Shalat Dwibahasa
Oleh Abdul Haris Booegies
Pemerhati Masalah Agama
Umat Islam Indonesia tiba-tiba geger. Semua bermula dari Mochammad Yusman Roy. Mantan petinju dari Sasana Sawunggaling tersebut, menggagas shalat dua bahasa; Arab dan Indonesia.
Shalat ala Roy pada esensinya tak berbeda dengan shalat umum. Keganjilan shalat pengasuh Pondok I’tikaf Jama’ah Ngaji Lelaku, itu, gara-gara bacaan ayatnya disisipi terjemahan bahasa Indonesia.
Kala membaca surat al-Fatihah, misalnya, ia juga mengartikannya ayat per ayat. Shalat model baru tersebut, tentu menarik gereget lanskap minat. Ketika diperiksa di kantor Kepolisian Wilayah Malang, pada 6 Mei 2005, Roy meradang. Apalagi, setelah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Malang memvonis ajarannya sesat. “Itu semena-mena”, sembur Roy yang padepokan pengajiannya terletak di Jalan Sumberwaras Timur 136, Desa Kalirejo, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Shalat yang dilakukan Roy bersama sekitar 300 pengikutnya, jelas bertentangan dengan ajaran Islam. Nabi Muhammad bersabda: “Shalat tidak patut dicampuri dengan perkataan manusia sedikit pun. Shalat tiada lain tasbih, takbir sekaligus membaca al-Quran”.
Shalat bukan hasil daya cipta makhluk bumi berbasis pikiran kreatif serta solutif. Shalat bukan gerakan penyembahan hasil paduan antara filsafat dengan teknologi. Gerakan dan bacaan shalat bukan proyek rasional-kalkulatif manusia. Shalat berasal dari sisi Allah!
Ayat-ayat suci al-Quran diterima Rasulullah di dunia. Sementara shalat diterima langsung di Arasy. Perintah dari Tahta Agung nan Mulia di pucuk langit ketujuh tersebut, lalu dibawa Nabi Muhammad ke bumi buat umatnya.
Seluruh gerakan shalat mengandung makna inspiratif. Apalagi, shalat berarti memasuki wilayah super-conscious (ilahiah).
Robert H Schneider, Direktur Institute for natural Medicine and Prevention di Amerika Serikat (AS), memaparkan jika meditasi memperpanjang umur. Kalau meditasi buatan manusia saja bisa menambah usia, niscaya shalat memiliki lebih banyak lagi manfaat. Alhasil, sanggup membangkitkan mekanisme perbaikan tubuh secara prima.
Bahasa Kubur
Seorang yang murtad pernah berkisah bahwa ia repot menjalankan ibadah-ibadah dalam Islam. Sebab, bahasa yang digunakan adalah bahasa Arab yang tidak dimengertinya.
Dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, banyak orang yang tidak paham bahasa Inggris. Walau tidak tahu bahasa Inggris, namun, kaki mereka bakal mengentak-entak lantai bila mendengar alunan suara Mariah Carey atau Avril Lavigne. Bahkan, pinggul bergoyang-goyang, tangan menari-nari sembari kepala dioleng-olengkan ke kanan-kiri jika terdengar musik reggae yang dilantunkan Bob Marley.
Di Mesir, pernah dilakukan penelitian terhadap al-Quran. Beberapa orang Islam serta non-Muslim diperdengarkan ayat-ayat al-Quran. Kelompok itu dipilah agar ada yang mendengar al-Quran beberapa ayat saja. Kemudian ada yang agak banyak. Grup terakhir sengaja diberi porsi yang lebih banyak.
Survei membuktikan kalau orang yang banyak mendengar al-Quran punya kekuatan fisik yang tinggi. Sedangkan yang cuma sedikit mendengar al-Quran, ternyata kondisi jasmaninya tidak prima. Ihwal tersebut menegaskan bila ayat al-Quran yang berbahasa Arab memiliki sugesti sekaligus daya besar.
Dengan hanya mendengar ayat al-Quran saja, fisik sudah fit. Hingga, tak perlu meneguk minuman suplemen. Karena, al-Quran itu the real joss atau the magic in life.
Jika ada yang murtad dengan alasan al-Quran susah dipahami, berarti terjadi anomali dalam diri yang bersangkutan. Lagu-lagu Bob Marley saja leluasa membuat orang bersemangat. Padahal, lirik nyanyiannya tidak mengandung petunjuk hakiki.
