Sabtu, 04 Juni 2011

Euro 2008: Masa Meluapkan Emosi


Euro 2008: Masa Meluapkan Emosi
Oleh Abdul Haris Booegies
Peminat Masalah Sosial

     Selama 7-29 Juni 2008, penduduk planet ini bakal terhipnotis ekstravaganza.  Hiburan berskala global tersebut tiada lain Euro 2008 yang pertandingan perdananya kick off di St Jacob Park, Basel, Swiss.  Perhelatan akbar itu memang milik Eropa, namun, daya sihirnya menembus tiap negeri di luar benua biru.
     Publik bola seantero jagat rela menghabiskan waktu cuma untuk melihat seniman lapangan hijau menendang Europass, bola resmi Euro 2008.  Khalayak sudi menahan kantuk demi menyaksikan duel maut Prancis vs Italia atau Jerman vs Kroasia.
     Sepakbola merupakan permainan paling digemari.  Selain mengasyikkan dengan aksi spektakuler, juga menyehatkan.  Penelitian menunjukkan bila sepakbola membakar lebih banyak lemak.  Persentase lemak orang yang bermain bola turun 3,7 persen.  Sementara massa otot meningkat 2,04 kg.
     Eropa harus diakui sebagai kiblat sepakbola dunia.  Dari benua tersebut, acap lahir aturan yang menjadi rujukan sepakbola.  Aturan Bosman, misalnya, kini menjadi acuan yang membuat pemain merasa tenang.  Sebab, tidak lagi terkungkung oleh klub yang seolah memiliki mereka secara ketat.  Pemain yang tidak betah dipersilahkan mencari klub yang memikat hatinya.
     UEFA bersama FIFA menelurkan pula keputusan penting.  Negara berkewajiban membayar kompensasi kepada klub jika pemainnya cedera ketika mengikuti event internasional.
     Deretan aturan akhirnya menampilkan sepakbola Eropa sebagai hiburan nan menggoda.  Pemain tidak berani melawan wasit.  Tawuran antar-pemain juga sulit ditemukan di liga-liga Eropa.  Kalau ada yang bandel, mereka didenda atau diskorsing.
     Sinisa Mihajlovic, umpamanya, pernah gigit jari lantaran dihadiahi hukuman berat oleh UEFA.  Bek asal Serbia-Montenegro itu dilarang mengikuti pertandingan klub di level Eropa selama delapan kali.  Ia didenda pula delapan ribu euro.  Sinisa dihukum gara-gara meludahi Adrian Mutu.
     Aiyegbeni Yakubu juga sempat meradang.  Ia didenda Everton, klubnya sebesar Rp 1,4 miliar.  Yakubu didenda akibat terlambat pulang usai membela Nigeria di Piala Afrika 2008.
     Nasib apes dialami pula pelatih Portugal Luiz Felipe Scolari.  Ia dihukum dengan larangan tiga pertandingan tak boleh mendampingi Portugal dalam kualifikasi Euro 2008.  Big Phil juga didenda 20 ribu francs Swiss.  Kenyataan pahit tersebut dilakoninya lantaran ia memukul Ivica Dragutinovic, pemain Serbia.
     Kasus paling mencenggangkan meruyak di Italia pada 2006.  Negara superpower sepakbola itu dililit calciopoli (pengaturan skor dan wasit).  Juventus akhirnya menanggung malu.  Klub tersukses di negeri spaghetti tersebut didegradasi ke Serie B.  Sedangkan AC Milan serta Lazio tetap di Serie A, tetapi, start dengan nilai minus.

Jiwa Besar
     Iklim persepakbolaan Indonesia jelas bertolak belakang dengan kondisi Eropa.  PSSI sebagai organisasi besar justru menampakkan citra buruk.  Sebagai contoh, Presiden FIFA Joseph Blatter telah menegur agar Nurdin Halid diganti, namun, tak digubris.  Klub-klub peserta Ligina sudah berteriak agar Nurdin berbesar hati turun tahta, tetapi, kekerasan hati tak jua mencair.
     Sungguh susah membayangkan sepakbola Indonesia dapat berkembang dengan ketua yang mendekam di penjara.  Dalam suasana hiruk-pikuk Euro 2008 ini, layak digulirkan “good and clean governance” di tubuh PSSI.
     Sepakbola merupakan industri yang menggiurkan.  Alhasil, dibutuhkan figur yang leluasa berkomunikasi dan berinteraksi secara luas.  Ihwal itu guna mencari talenta belia, penonton serta sponsor.  Mustahil bisnis berjalan secara baik dari balik jeruji besi.
     Prestasi sepakbola Indonesia akan terus mandek bila tidak segera berbenah diri.  Apalagi, jika tidak merancang pola futuristik berupa pengembangan pemain muda yang berbakat.
     Prestasi terbesar sepakbola Indonesia selama satu dasawarsa ialah suporter Piala Asia 2007.  Kala itu, bonek (bondo nekat) betul-betul berjiwa besar.  Karena, tidak membuat keonaran selama penyelenggaraan Piala Asia di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta.
     Pengamat maupun media langsung merespons sikap positif tersebut.  Mereka menganggap hooligan Indonesia telah dewasa.  Hingga, berperilaku sopan dan manis.  Media secara sembrono malahan berkesimpulan kalau anarkisme sudah mati.
     Pada dasarnya, sikap suporter lebih tepat disebut sebagai jiwa besar.  Mereka tahu Indonesia sukar lolos ke babak kedua.  Sebab, tim Merah-Putih satu grup dengan Arab Saudi serta Korea Selatan.  Dua skuad itu merupakan langganan Piala Dunia.  Arkian, suporter telah pasrah atas nasib kesebelasan Indonesia yang pasti tereliminasi secara dini.
     Usai Piala Asia, terbukti hooligan Nusantara kembali lagi ke watak aslinya yang brutal.  Kerusuhan demi kerusuhan terjadi.  Sementara prestasi dunia kian jauh dari genggaman.

Dimensi Bisnis
     UEFA Euro 2008 yang memperkenalkan karakter kembar berambut spike bernama Trix dan Flix, memperlihatkan kekuatan profesionalisme.  Hatta, penonton merasa nyaman datang ke stadion.  Apalagi, mereka disuguhi laga para bintang dalam mengolah bola Europass yang berjuluk Goose Bumps.
     Kejuaraan sepakbola Piala Eropa edisi ke-13 adalah tonggak untuk berkaca diri.  Sekarang waktunya bagi PSSI buat meracik kompetisi yang layak jual.  Terlebih lagi sepakbola di masa depan makin gegap gempita.  Sebab, terkait dengan industri.  Stadion mesti berorientasi pasar dengan menyediakan outlet pernik-pernik sepakbola, soft drink berlabel klub serta penerbitan.
     Euro 2008 harus dijadikan momentum untuk bekerja.  Bila J-League (Liga Jepang) yang berdiri pada 1993 bisa bersinar, maka, Liga Indonesia pun layak disanjung.
     Jika Libya sanggup menggelar final Piala Italia, berarti Indonesia tak sepantasnya kalah.  Pertandingan final Piala Italia memang boleh diselenggarakan di luar negeri pizza.  Presiden Lega Calcio Antonio Matarrese tentu patut mempertimbangkan tawaran PSSI kalau prestasi sepakbola Indonesia kian heboh.
     Prestasi hanya dapat direbut lewat kerja keras.  Kompetisi mesti terlaksana secara konsisten, sehat, solid sekaligus terencana.  Alhasil, pemain berkualitas bakal muncul.  Aspek tersebut bisa tercapai bila persepakbolaan punya tata cara penyelenggaraan pertandingan yang apik.  Tanpa aturan tegas, niscaya sepakbola nasional repot berprestasi di kancah dunia.
      Profesionalisme Euro 2008 yang mencuatkan kepuasan, layak diadopsi.  UEFA pun ikhlas mengucurkan hadiah senilai 128 juta euro (Rp 1,536 triliun) bagi 16 kontestan Piala Eropa.
     Penduduk di luar Eropa tidak rugi menghabiskan waktu demi menyimak 31 pertandingan.  Bahkan, penggila bola di Tanah Air rela tanpa syarat menahan kantuk supaya tercatat sebagai saksi di antara 4,6 miliar penonton putaran final Euro 2008..
     “Expect emotions” (luapkan emosi), pekik panitia.  Pasalnya, turnamen per empat tahun itu sarat hiburan memukau.  Inilah masa menikmati ekstravaganza berupa jihad dewa-dewa bola benua biru.  Willkommen zu Osterreich Schweizer 2008 (Selamat Datang di Austria-Swiss 2008).

(Tribun Timur)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Amazing People