Sabtu, 23 Juni 2012

Mencari Rumus Fir'aun

Mencari Rumus Fir’aun
Oleh Abdul Haris Booegies
      Telah banyak buku yang menceritakan kehidupan para tokoh dunia, baik tokoh dari Barat maupun Timur. Di antara sekian banyak buku itu ada tiga yang diminati di Indonesia. Pertama “Seratus Tokoh” (The 100, Ranking of the Most Influential Persons in History), hasil penelitian Michael H Hart, seorang pakar astronomi. Lalu yang kedua “Seratus Muslim Terkemuka” (Hundres Great Muslims), ditulis oleh Kh Jamil Ahmad untuk dipersembahkan kepada Yang Mulia Raja Faisal. Dan ketiga, “Tokoh-Tokoh Pemimpin Dunia” (Leaders), cacatan perjalanan Presiden Amerika, Richard Nixon.
      Benarkah pandangan buku tersebut tentang siapa yang patut sebagai the number one. Di planet ini, hanya ada tiga nama yang terus-menerus disebut. Ketiga nama itu yakni Maryam, Isa al-Masih dan Nabi Muhammad. Ketiga manusia suci tersebut hingga kini sering menimbulkan perselisihan, sebab, pengikutnya selalu mengelu-elukan siapa jago siapa.
     Perdebatan serta perselisihan ini akan pupus jika mereka menilik masa lampau yang tidak dikaburkan oleh oknum-oknum tertentu. Dan terkutuklah, John Lennon yang dengan lancang memproklamirkan dirinya lebih terkenal ketimbang Nabi Isa al-Masih. Perkataan sinting itu akhirnya dibayar mahal, peluru menembus kulitnya.
      Sangat mengherankan, sebab tak ada buku yang serius membicarkan mengenai seorang manusia yang lebih hebat dari Nietzsche, Karl Marx maupun Gorbachev. Dia bukan saja atheis sejati serta tidak pula menganggap “god is dead”. Ia justru menyebut dirinya tuhan, “ana rabbun”.
      Dialah Rhamses II dari dinasti Fir’aun/Pharao, manusia brutal yang pernah lahir. Tragedi kematiannya tak sanggup dilukiskan betapa pedihnya. Momen ini cuma mampu disamai ketika Adam dan Hawa diusir dari Taman Firdaus. Tragis memang.
      Fir’aun, penguasa Mesir kuno yang diselimuti kekuasaan serta kekayaan yang melimpah. Ia merupakan jelmaan dewa. Titahnya pertanda hukum yang mutlak dilaksanakan. Kata tidak berarti nyawa taruhannya. Sebagai seorang tuhan, ia kuasa mencabut nyawa, tetapi, tidak mampu menghidupkan.
      Ia perkasa dalam segala hal selama tukang tenungnya tak meleset meramal. Secara fisik, rakyatnya hidup dalam kemewahan dan kemegahan. Ilmu pengetahuan berkembang, hingga celah-celah keadaan dunia bisa diintip. Sistem almanak, geometri serta kegiatan survei ditemukan pula oleh ahli para pakar Mesir.
     Dalam menjalankan pemerintahannya, ia dibantu oleh seorang wasir. Wasir, selain menyuarakan titahnya juga seorang kepala pengadilan dan mesin hitung bagi jumlah pajak serta upeti yang masuk. Wasir biasanya dipilih dari golongan bangsawan dan kadang dari rakyat jelata.
      Dalam sejarah ada dua Fir’aun yang amat terkenal, Tutanchamon serta Rhamses II. Tutanchamon, Fir’aun cilik yang hidup sekitar tahun 360 sebelum Masehi. Ia dinobatkan sebagai penguasa Mesir tatkala berumur sembilan tahun. Bandingkan dengan Pu Yi, kaisar Tiongkok dari dinasti Qing yang dinobatkan pada usia tiga tahun.
      Rhamses II hidup sezaman dengan Nabi Musa. Ia merupakan Fir’aun terbesar dan teragung dalam sejarah dinasti Pharao.
      Pada 1953 sebelum Masehi, Nabi Musa dilahirkan, saat itu di istana Fir’aun yang terletak di tepi sungai Nil, berkumpul para tukang tenung berikut tukang sihirnya.
      “Yang Mulia, tahun ini telah lahir seorang bayi yang kelak menghancurkan kekuasaan serta mengeluarkan kaum Anda dari negeri ini”.
      Fir’aun tertegun dan gusar. Perintah pun dikeluarkan untuk membunuh tiap bayi laki-laki yang baru lahir. Berpuluh-puluh bayi tak berdosa dibunuh.
      Keadaan ini mengharuskan ummu Nabi Musa menghanyutkan bayinya ke sungai Nil. Bayi tersebut lantas terdampar di istana Fir’aun. Asiyah, istri Fir’aun memohon pada suaminya agar bayi mungil itu dipelihara. Jadilah Nabi Musa anak angkat Fir’aun.
      Pasca kenabiannya, Musa Alaihissalam lalu menentang ayah angkatnya. Elemen ini teramat menyakitkan hati Fir’aun. Para tukang sihir kemudian dikerahkan untuk membuktikan bahwa Fir’aun lebih berkuasa dari Tuhan Musa. Tukang sihir tersebut lalu melemparkan tali serta tongkatnya hingga menjelma ular.
      Nabi Musa pun melemparkan tongkatnya dan berubah pula menjadi seekor ular besar yang memangsa ular-ular tukang sihir. Seketika tukang sihir itu sujud di hadapan Musa.
      “Kami beriman pada Tuhanmu”. Kejadian ini membangkitkan amarah Fir’aun. Ia pun memerintahkan membunuh para tukang sihir tersebut.
      Karena mendapat perlakuan buruk di Mesir, Nabi Musa serta Nabi Harun bersama keturunan Ibrani (bani Israil) meninggalkan Mesir menuju Thur Sina (gunung Sinai). Mereka hijrah kembali ke tanah leluhur yang selama ini ditinggalkan, Palestina.
      Fir’aun yang mendengar bani Israil diboyong Nabi Musa dan Nabi Harun meninggalkan Mesir segera mengejarnya dengan bala tentaranya. Di hadapan pengikutnya, Nabi Musa memperlihatkan kekuasaan Tuhan, membelah laut Merah dengan tongkatnya. Fir’aun terus mengejar, namun, malang tak dapat ditolak. Ia tewas bersama laskarnya saat laut kembali menyatu. Sungguh menggemaskan, seorang tuhan harus mati dengan tidak terhormat, ditelan ombak yang ganas. Ironis sekali.
      40 abad setelah peristiwa tersebut, sebuah keajaiban indah mengggemparkan dunia. Hari itu, 6 Juli 1879 para arkeolog menemukan mumi Rhamses II yang sudah lama terpendam. Ekspedisi ilmiah Jerman-Mesir ini dipimpin Messrs, Emil Brugsch bersama Ahmed Effendi Kamal. Mumi itu ditemukan di suatu lubang kecil yang terletak di dinding karang Valley of Kings.
      Hikmah dan dampak positif penemuan besar ini ialah pengetahuan manusia pun menembus 30 abad sebelum Masehi. Kebenaran al-Qur’an pun makin kokoh sebagai konsep Ilahiya yang tak gampang dikoyak konsep apapun.
      Mengapa Fir’aun sebejat itu semasa hidupnya, menganggap diri sebagai tuhan. Apa kandungan tubuhnya mengandung unsur kimiawi yang jauh berbeda dengan kita atau ia replicant, manusia yang dikendalikan oleh program hawa nafsu. Membunuh Asiyah istrinya demi menguatkan posisinya sebagai tuhan yang tiada tertandingi. Mengejar bangsa Israil guna memuaskan naluri membunuhnya.
      Fir’aun tidaklah jauh beda dengan kita, ia manusia dengan dua mata dua telinga. Yang digunakan untuk melihat sembari mendengar sesuatu yang merangsang keinginannya. Secara psikologis, ia bingung dengan kekuasaan serta kekayaannya. Dan reduplah mata hatinya mencari kebenaran sejati.
      Alam bawah sadarnya baru terlonjak kala ia dalam keadaan kritis, mengakui Tuhannya Nabi Musa. Sayang, gerbang tobat telah digembok. Ini membuktikan bahwa selama hidupnya ia jauh dari hal-hal yang menekan perasaannya.
      Pangeran William, putra pangeran Charles dikenal sebagai pangeran cilik yang sering marah. Keberandalannya yang kasar itu melahirkan julukan baginya, “Billy si Tukang Banting”.
      Bagaimana psikis William hingga kerap membantah dan membentak. Pasalnya, Lady Diana amat memanjakan Putra Mahkota ini. Ia pernah bertanya pada bintang rock Bob Geldof, “kenapa rambut Anda sangat kotor”.
      Jean Bedel Bokassa, akhirnya menitikkan airmata ketika pengadilan kriminal Republik Afrika Tengah menjatuhkan hukuman mati terhadapnya. Semasa pemerintahannya, kaisar ini dikenal begitu kejam terhadap lawan politiknya. Ia malah dituduh kanibalis, koruptor serta mendalangi penembakan terhadap seratus anak sekolah yang menurutnya pembangkang.
      Bokassa menghabiskan biaya Rp 12,5 milyar tatkala menobatkan dirinya sebagai kaisar tahun 1977. Mengapa pengagum Napoleon Bonaparte ini begitu brutal dalam pemerintahannya. Itu tak lain gara-gara ia merasa lebih dari semuanya. Menteri atau jenderal tak mungkin menegur seorang kaisar yang berkuasa penuh. Selain Bokassa, juga Idi Amin Dada berperilaku demikian.
      Fir’aun, bukanlah manusia dengan kadar kimiawi yang berlebihan, ia sama dengan kita. Ketika dicubit ia pasti merasa sakit. Cuma rumus kecongkakannya sebab ia golongan (the have), punya kekuasaan serta kekayaan. Itu saja.

(Pedoman Rakyat, 22 Mei 1988)





























































Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Amazing People