Di Balik Sensasi Syuga
Lahir kembali sebagai manusia bebas tanpa beban. Itulah kesimpulan saya setelah menikmati sajian Laporan Utama TEMPO, 6 November: Di Balik Sensasi Dewi Soekarno. Memang sudah lazim bahwa kelahiran selalu identik dengan hal yang polos dan telanjang.
Kini Dewi ingin menanggalkan masa silamnya. Kredonya ialah Madame-D Syuga dengan menampilkan tubuh mulusnya yang bagaikan perawan. Dan kepada orang Indonesia yang tak suka ulahnya, ia berpesan: ''Better forget me''.
Mengapa Dewi ingin lahir kembali? Mengapa pula banyak suara yang usil atas sepak terjangnya yang intim dengan kenikmatan? Pada hakikatnya, Dewi harus dilihat sebagai warga dunia yang ultramodern. Ia bukan Naoko Nemoto Natsuki. Juga bukan janda Presiden Soekarno. Ratna Sari Dewi adalah puncak ''kebinalan'' sebuah perjalanan hidup.
Jalan panjang yang dilewatinya membuat Dewi trance. Hingga ia berhasrat lahir kembali sambil melemparkan semua kenangan yang pernah dicicipinya. Ia ingin hidup untuk dirinya sendiri. Untuk mewujudkan dirinya menjadi pahlawan dunia fantasi sekaligus simbol kemolekan. Dewi mengekspresikan keindahan dengan jalan telanjang. Dan Dewi, yang telah lelah oleh arus pergaulan eksklusif jetset, datang mempersembahkan Syuga.
Suara lantang menentangnya. Masa lampau Dewi yang erat dengan klub malam lalu diungkit. Ia dituding binal karena bebas terbang dari satu macho ke macho lainnya. Perilaku Dewi itu akhirnya membentuk pola pikir masyarakat untuk menuduhnya sebagai perempuan jalang. Padahal, kekhilafan janda almarhum Soekarno itu adalah cermin sikap kita juga, yang secara samar mengingatkan kita bahwa tempat kita berpijak ini sebenarnya sarat dengan ketelanjangan dan kemunafikan.
Kini Dewi ingin menanggalkan masa silamnya. Kredonya ialah Madame-D Syuga dengan menampilkan tubuh mulusnya yang bagaikan perawan. Dan kepada orang Indonesia yang tak suka ulahnya, ia berpesan: ''Better forget me''.
Mengapa Dewi ingin lahir kembali? Mengapa pula banyak suara yang usil atas sepak terjangnya yang intim dengan kenikmatan? Pada hakikatnya, Dewi harus dilihat sebagai warga dunia yang ultramodern. Ia bukan Naoko Nemoto Natsuki. Juga bukan janda Presiden Soekarno. Ratna Sari Dewi adalah puncak ''kebinalan'' sebuah perjalanan hidup.
Jalan panjang yang dilewatinya membuat Dewi trance. Hingga ia berhasrat lahir kembali sambil melemparkan semua kenangan yang pernah dicicipinya. Ia ingin hidup untuk dirinya sendiri. Untuk mewujudkan dirinya menjadi pahlawan dunia fantasi sekaligus simbol kemolekan. Dewi mengekspresikan keindahan dengan jalan telanjang. Dan Dewi, yang telah lelah oleh arus pergaulan eksklusif jetset, datang mempersembahkan Syuga.
Suara lantang menentangnya. Masa lampau Dewi yang erat dengan klub malam lalu diungkit. Ia dituding binal karena bebas terbang dari satu macho ke macho lainnya. Perilaku Dewi itu akhirnya membentuk pola pikir masyarakat untuk menuduhnya sebagai perempuan jalang. Padahal, kekhilafan janda almarhum Soekarno itu adalah cermin sikap kita juga, yang secara samar mengingatkan kita bahwa tempat kita berpijak ini sebenarnya sarat dengan ketelanjangan dan kemunafikan.
ABDUL HARIS BOOEGIES
Jalan Veteran Selatan 292 A Ujung Pandang 90133
(Tempo, 27 November 1993)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar