Humanisme Imlek
(Menyambut Tahun Baru Imlek 2559 7 Februari 2008)
Oleh Abdul Haris Booegies
Peminat Masalah Sosial
Pada 9 Mei 2006, meruyak peristiwa Latimojong di Makassar. Kerusuhan tersebut bermula ketika WT menyiksa Hasniati. WT yang beretnis Tionghoa akhirnya memicu kemarahan pribumi. Akibatnya, warga China hidup dalam ketakutan.
Kasus Latimojong mempertontonkan suasana keruh dalam berbangsa. Makna Pancasila masih sebatas wacana indah di ruang-ruang seminar. Sebab, persatuan Indonesia belum meresap di tengah pluralistik umat manusia yang diciptakan Tuhan secara berbeda-beda.
Negara ini belum sanggup menempatkan segenap khalayak berkedudukan dan setara di hadapan hukum (equality before the law) yang dijamin UUD 1945. Apalagi, semua suku di muka buni ini mutlak menjaga ciri pokok serta karakter khasnya supaya tidak melepuh tergerus dinamika zaman.
Tragedi Latimojong sesungguhnya memperlihatkan hubungan benci sekaligus rindu (hate-love relationship). Tionghoa dibenci lantaran mereka cuma kaum pendatang di bumi pertiwi. Di sisi lain, non-pribumi juga dirindukan. Pasalnya, tanpa China, berarti pasokan barang di pusat-pusat perniagaan ikut macet.
Masyarakat perantau itu dibutuhkan sekaligus dinafikan identitasnya. Dari segi hukum, terlihat posisi mereka mengambang. Sementara dalam kehidupan sosial, kelompok tersebut seolah tidak mengakar.
Posisi Tionghoa ibarat bahtera yang terombang-ambing oleh ombak. Mereka sering merasakan sejarah kelam di Nusantara. Prahara paling pahit yang pernah menimpa mereka terjadi di Batavia pada 9 Oktober 1740. Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC), membunuh 10 ribu orang China sekaligus membakar 700 rumah mereka. VOC bak memandang Tionghoa sebagai Jews of the East (Yahudi dari Timur).
Di era Soeharto, terbit Instruksi Presiden No. 14 Tahun 1967. Inpres itu melarang adat istiadat dan wujud ekspresi keagamaan masyarakat China di depan umum. Sejak itu, terjadi diskriminasi sistematis atas rumpun Tionghoa.
Masyarakat keturunan yang dibatasi tindak-tanduknya, justru tetap tabah. Irama kehidupannya memang dibelenggu, tetapi, di bidang ekonomi mereka sulit ditandingi.
Tangan orang China dalam mengelola bisnis laksana jemari Midas. Apa yang disentuhnya langsung menjadi emas. Gerak-geriknya lihai mengundang kesuksesan. Kesan yang tertancap yakni, begitu lahir orang Tionghoa sudah cerdik mencari duit serta lihai berdagang.
Raksasa Ekonomi
Dewasa ini, negeri Tiongkok menorehkan prestasi fenomenal. Pemerintah China menargetkan perekonomian mereka dapat tumbuh dua digit pada 2008.
Pada 2007, pemerintah Tiongkok berupaya keras menstabilkan kondisi perekonomian mereka yang booming. Negara tersebut, misalnya, menaikkan tingkat suku bunga. Kemudian memperlambat investasi pada segmen bangunan perkantoran, pembangunan pusat perbelanjaan dan pabrik-pabrik.
Potensi ekonomi China bagai tak terkalahkan di kawasan Asia. Jepang yang mendukung pembangunan sosial ekonomi Tiongkok, sekarang mengurangi pinjaman lunaknya. Karena, China bukan lagi kreditor. Negara raksasa itu telah menjadi donor. Apalagi, surplus perdagangan Tiongkok terus meningkat. China Investment Corporation (CIC), malahan menguasai 10 persen saham Morgan Stanley. CIC adalah lembaga keuangan yang dikuasai pemerintah Tiongkok. Sedangkan Morgan Stanley tiada lain lembaga keuangan terbesar kedua di Amerika Serikat (AS).
Ekonomi China yang menggurita akhirnya mencemaskan AS serta Uni Eropa (UE). Sebab, perkembangan ekonomi Asia yang dimotori China sangat pesat. AS bersama UE akan keteteran jika Asia berhasil membangun kawasan perdagangan bebas. Zona tersebut meliputi China, Jepang, Korea Selatan dan ASEAN. Di sisi lain, pengaruh Tiongkok makin besar pula di Afrika. Kalau India, Australia serta Selandia Baru juga turut dalam zona ekonomi China, berarti alamat buruk bagi AS dan UE. Karena, integrasi ekonomi Asia bakal menafikan hegemoni AS serta UE.
Dalam masalah ekonomi, Tiongkok jelas tiada tara. Di berbagai negara, bujuk rayu semanis madu ditebar agar investor asing sudi mampir. China justru sebaliknya. Kini, negara itu memberlakukan larangan dan pembatasan bagi investor asing. Sebab, ekonomi Tiongkok sudah mencapai titik didih.
Keandalan ekonomi China seolah menegaskan bila orang Tionghoa memang telah pandai berniaga begitu lahir. Mereka tahu pula bersyukur lewat Imlek. Tradisi tersebut adalah warisan budaya pertanian yang merupakan wadah terima kasih. Bahkan. menjadi basis silaturrahmi
Wadah Silaturrahmi
Pada hakikatnya, Imlek menegaskan esensi kehidupan berupa penghormatan terhadap kemanusiaan. Di hari raya itu, komunitas China menghaturkan rasa hormat kepada orang-orang tua dalam keluarga. Lantas bersilaturrahmi demi menyambung tali persaudaraan.
Dari aspek tersebut terlihat jika inti Imlek ialah humanistik (kemanusiaan). Formula Imlek yakni mengagungkan spirit kemanusiaan. Imlek mengusung penghormatan yang mendalam terhadap orang-orang tua, kerabat, sahabat-sahabat maupun kolega bisnis. Selama 22 hari perayaan Imlek, warga Tionghoa larut dalam rasa syukur, kegembiraan serta silaturrahmi.
Di sisi lain, semangat humanisme mencuatkan manifesto bahwa seluruh umat manusia bersaudara (alle menschen verden bruder). Apalagi, humanisme menfokuskan visi pada martabat dan kebudiluhuran dari kesuksesan yang dicapai tiap individu.
Kalau sukma Imlek menyentuh nurani, niscaya pengganyangan Tionghoa di Makassar mustahil terjadi. Karena, tiada lagi sentimen etnisitas yang membatasi semangat guna membangun negeri ini. Apalagi, Imlek lahir dari persada agraris. Hatta, bumi Nusantara yang juga bertipe pertanian akan menjadi lahan subur kesetaraan serta kebersamaan.
Tiap penduduk Indonesia seyogyanya bekerja sama demi mencapai kemakmuran serta kesejahteraan. Stigma rasis terhadap minoritas suku China di negeri merdeka ini selayaknya dibelenggu serta dipasung.
Sikap otoritarian mesti diredam supaya nilai-nilai Pax Humanica seperti cinta kasih dan perdamaian dapat merekah indah di teritorial permai ini. Alhasil, sekali setahun nyaring terdengar suara merdu saudara kita dari puak Tionghoa menuturkan tabik Happy Chinese New Year: “Gong Xi Fa Cai” (salam bahagia semoga makmur bersama) pada 1 Cia Gwee 2559.
(Tribun Timur)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar