Kamis, 30 Juni 2011

Tuntutlah Ilmu Ekonomi Sampai ke China

Tuntutlah Ilmu Ekonomi Sampai ke China

Oleh Abdul Haris Booegies

     China? There lies a sleeping giant.  Let him sleep, for when he wakes he will move the world.
         Napoleon Bonaparte

     China adalah fenomena keajaiban.  Saat ini, tiada hari tanpa menyebut nama China.  Bahasa Mandarin, malahan telah  menjadi alat komunikasi baru yang menarik minat banyak orang.  China sungguh ibarat raksasa yang menyimpan ragam kehebatan.                                     
     Tembok China yang memanjang angkuh ratusan tahun, merupakan bukti konkret kesaktian negeri Tiongkok.  China bukan sekedar pengekspor kungfu dari biara shaolin.  Sebab, sejak 5000 tahun, kawasan luas itu sudah menjadi pusat inovasi teknologi.  China memperkenalkan kertas, kompas serta serbuk mesiu yang sekarang akrab dalam kehidupan.  Andai Ts’ai Lun yang hidup pada tarikh 105 Masehi tak menemukan kertas, niscaya orang sulit membaca koran.  Karena, boleh jadi surat kabar terbuat dari kulit lembu yang tebal dan kasar.  China termaktub pula sebagai pengguna pertama uang kertas.
     Inovasi agresif China yang positif, layak menjadi basis bagi siapa saja.  Apalagi, China berupaya sekuat tenaga guna memanifestasikan diri sebagai pemain internasional yang tangkas serta tangguh.
     Selama empat hari (27-30 Juli 2005), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun merasa perlu melawat ke Tiongkok.  Muhibah tersebut dipandang sebagai kunjungan menimba ilmu sekaligus menambah sahabat.
     Pada kurun ini, China merupakan negara paling spektakuler dalam soal ekonomi.  Kekompakan dan kestabilan rakyat China membuat negara lain merasa segan.  Apalagi, pemerintah sanggup mengendalikan perputaran gesit ekonomi sesuai skenario.  Sejak 1978, ekonomi China berkembang empat kali lipat.  Volume ekonomi China terus terjaga dalam kisaran di atas sembilan persen per tahun. Hingga, ekonomi China melewati batas satu triliun dolar AS.
     Pada 2004, pertumbuhan ekonomi China mencapai 9,5 persen.  Sedangkan surplus perdangangan China dengan AS serta Uni Eropa mencapai 100 miliar dollar AS.  Alhasil, China kelabakan menyalurkan surplus (glut of capital) itu dalam bentuk investasi ke luar negeri.  Sementara investasi  langsung asing (foreign direct investment) di China selama sembilan bulan pertama 2005, mencapai 43,25 miliar dollar AS. 
     Kesaktian ekonomi China tercermin dari tingkat kebutuhannya terhadap minyak.  China membutuhkan bahan bakar minyak sebanyak tujuh juta sampai delapan juta barel per hari.
     Pertumbuhan ekonomi China akhirnya menpengaruhi harga minyak dunia.  Negeri tersebut lewat perusahaan migas PetroChina Co Ltd dan CNOOC (China National Offshore Oil Corporation), lantas berekspansi mencari sumber minyak di berbagai negara, termasuk di Indonesia.

Sendi Kemandirian Bangsa

     Ekonomi China menggeliat bagai naga mabuk pada awal 90-an.  Kala itu, Beijing mereformasi pola pengelolaan ekonomi dari sistem komunis ke struktur pasar sosial.
     Kemajauan ekonomi China bermula setelah peristiwa berdarah Tiananmen pada 3-4 Juni 1989.  Andai gerakan mahasiswa yang dipimpin Wuer Kaixi, Shen Tong serta Fang Lizhi berhasil menyingkirkan pemerintahan komunis, niscaya ekonomi China tidak sepesat seperti saat ini.  Sebab, tumbangnya rezim komunis oleh para “pembangkang kontra revolusi”, bakal melemahkan sendi kemandirian bangsa.  Bahkan, melenyapkan Empat Prinsip Utama (sizhi jiben yuance) yang meliputi jalan sosialis, kepemimpinan demokratik rakyat, kepemimpinan Partai Komunis China (PKC) maupun Marxisme-Leninisme-Mao Zedong.  Negara yang bersangkutan pun akan terpecah-belah.  Hingga, AS pasti datang dengan tangan terbuka lebar sekali guna membantu negara pecahan tersebut.
     Pada 11-19 Oktober 1992, berlangsung Kongres ke-14 PKC di Beijing yang dihadiri 1989 orang delegasi.  Saat itu, Sekjen PKC Jiang Zemin menekankan pembangunan ekonomi.  Ia memaparkan bahwa untuk mencapai superioritas atas negara kapitalis, maka, negara sosialis semacam China tak boleh ragu mengadopsi sistem dari luar.  Apalagi, perkembangan ekonomi China dalam program reformasi (gaige) dan keterbukaan (kaifang) yang dirumuskan Deng Xiaoping pada 13 Desember 1978, kian bergelora.
     Selama 20 tahun terakhir, nilai perdagangan China akhirnya meningkat dari 38 miliar dollar AS pada 1980 menjadi 850 miliar dollar AS pada 2003.
     Pada hakikatnya, penduduk China yang mencapai 1,3 miliar jiwa merupakan modal besar.  Karena, menjadi tenaga kerja murah bagi investor.  Selain itu, China memberi para investor beberapa insentif.  Contohnya, preferensi dalam penggunaan listrik, air, transportasi serta komunikasi.  Bahkan, penggunaan tanah selama 90 tahun.
     Pesatnya pertumbuhan ekonomi China, menghadirkan banyak peluang bisnis bagi Indonesia.  Pada 2004, nilai perdagangan Indonesia dengan China mencapai 13,5 miliar dollar AS.  Selama lima tahun ke depan, nilai tersebut diprediksi menjadi 37,8 miliar dollar AS.
    

Pusat Baru Ekonomi

    Muhibah Presiden SBY ke Tiongkok beberapa bulan silam, punya arti penting dan dampak besar.  Apalagi, kedua pemerintahan sepakat mendorong perdagangan, investasi serta turisme.
     Kini China mengucurkan pinjaman kepada Indonesia sebesar 100 juta dolar AS sekaligus hibah 30 juta renminbi.
     Napoleon Bonaparte benar bahwa China merupakan raksasa yang terlelap.  “Biarkan ia tidur.  Sebab, jika terbangun, ia bakal mengubah dunia”.
     Sekarang, China sudah bangun dengan memberi warna pada perekonomian dunia.  Akibatnya, AS bersama sekutunya ketar-ketir.  Karena, ekonomi China menggurita ke mana-mana. 
     Pergerakan ekonomi China yang terus menggeliat itu, memaksa AS dan Uni Eropa memutar otak mencari jurus jitu.  Apalagi, mereka kewalahan menghadapi masalah tekstil serta produk tekstil (TPT) China.
     Di masa yang bersamaan, AS justru mengalami defisit perdagangan dengan China yang mencapai 162 miliar dollar AS pada 2004.  Defisit itu terjadi gara-gara masuknya pengiriman produk Hongkong lewat China. 
     Kongres AS akhirnya menekan Beijing sepanjang tahun ini.  Sebab, kebijakan mata uang China mengakibatkan defisit dagang AS membumbung tinggi.  Bahkan, memaksa hilangnya lapangan kerja manufaktur di negeri Paman Sam.
     AS kemudian memaksa China mengambangkan yuan.  Pada 21 Juli 2005, Peoples Bank of  China (Bank Sentral China) akhirnya mengoreksi renminbi menjadi 8,11 yuan per dollar AS.  Sebelumnya, mata uang China mencapai 8,2765 per dollar AS.  Revaluasi yuan, juga berarti adanya hasrat China meliberalisasi nilai mata uangnya.                                                                                               
     Kini, China tinggal menunggu hitungan waktu buat menjadi pusat baru ekonomi dunia.  Apalagi, naluri dagang serta semangat (gung ho) rakyat China yang selalu get things done. 
     Lawatan ke China dijuluki Presiden SBY sebagai kunjungan belajar sekaligus menambah teman.  Ihwal tersebut senada dengan petuah: “Tuntutlah pengetahuan sampai ke negeri Tiongkok”.


(Pedoman Rakyat, Rabu, 21 Desember 2005)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Amazing People