Selain itu, bahasa Arab bukan bahasa kacangan, kampungan atau bahasa alam kubur. Apalagi, tata bahasa serta perbendaharaan katanya luar biasa mengagumkan. Dari sudut sejarah, bahasa Arab adalah sang juara. Hal itu terjadi lantaran di dunia ini ada empat bahasa yang pernah gemilang. Keempat bahasa tersebut yakni Sansekerta, Latin, Yunani dan Arab.
Di masa sekarang, bahasa Sansekerta telah jadi mumi. Sukar ditemukan ada kampung di planet ini yang menggunakan bahasa Sansekerta sebagai bahasa pergaulan. Sementara bahasa Latin nasibnya la yamutu wala yahya (hidup segan mati tak mau). Bahasa Latin memang masih dipakai, tetapi, khusus untuk menamakan binatang-binatang serta tumbuh-tumbuhan. Hanya saja, penamaan dalam bahasa Latin itu, sulit diucapkan sekaligus dihafal anak-anak yang belajar biologi. Sedangkan bahasa Yunani dipakai cuma di negara Yunani. Dulu, bahasa Yunani identik dengan ilmu dan filsafat.
Sementara bahasa Arab terus berkembang maju tanpa mau mati-mati. Padahal, ia tumbuh di daerah gersang serta tandus di Timur Tengah. Kini, peminat bahasa Arab makin bertambah.
Rahasia bahasa Arab sampai selamat sentosa mengarungi zaman adalah kemampuannya mempertahankan keaslian. Kalau saja Rasulullah hadir di milenium ketiga ini, niscaya ia dapat berkomunikasi dengan umat Islam. Padahal, rentang waktu yang digunakan mencapai hampir 15 abad.
Sedangkan bila William Shakespeare (1564-1616) hadir saat ini, maka, ia akan bingung. Sebab, bahasa Inggris yang digunakan pengarang Romeo and Juliet, Julius Caesar, Hamlet, Othello, Macbeth dan King Lear tersebut, sudah berubah. Dramawan serta penyair besar yang berasal dari abad ke-17 itu, susah memahami bahasa Inggris abad ke-21.
Presiden AS George W Bush jika berjumpa presiden pertama AS George Washington (1732-1799), pasti sama-sama puyeng kalau berkomunikasi. Karena, bahasa Inggris mereka telah jauh berbeda.
Hak Tuhan
Hikmah shalat berbahasa Arab adalah supaya terwujud kesatuan dan persatuan. Orang Perancis bila bersua dengan saudara seimannya dari kampung-kampung di Sulawesi Selatan, bisa langsung akrab sesudah shalat berjamaah.
Andai orang Perancis tersebut menjadi imam, lantas membaca al-Quran dalam bahasa Perancis, maka, makmum bakal gelisah serta waswas. Sebab, boleh jadi pilihan bahasa Perancisnya kurang tepat dalam memberi makna ayat-ayat Allah. Akibatnya, shalat berjamaah dengan imam Perancis itu bukan komunikasi transendental yang tepat sasaran. Karena, terjadi kegundahan hati dan kewaspadaan di antara jemaah.
Nabi Muhammad bersabda: “Jika shalat imam rusak, maka, rusak pula shalat orang yang di belakangnya (makmum)”.
Kreasi Roy terhadap shalat, dalam kacamata hak intelektual, jelas melanggar hak paten. Alhasil, polisi yang menciduknya seraya mengerangkengnya termasuk tindakan benar serta terpuji.
Di sisi Allah, Roy yang merintis aktivitas ajaran shalatnya sejak 20 tahun silam, terbukti melakukan penentangan atas hak Tuhan. Apalagi, shalat merupakan ibadah maghdah (murni) dengan petunjuk jelas.
Ketika ditangkap, bekas preman dan bodyguard tersebut meradang akibat merasa dizalimi. “Itu semena-mena”, semburnya dengan nada yang begitu emosional. Roy yang pernah meng-KO lawannya di atas ring dalam 59 detik, lupa kalau sebenarnya ia lebih semena-mena. Tanpa rasa berdosa, Roy melakukan desain sesat terhadap shalat secara bebas sesuai dengan seleranya.
Saat MUI mengeluarkan fatwa haram perihal praktik shalatnya, Roy mencak-mencak. Ia menilai bila kemerdekaannya dalam menjalankan ibadah telah dipasung. Roy tak mengerti jika shalatnya justru lebih meresahkan umat Islam. Hingga, kaum Muslim merasa ibadah shalatnya dicoreng-moreng.
Pada dasarnya, shalat ala Roy cuma ekspresi abnormal di alam yang sarat fenomena sinis. Alhasil, kehadirannya wajib ditepis total sampai musnah tuntas. Rasulullah bersabda: “Shalatlah kamu sebagaimana melihat saya shalat”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar