Selasa, 26 Juni 2012

Kompas Anti Islam



Kompas Anti Islam
 
 
(Bagian Pertama dari Dua Tulisan)
Oleh Abdul Haris Booegies

      Harian Kompas kembali menghina Islam.  Dulu Kompas mengolok-olok Islam dengan “ijo loyo-loyo”.  Sekarang Kompas melecehkan Islam soal penyembelihan sapi.
     Kompas yang dipelesetkan sebagai Komando Pastur melecehkan lagi umat Islam.  Pada rubrik Pojok Mang Usil tertulis:  “Pemotongan sapi dinilai tidak manusiawi, Australia hentikan ekspor sapi ke Indonesia.  Tepatnya, tidak berperikebinatangan” (Kompas, 3 Juni 2011).
     Kompas memandang kalau penyembelihan sapi tak berperikebinatangan.  Aspek ini menunjukkan bila Kompas seolah berniat supaya kaum Muslim Indonesia makan sapi yang ditembak sebagaimana di Eropa, Amerika Serikat dan Australia.
     Sebelum Kompas, maka, Brigitte Bardot pun sempat berang dengan umat Islam karena menyembelih binatang.  Mantan bintang cabul tersebut meluncurkan kampanye guna mengakhiri penyembelihan hewan secara agama di Perancis.
     Bardot mengecam pemotongan binatang dalam rangka menaati perintah Tuhan.  Penyembelihan itu dianggapnya mirip yang dilakukan pada Abad Pertengahan.  Menurut Bardot, ada metode modern untuk mencegah hewan menderita kala dibunuh.
     Pada 30 September 1992, Pojok Mang Usil juga mengejek Islam dengan ungkapan “ijo loyo-loyo” (orang muda tapi loyo).   Istilah tersebut dicatut dari “ijo royo-royo” (hijau segar).  Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), kontan tersinggung.  Ia menilai “ijo loyo-loyo”  berarti “Islam itu loyo”.
     Kompas layak cemas di masa tersebut.  Soalnya, banyak cendekiawan serta eksponen Muslim terlibat dalam pemerintahan, DPR, MPR dan ABRI.  Hal itu dipandang sebagai bahaya Islamisasi.
     Kasus “ijo loyo-loyo” ternyata kurang gereget.  Kompas pasti terkekeh-kekeh senang.  Pasalnya, kaum Muslim tidak bertindak tegas.  Kompas cuma disuruh minta maaf.
     Saya khawatir, dengan oplah besar, Kompas dapat mempengaruhi opini publik agar tiada lagi penyembelihan sapi.  Apalagi, jika mereka didukung Islam progresif yang berasas liberal.  Untung Gus Dur sudah mati!  Ketika kita merapatkan barisan menghadapi Kompas, ia pasti mendengus: “gitu aja kok repot”.
     Nabi Muhammad bersabda: “Sungguh, kalian bakal mengikuti cara manusia sebelum kamu.  Sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.  Andai mereka masuk ke lubang biawak, niscaya kalian menurutinya pula”.  Sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah mereka orang Yahudi serta Kristen?”  Nabi Muhammad menjawab: ”Siapa lagi kalau bukan mereka!” (Imam Bukhari).
     Tak bisa dipungkiri, umat Islam dewasa ini berada di tengah pusaran peradaban kafir.  Sapi yang disembelih atas nama Allah dianggap tidak berperikebinatangan.  Betul-betul sok manusiawi, sok beradab sekaligus sok hewanis!
     Pada dasarnya, yang membuat Kompas besar tiada lain kaum Muslim sendiri.  Mereka bangga membaca Kompas.  Bangga dengan cara berlangganan.  Tatkala Kompas berurat akar di kepala, maka, media tersebut gampang memelintir opini umat Islam.
     Tanpa disadari, kaum Muslim lalu digiring dengan persepsi perihal dunia baru.  Homoseksual dinilai tak sama dengan homoseksual tempo doeloe.  Jihad diidentikkan kekerasan.  Hukuman mati di Arab Saudi atau Malaysia dipandang tidak berperikemanusiaan.  Memakai cadar dianggap melanggar hukum.  Semua yang baik di sisi Islam diobrak-abrik menjadi buruk.
     Seluruh elemen itu lantas menggerogoti pola pikir umat Islam.  Sebab, “saya adalah apa yang saya baca”.  Anda baca Kompas, niscaya bertingkah sesuai agenda Kompas yang merupakan media Katolik.  Saudara baca Republika, akan berperilaku selaras dengan nilai-nilai tauhid.  Anda baca situs arrahmah.com, maka, berwatak pejuang suci.
     Kompas yang terus-menerus dicerna bakal membekas.  Akibatnya, begitu dilecehkan, kaum Muslim tak tersinggung.  Maklum, mereka telah menyatu dengan pola pikir sesat.
     Bila ada yang mengatakan bahwa saya sulit melepaskan Kompas, berarti orang bersangkutan sudah tercuci otak.  Di situ pula letak kemenangan Kompas.  Mereka sukses menggiring opini pembaca.  Padahal, ada media semacam harian Terbit dan Pelita yang cocok disimak umat Islam.
     Saya ingin mengimbau kepada saudara seiman bahwa Kompas wajib dilawan jika menghina Islam.  Kita tidak boleh diam!  Jangan takut!
     “Hai insan beriman, kalau kamu membela (agama) Allah, niscaya Ia akan menolongmu (mencapai kemenangan) seraya meneguhkan pendirianmu” (Muhammad: 7).
     Kita senantiasa dihina.  Islam selalu dipojokkan.  Politikus Belanda sekaligus pemimpin Partij voorde Vrijheid, Geert Wilders menghina lewat Fitna.  Film yang dirilis di Internet pada 27 Maret 2008 tersebut, mengolok-olok Islam maupun al-Qur’an.  Kemudian Terry Jones mensponsori Hari Pembakaran al-Qur’an (Burn the Qur’an Day) pada 11 September 2010.
     Dulu, tabloid Monitor milik Kompas dua kali melecehkan Rasulullah.  Sekali menempatkan nama Nabi Muhammad di urutan bawah angket.  Tabloid yang diasuh Arswendo Atmowiloto itu lalu mendeskripsikan secara visual sosok Rasulullah.  Penistaan tersebut muncul karena umat Islam Indonesia merasa inferior.  Hingga, lebih suka jalan damai.
     “Jangan merasa lemah sembari mengajak (musuh) untuk berdamai.  Kamu lebih unggul!  Allah bersamamu (demi menggapai kemenangan).  Tuhan tak bakal mengurangi pahala perbuatanmu” (Muhammad: 35).
     Kapan MUI merekomendasikan fatwa tentang pemboikotan media yang anti Islam.  Kapan Front Pembela Islam (FPI) bertindak terhadap media yang doyan melecehkan Islam.  Kapan mahasiswa Islam Indonesia bergerak.  Kapan kaum Muslim bersatu-padu melawan media yang menistai penyembelihan hewan?
     “Tidak akan senang kaum Yahudi serta Kristen sebelum kamu mengikuti agama mereka!” (al-Baqarah: 120).

Insya-Allah, tulisan ini akan bersambung dengan judul: “Mari Berjihad Lawan Kompas!  Jangan Takut!”














2 komentar:

  1. Hari ini kaum Muslimin berada dalam situasi di mana aturan-aturan kafir sedang diterapkan. Maka realitas tanah-tanah Muslim saat ini adalah sebagaimana Rasulullah Saw. di Makkah sebelum Negara Islam didirikan di Madinah. Oleh karena itu, dalam rangka bekerja untuk pendirian Negara Islam, kita perlu mengikuti contoh yang terbangun di dalam Sirah. Dalam memeriksa periode Mekkah, hingga pendirian Negara Islam di Madinah, kita melihat bahwa RasulAllah Saw. melalui beberapa tahap spesifik dan jelas dan mengerjakan beberapa aksi spesifik dalam tahap-tahap itu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar Anda menarik dan selayaknya diaplikasikan. Terima kasih atas perhatian Anda. Salam jabat erat

      Hapus

Amazing People