalah Olahraga
Mendengar nama Afrika, maka, imajinasi terpatri pada sosok Nelson Rolihlahla Mandela. Inilah tokoh terbesar Afrika selama 100 tahun. Mandela merupakan figur sederhana. Hidupnya teramat bersahaja. Sekali peristiwa, ia mendapat kehormatan sebagai penendang pertama pertandingan sepak bola. Ketika bola ditendang, mendadak sepatunya copot. Tak ada yang aneh, sebenarnya. Kecuali kaos kaki Mandela yang bolong-bolong. Tidak terbayang bahwa Presiden Afrika Selatan itu rupanya mengenakan kaos kaki yang tak layak.
Hidup Mandela yang ala kadarnya bisa ditilik dari antusiasme pahlawan nasional tersebut terhadap para penyambutnya. Ia bertutur bahwa jangan menunggu orang menjulurkan tangan untuk berjabat tangan. Sodorkan langsung tanganmu. Sebab, mereka pasti ingin menjabatmu.
Selama pergelaran Piala Dunia kali ini, nama Mandela ramai dikumandangkan. Apalagi, ia arsitek “South Africa 2010”. Sorak-sorai membahana. Berjuta pasang mata menatap ke Afsel.
Piala Dunia ibarat etalase. Penonton bebas menilai para pemain yang bertarung. Mana yang hendak dipuja, diagungkan dan dimuliakan. Mana yang mau diabaikan atau disingkirkan dari memori. Mana yang pantas ke tangga menuju singgasana kampiun.
Pemain bintang senantiasa abadi. Contohnya tiada lain Eusebio da Silva Ferreira. Ia pemain pertama Afrika yang berlaga di Eropa. Badannya gempal dengan kecepatan lari yang bak puting-beliung. Julukannya Black Panther.
Eusebio yang asal Mozambik (Afrika Timur Portugis), termasuk beruntung. Ia berkulit gelap, namun, disanjung di Portugal. Padahal, penduduk Benua Biru menganggap masyarakat Afrika berlabel kasta rendah. Sebelum Mandela dibebaskan pada 11 Februari 1990, Afsel misalnya, mengaplikasikan sistem apartheid (politik diskriminasi warna kulit). Bule tidak sepadan dengan negro. Kulit hitam hanya budak. Mereka cuma penggembala sapi.
Okot p'Bitek, penyair Uganda bersabda: “Apakah makna Afrika bagiku? Kegelapan. Gulita nan dalam, tiada terkira. Afrika, raksasa malas. Berjemur diri di terik sang surya. Tidur. Mendengkur. Berkedut di alam mimpi” (Senandung Ocol).
Amandla Ngawethu
Diskriminasi ras membelah persatuan sesama manusia. Selama berabad-abad, posisi ras serta etnis menistakan norma kemanusiaan. Semua seolah tak paham bahwa asal-muasal manusia dari satu bibit. Mereka berkembang-biak sekaligus berpencar. Sebagian mengembara ke Afrika. Benua ekstrem dengan dua panorama antik. Sehamparan wilayah Afrika adalah gurun Sahara dan Kalahari. Lainnya rimba-rimbun nan eksotik.
Iklim mengubah raga para pengembara awal. Cuaca menciptakan pola-pola baru bagi pendatang. Ihwal itu yang akhirnya membuat perawakan mereka bermetamorfosis. Kulitnya tidak lagi cerah, tetapi, temaram.
Iklim serta waktu membentuk ciri baru penghuni Afrika. Jejak historis yang panjang tersebut lalu berujung nestapa. Orang Afrika dilecehkan karena kulitnya kelam. Budaya mereka juga disepelekan. Publik Afrika merasa terkutuk. Rasa pilu menyayat hati. Tiap waktu mereka ditimpa cemoohan. Selesai satu babak, segera muncul episode perih lain. Afrika babak-belur diterjang kesialan. Negro dipandang norak sembari tak tahu adat-istiadat.
Apartheid lantas lahir sebagai simbol kebencian terhadap kulit hitam. Konsep itu mencabik-cabik performa kehidupan secara makro. Mandela meradang. Ia kemudian berjuang untuk kesetaraan. Mandela melangkah menuju kebebasan dan keadilan. Slogan perjuangannya yakni “Amandla Ngawethu!” (kekuasaan berada di tangan rakyat).
Mandela akhirnya ditangkap. Ia dibui selama 27 tahun sejak 25 Oktober 1962. Mandela nyaris tersekap di ambang pupus harapan. Dunia sibuk, sementara ia terkucil, pedih serta merana. Optimisme mendadak muncul. Mandela bebas! Tatkala keluar penjara, ia bertitah: “Mari bersama membangun negeri ini”.
Pada 1993, ia memperoleh Nobel Perdamaian. Pada Mei 1994-Juni 1999, ia memangku Presiden Afsel. Mandela dilantik sebagai Presiden Afsel pertama dari kalangan kulit hitam. Tokoh publik mondial tersebut sukses mempersatukan negaranya yang terpecah tanpa pertumpahan darah.
Okot p'Bitek berpuisi: “Siapa menebar sedikit benih. Memetik hasil minim. Siapa menabur banyak bibit. Menuai berlimpah hasil. Tidak dengan kekerasan” (Senandung Lawino).
Simbol Global
Tubuh Mandela yang pernah dibelenggu di balik terali besi tak menyurutkan hasratnya membangun demokrasi. Mandela tetap patuh pada sihir sakti “Amandla Ngawethu” (power to the people).
“Ia sangat sederhana. Pidatonya memberikan inspirasi. Ia memiliki selera humor tinggi”, kata Linda Buthelezi, gelandang Bafana Bafana era 90-an. “Ia sosok tangguh terakhir dalam sejarah”, ungkap Juan Sebastian Veron, mantan gladiator Serie A asal Argentina.
Piala Dunia 2010, merupakan momentum bagi Afsel menebus apartheid. Kalau kompetisi sepak bola terbesar sejagat itu sukses, berarti bayangan politik rasialis makin sirna. Kulit putih, hitam, kuning maupun merah harus berdiri sama tinggi, duduk sama rendah. Segenap insan mutlak menyatu dalam kasih seraya menjunjung hak asasi manusia berikut hukum internasional.
Seluruh individu mesti bahu-membahu membangun sifat pengendalian diri, sikap kebersamaan dan saling pengertian. Siapa saja harus saling melengkapi demi kebaikan bersama. Nilai-nilai positif bagi kelangsungan hidup wajib ditata sebagai romansa yang bersemi. Tidak elok menyingkirkan segala yang luhur. Tak boleh ada ancaman kepada pihak lain dalam spektrum rumpun bangsa. Maklum, persamaan hak antar-manusia merupakan konstruksi superior dalam kehidupan.
Trofi World Cup tertoreh sebagai lambang supremasi mondial. Sedangkan Mandela yang low profile high profit merupakan simbol kemanusiaan global. Keduanya bersinergi menjadi tugu di Afsel bagi kemaslahatan umat manusia. Duet tersebut menjadi ramuan kegembiraan serta fantasi. Hingga, drum djembe bergambar bendera tiap bangsa ditabuh sebagai penghormatan terhadap benua bola Afrika.
Okot p'Bitek berpantun: “Kala gendang perayaan berdentam. Pria dan wanita terharu bahagia. Saat mereka menari. Tangan-tangan melampirkan hormat. Kepada bendera kebangsaan” (Senandung Ocol).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar