Orang Kafir Naik Haji
Oleh Abdul Haris Booegies
Peminat Masalah Agama
Ibadah haji kembali memanggil umat Islam. Sekitar 2,5 juta kaum Muslim segera membajiri metropolitan transnasional, Mekah al-Mukarramah dan Medinah al-Munawwarah.
Selama 24 jam dalam sehari pada bulan haji (69 hari), Masjidil Haram sesak oleh jemaah. Kulit putih, kuning, coklat serta hitam, berhimpit-himpitan sujud di depan Kakbah sebagai manusia hina-dina.
Tahun ini, sekitar 210 ribu umat Islam Indonesia menunaikan rihlah muqaddasah (perjalanan suci). Mereka meninggalkan Tanah Air untuk melakukan demonstrasi simbolis dari falsafah keesaan Allah yang pernah dilakoni Nabi Ibrahim al-Khalil ar-Rahman. Rangkaian ibadah yang dikerjakan antara lain tawaf, sai dan wukuf di Arafah. Kemudian melontar jumrah, mabit di Mina serta tahallul (memotong rambut).
Dalam sejarah, tak ada literatur canggih mengenai tahun berapa haji menjadi ibadah yang dibebankan kepada manusia. Apalagi, Ka'bah sebagai pusat ibadah, sudah ada sebelum Nabi Adam tiba di bumi. Sedangkan monumen haji semacam Jabal Rahmah sebagai tempat pertemuan Nabi Adam dengan istrinya, juga telah terhampar.
Pada tahun 1911 sebelum Masehi, Nabi Ismail lahir. Di sekitar tarikh tersebut, Siti Hajar mencari air di antara bukit Shafa dengan Marwa. Pada tahun 1895 sebelum Masehi, Nabi Ismail hendak disembelih oleh Nabi Ibrahim sebagai konstruksi ketakwaan kepada Allah. Nabi Ismail sempat mengambil tujuh butir kerikil guna melempar setan yang menggodanya agar tidak patuh kepada Allah. Sejak itu, tercatat adanya tempat melontar jumrah di Mina.
Jejak Nabi Adam, Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, sangat kental dalam ibadah haji. Selain blue print haji, turun pula perintah buat bersunat. Nabi Ibrahim disunat pada usia 70 tahun. Tidak ada lembaran aksara yang tergantung dalam Sphinx di Giza atau tercetak di Dinding Ratapan Israel, siapa yang menyunat Nabi Ibrahim, dokter atau bengkong.
Di masa Nabi Ibrahim, tidak ada berhala sesembahan. Semua insan sujud menyembah Allah. Komunitas monoteisme di zaman itu, juga mempraktekkan tawaf (mengelilingi Ka'bah). Beratus tahun tata cara haji dilaksanakan secara sempurna oleh pengikut Nabi Ibrahim.
Haji Paganisme
Generasi berubah, peradaban berganti. Beberapa orang lantas punya gagasan aneh. Kala meninggalkan Mekah, mereka mengambil sekeping batu bangunan Ka'bah. Di perjalanan, batu tersebut dikelilingi sebagai pengganti tawaf di Ka’bah.
Pola itu akhirnya berubah drastis. Karena, bukan lagi batu bangunan Kakbah yang dijadikan wadah rotasi-kitar (circumrotation). Mereka justru membuat berhala dari bebatuan aneh untuk disembah.
Mereka mencari patung-patung yang pernah disembah oleh umat Nabi Nuh. Pada tarikh 3650 sebelum Masehi di awal dakwah Nabi Nuh, terdapat lima berhala yang dijunjung penuh takzim oleh masyarakat kuno. Kelimanya ialah Wadd, Suwa, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr. Penduduk Arabia mengadopsi pula ritual penyembahan kaum bahari. Amr bin Luhaiy tertera sebagai manusia pertama yang memperkenalkan berhala (ashnam) di Ka'bah. Ia memperoleh lima patung di dusun al-Balkha, Kerajaan asy-Syam (Suriah). Ka'bah akhirnya berubah dari wadah suci minus patung menjadi altar arca yang semarak.
Syahdan, rumpun Quraisy yang tawaf di Ka'bah lalu mendendangkan sajak: "Demi Lata bersama Uzza. Dan Manat, berhala ketiga. Merekalah perempuan teragung. Sungguh, perantaraannya dicari”. Al-Uzzaal-Lat (Dewi Matahari) maupun Manat, dianggap “Puteri-puteri Allah”. (Dewi Bulan), Ketiganya dipandang sebagai media perantara manusia dengan Tuhan.
Manat adalah patung paling kuno di jazirah Arab. Penduduk Mekah serta Medinah memuliakan Manat dengan sesajian. Manat menempati posisi sakral bagi kafilah haji pra-Islam. Pasalnya, jemaah yang berkemas pulang wajib mengunjungi Manat. Jemaah haji paganisme Arabia kemudian mencukur rambut (tahallul) seraya berdiam sejenak di depan Manat. Prosesi tersebut menjadi penyempurna ibadah haji. Ritual (mahdhah) haji tidak sah tanpa berziarah ke Manat.
Di samping Lata, Uzza dan Manat, juga ada arca yang tersohor di Kakbah bernama Usaf serta Nailah. Awalnya mereka merupakan manusia dari etnis Jurhum. Usaf bin Ya’ala bersama Nailah binti Zaid yang datang dari Yaman, ikut dalam suatu karavan buat menunaikan haji.
Kedua sejoli itu lantas terlibat cinta yang panas membara. Pada suatu kesempatan, mereka mengendap-endap masuk ke dalam Ka'bah. Rindu dendam lalu dilampiaskan dengan bercumbu. “I am so young and really nice”, bisik Nailah manja.
Libido Usaf kontan terbakar begitu menatap tubuh Nailah yang putih mulus menggiurkan. Ia dikepung syahwat bebas tanpa kendali. Nafsu yang tak tertahankan bak puting beliung tersebut, sekonyong-konyong meluap-menggelegak. Keduanya saling tindih demi mereguk kenikmatan. Hatta, pendosa itu terpagut lemas tak berdaya oleh magma asmara. XXX action dalam Ka'bah tersebut, akhirnya berbuah derita tiada terperi.
Badan Usaf dan Nailah tiba-tiba repot bergerak. Darah, daging serta tulangnya mengeras menjelma batu. Wujud cadas sepasang insan itu, kemudian ditempatkan oleh para jemaah haji purba di dekat Kakbah. Aspek tersebut dilakukan sebagai peringatan supaya tidak seenaknya mengotori Ka'bah dengan perbuatan tercela.
Periode berganti dengan zaman baru. Perzinahan antara Usaf dengan Nailah pun terlupakan. Bahkan, puak Quraisy bersama Khuza’ah dengan entengnya menyembah Usaf dan Nailah. Tiap jemaah haji lantas menyembah kedua patung laknat itu.
Haji Politik
Tata cara ibadah haji orang kafir sudah raib di era cyber ini. Biarpun rukun haji ala gerombolan syirik telah musnah, tetapi, tetap ada haji berdimensi kafir.
Pejabat yang masih mau berkuasa, biasanya naik haji. Alhasil, menyembul simpati dari umat Islam. “Haji politik” muncul sebagai bagian dari nafsu tamak manusia. Tak ada arca di rumahnya, namun, di hatinya berkecamuk kehendak untuk berkuasa dengan menghalalkan segala modus operandi.
Elemen tersebut jelas bernuansa membohongi publik dengan gelar haji. Titel hajinya cuma kesucian palsu (pseudo sacra) gara-gara ingin merebut kedudukan. Orang-orang pun seolah tertipu barang tiruan. Sebab, ibadah yang dilakukan di Mekah bukan karena Allah. Ia hanya mengincar kekuasaan yang tiada lain berhala dunia model baru.
Tahta, harta dan wanita sebagai magnet nafsu, tidak pernah abadi. Ribuan raja serta presiden yang mati, tak mampu membawa kekuasaannya masuk ke liang lahat. Ada malahan yang lengser sebelum habis masa jabatannya. Di hari tuanya, ia sakit-sakitan sembari dikejar pengadilan. Padahal, dulu ia setengah dewa dengan titah semau gue. Balatentaranya teramat bengis terhadap rakyat dan mahasiswa.
Haji ala kafir bukan cuma dipraktekkan oleh pejabat yang mengidap arrogantia potentatus (keangkuhan kekuasaan). Rakyat biasa pun acap memiliki niat menyimpang di balik keberangkatannya ke Mekah. Naik haji semata merebut status sosial dalam kehidupannya. Arkian, perilaku mereka tak menunjukkan teladan bagi lingkungannya. Sebab, mereka hanya menyusun strategi guna mengangkangi apa saja demi kepentingannya. Segenap posisi yang diperoleh disalahgunakan, tidak didayagunakan.
Pada intinya, ibadah haji merupakan penyempurna iman seseorang dalam mencapai efek holistik yang menenangkan jiwa. Naik haji bukan untuk merebut kekuasaan, menaikkan strata sosial atau sekedar turis royal di teritorial Hijaz.
Haji merupakan momentum introspeksi dalam mengarungi alfa-omega (asal sekaligus tujuan kehidupan). Keseharian mutlak diisi dengan zikir yang intens serta tanggung jawab sosial-kemanusiaan.
Udara yang dipakai bernafas harus menghasilkan ritme yang harmonis agar muncul cahaya Ilahi. Manusia mesti menjauhkan diri dari naluri kekejaman sekaligus visi virus seperti korupsi atau ajaran heterodoks semisal sufisme, Baha’i, Alquran Suci, Komunitas Eden (Salamullah) atau al-Qiyadah al-Islamiyah.
Niat berhaji seyogianya diperuntukkan bagi Allah supaya turun tetes-tetes rahmat. Hingga, perilaku jemaah senantiasa memperlihatkan kemuliaan sebagaimana Ka'bah yang sarat keagungan.
“Cuma Allah yang kusembah. Saya semata-mata berbakti kepada-Nya” (az-Zumar: 14).(Fajar, Sabtu, 17 November 2007)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar