Selasa, 27 September 2022

Kami Disatukan


Kami Disatukan
Oleh Abdul Haris Booegies


Kami disatukan
Dalam pondok religius
Ditempa menjadi insan agamawi
Kami disatukan
Dalam dinding-dinding putih
Tiada kasta
Semua berbaur
Kami disatukan
Sebiji buah kecil
Dicicipi beramai-ramai
Kami disatukan
Ikatan batin
Langkah kami berbeda
Rindu kami serupa
Kami disatukan
Semangat untuk bersama
Darah kami berbeda
Jiwa kami senyawa
Kami disatukan
Sebagai putra-putri agamawi
Ditempa di Pesantren IMMIM

Momumen Emmy Saelan, Selasa, 27 September 2022 pukul 10.15-10.53


Selasa, 20 September 2022

Serdadu Karang


Serdadu Karang
Oleh Abdul Haris Booegies


Sang kala melintas
Segesit kilat yang menerobos zaman dan generasi
Jejak-jejak tempo
Meninggalkan hamparan momen, sepintas maupun lestari
Ada suka ada duka
Ceria atau lara adalah ongkos kehidupan
Senang serta susah tiada lain permainan nasib
Dilakoni manusia
Ningrat atau jelata pasti ditimpa kebaikan dan keburukan
Wahai ayah kami
Tengoklah ke kanan
Kau lihat tawa-riang
Wahai ayah kami
Tengoklah ke kiri
Kau lihat perih-pilu
Begitulah lembar hidup kami sebagai putra-putrimu
Untung-malang merupakan takdir
Kami paham suratan nasib, namun, tak kenal apa itu menyerah
Begitulah titahmu
Dulu saat kami bersamamu
Kini
Kami terus berjuang
Kami serdadu karang
Tidak goyah ditumbuk ombak, angin atau keserakahan manusia
Kami serdadu yang terus bergerak
Melaju laksana sang kala yang menerobos zaman serta generasi
Kami serdadu Fadeli Luran
Sosok karang di hamparan momen abadi Pesantren IMMIM

Monumen Emmy Saelan, Selasa, 20 September 2022 pukul 10.52-11.45


Minggu, 11 September 2022

Godaan Afifi


Godaan Afifi
Oleh Abdul Haaris booegies


     Di Pesantren Modern Pendidikan al-Qur'an IMMIM, kita menemukan banyak karakter santri.  Watak mereka warna-warni bak sekotak krayon.  Perilaku santri jelas dipengaruhi oleh lingkungan sosial dalam kampus.  Tidak kalah penting yaitu konfigurasi fisik bangunan.
     Konstruksi bangunan Pesantren IMMIM di tarikh 1980-1986, memungkinkan santri enteng kabur dari pondok.  Akses favorit ialah arah Tenggara.  Di penjuru ini, terentang pagar depan pesantren dari Selatan ke Utara.  Dari Timur ke belakang rute Barat sampai danau Unhas, ada pembatas antara pesantren dengan situs panggung serbaguna.
     Di pojok Tenggara melintang gerbang besi yang sesekali terbuka.  Pintu kupu-kupu ini dipasangi tombak-tombak pengaman di bagian atas.  Di situ santri memanjat untuk kabur ke kota atau menyelinap ke pasar Bharata.
     Selama enam tahun saya di pesantren, pagar berlembing tersebut cuma satu kali memakan korban.  Di suatu siang pada 1983, seorang santri kelas V gagal fokus.  Ketika mau bolos, bokongnya tersangkut di tombak.  Ia sontak mengerang persis monyet yang dijentik biji zakarnya.
     Santri-santri tertegun sambil berpandangan saat tahu ada rekan terantuk pantatnya di pagar.  Santri nahas itu lalu dilarikan ke Rumah Sakit Faisal oleh Pak Mantri dengan Vespa bututnya.  Sementara santri lain terpingkal-pingkal mendengar kejadian konyol tersebut.
     Sampai malam, hikayat heboh ini menjadi trending topic di Pesantren IMMIM.  Pasalnya, dianggap lebih lucu dari banyolan Dono, pentolan Warkop DKI.  Secara kontemporer, adegan sial tertusuk lembing gerbang itu lebih kocak dari dagelan Mr Bean atau fragmen-fragmen America's Funniest Home Videos.
     Di sudut Tenggara tersebut, saya dengan Ahmad Afifi sering lompat untuk kabur.  Kami menuju kota untuk nonton di bioskop.
     Afifi merupakan santri populer.  Ia tergolong santri sultan.  Selama enam tahun sejak kelas I sampai VI, ia satu-satunya santri yang lauknya telur.  Sarapan, santap siang sekaligus makan malam Afifi selalu telur dadar.
     Walau akrab, namun, Afifi tak pernah memberiku telur dadarnya.  Ia lebih memilih kawan lain untuk diberikan seiris telur dadar.  Afifi pasti mafhum, makananku lebih berkelas.  Mantang yang merupakan kepala chef di aula untuk pegawai luar yang menjalani penataran, senantiasa menyediakanku hidangan istimewa.  Inilah yang membuat saya jarang makan bersama di dapur.

Rabu, 2 Februari 1983
     Malam ini, hanya saya sendiri yang terjaring qismul amni (seksi keamanan).  Namaku ada pula di mahkamah lugah (pengadilan bahasa).  Pelanggaranku di qismul amni ternyata sepele banget.  Saya jarang ke dapur untuk makan.  Ada-ada saja agenda pertama OSIS yang baru dilantik demi menjeratku.
     Saya beruntung karena tidak sempat dicincang oleh algojo qismul amni yang dilanda kalut.  Ini gara-gara S, santri kelas IIIA.  Tadi sore, ia mengirim surat ke qismul amni untuk bermusyawarah.
     Seorang awak qismul amni yang murka kontan berseru: "Apa yang ingin dimusyawarahkan!"
     Sejumlah anggota qismul amni pun menggeruduk kelas IIIA.  Anak IIIA kaget bin heran.  Rupanya, S membubuhkan nama IIIA sebagai pihak yang berhasrat berdialog dengan qismul amni.  Padahal, IIIA tak pernah dihubungi oleh S.
     Seluruh santri kelas IIIA pun berang.  Dari ruang kelas, S terus didorong-dorong sampai terpojok di koridor.  Ia pasrah tanpa perlawanan ketika segenap santri IIIA nyaris mengeroyoknya.  Mujur ada Zukkifli Maidin.  Saya juga sempat merintangi sahabat-sahabat yang beringas.
     "Ah, kamu Haris!  Kamu menghalangi orang yang hendak memukul S", sembur Afifi.

Sabtu, 2 Maret 1985
     Malam saat menuju ke dapur, Afifi mencegatku.
     "Film The Lady Doctor itu bagus?"
     "Itu tontonan dewasa.  Dibintangi Edwige Fenech",  jawabku.
     "Saya ingin pergi menyaksikannya di acara midnight show.  Mau ikut?"
     Hatiku tergoda diajak Afifi.  Setelah berpikir sekenanya, saya pun oke.
     Selepas Isya, saya, Afifi, Arfandy, Armansyah, Muhammad dan Syafaruddin melompati gerbang bertombak besi menuju kota.  Kami akan menikmati adegan-adegan hot Edwige Fenech di The Lady Doctor (La Dottoressa del Distretto Militare).  Bintang Italia ini merupakan jaminan film telanjang.  Entah mengapa, Edwige Fenech doyan melepas kutang di pita seluloid.
     Pukul 00.00, kami berada di antara ratusan penonton di Paramount.  Hampir semua pemirsa adalah laki-laki.  Tentu saja rata-rata berwajah mesum, termasuk enam santri IMMIM.
     Kami sempat dipergoki Amir Machmud.  Ia baru saja nonton Gawang Gawat.  Film ini dibintangi Marissa Haque serta Eva Arnaz.
     Menjelang pukul 02.00, seusai memirsa The Lady Doctor.  Saya menyulut pertengkaran.  Saya mendambakan ke Sentral menyaksikan breakdance.  Sedangkan Arfandy berniat ke Masjid Raya yang berjarak kurang 100 meter dari Paramount untuk tidur-tiduran menanti subuh.  Sebab, mustahil ada mikrolet (petepete) di tengah malam.
     Suasana tegang berangsur reda sesudah diputuskan ke Pantai Losari.  Muhammad tidak sudi nimbrung.  Ia memilih kembali ke pondok.
     Kami berlima lantas berjalan kaki ke pantai.  Jarak Paramount sampai ke pantai berkisar tiga kilometer. Di Jalan Kartini, sempat singgah sejenak di tepi Karebosi memandang aksi-aksi waria.
     Lima menit setelah menjejakkan kaki di Pantai Losari, hujan turun.  Saya melirik arloji, sekarang jam tiga.  Sudah dini hari.  Ketika hujan berhenti, kami bergegas meninggalkan pantai.  Berjalan pulang dengan kaki masing-masing.
     Kami bernasib baik berkat di area Karebosi, ada mikrolet.  Kami gembira seraya berlomba naik untuk kembali ke pangkuan pesantren.  Tadi kami durhaka, berdosa gara-gara film Edwige Fenech.

Selasa, 17 September 1985
     Bakda Magrib, kelas VI IPA ke pesta pernikahan Pak Bur (guru biologi) di Gedung IMMIM.  Seluruh guru maupun pembina Pesantren IMMIM, hadir.
     Santri kelas VI IPA sempat berfoto-foto alias groupfie (group selfies) dengan pengantin.  Kami berfoto pula di selasar Islamic Centre.
     Saat rombongan santri hendak pulang naik mikrolet, saya pinjam Vespa milik Atmal Ariady.  Afifi kemudian memboncengku.  Kami pergi melihat baliho dan poster film di beberapa bioskop.
     Ketika tiba kembali di Gedung IMMIM, Atmal marah sekali.  Menurutnya, kami sangat lama.
     "Kalau Haris ke bioskop, mana mungkin sebentar", terdengar suara Khuzaifah tatkala Atmal telah berlalu.

Ahad, 29 Desember 1985
     Sesudah lari sore ke Tallo untuk persiapan long march Black Panther, saya bersepakat dengan Afifi untuk bolos ke kota.
     Kami melompati gerbang berlembing di siku Tenggara guna ke New Artis Theatre.  Film yang kami tonton yakni Greystoke: The Legend of Tarzan, Lord of the Apes.  Film ini kurang menarik.  Untung ada Andie MacDowell (Jane Porter) yang kecantikannya mengobati rasa kecewa.

Senin, 24 Februari 1986
     Saya merencanakan untuk pulang besok.  Apa lacur, Afifi datang mempengaruhiku agar bolos siang ini.
     Kami pun kabur dari kampus.  Di rumah di Jalan Vereran Selatan, kami cuma mengobrol tiada jeda.  Tanpa titik serta spasi.  Saat Magrib, Afifi bertandang ke sepupunya yang tinggal di Asrama Palopo di Jalan Ratulangi.  Ia hanya berjalan lebih-kurang 200 meter dengan melewati Jalan Kelinci untuk sampai.

Ahad, 16 Maret 1986
     Saya dengan Afifi kabur lagi dari pesantren.  Pukul 15.00, kami tiba di Makassar Theatre.  Sinema yang bakal disaksikan yaitu Rocky IV.  Dibintangi oleh Sylvester Stallone, Dolph Lundgren dan Brigitte Nielsen.
     Kami puas nonton.  Apalagi, petinju Amerika Rocky Balboa mengalahkan petinju Uni Soviet Ivan Drago.

Jumat, 28 Maret 1986
     Saya bersama Afifi, kembali bolos dari kampus.  Tujuan kami ialah Mitra.  Bioskop tersebut memutar Kerjarlah Daku Kau Kutangkap.  Ini film komedi terlaris pada 1986.  Saya yang selama ini emoh menonton film Indonesia, akhirnya mewajibkan diri menyaksikannya.
     Di pertengahan film, Afifi menyeletuk.
     "Oh, ini pernah disiarkan cuplikannya di TVRI.  Di acara Apresiasi Film Nasional".
     Saya tak menghiraukan Afifi.  Maklum, berkonsentrasi mengagumi akting prima Lydia Kandou.  Kampungan betul bicara di bioskop!  Begitulah jika Puma (Putra Tamalanrea).

Senin, 7 April 1986
     Kelas VI putri Minasa Tene mendarat di Tamalanrea untuk menempuh Ebtanas SMA yang dimulai besok.  Mereka langsung digiring ke aula.
     Cowok-cowok Tamalanrea cuma kasak-kusuk.  Bagaimana cara mendekati cewek-cewek Miss Teen (Minasa Tene) yang dikawal ketat oleh pembina.

Sabtu, 19 April 1986
     Pukul 16.00, Afifi bersama Andi Muhammad Yusuf menemuiku di rumah.  Keduanya bertanya perihal problem gawat yang menimpanya.
     Afifi serta Yusuf berstatus buronan pesantren.  Mereka dicari senpai Indra Jaya.  Ini akibat Afifi dan Yusuf menyiram seorang putri Miss Teen.
     Keduanya dikibuli bahwa santriwati bersangkutan tengah berulang tahun.  Kala petang di depan aula, Afifi dengan Yusuf lantas mengguyurnya dengan air sebagai bentuk kegembiraan.  Di luar dugaan, peristiwa ini dinilai tidak etis oleh pembina Minasa Tene.  Kedua pelaku kemudian dilaporkan.  Senpai Indra pun turun tangan.
     Afifi dengan Yusuf hampir tak bisa mengikuti Ujian Pesantren yang berlangsung pada 19-23 April 1986.  Sekonyong-konyong berembus desas-desus.  Sekelompok kelas VI tidak puas dengan modus penanganan senpai Indra yang dianggap keras.
     Malam ini, kedua buronan saya ajak menghibur diri.  Melupakan stres kronis yang membuatnya kusut di ujung akhir perjalanan sebagai santri.  Di momen ini, Afifi serta Yusuf merupakan komponen senyawa yang dibekuk perkara rawan.
     Kami bertiga lalu berboncengan motor ke New Artis.  Tak berhajat nonton, sekedar kongko ala remaja metropolitan di pelataran bioskop.
     Setelah jenuh melewatkan malam getir minus gairah, kami kembali ke Jalan Veteran Selatan untuk tidur.  Berharap mimpi indah sedang menunggu.


Minggu, 04 September 2022

Maryam


Maryam
Oleh Abdul Haris Booegies


     Nama Maryam, Merjema, Mary, Marie atau Maria, tercantum di al-Qur'an sebanyak 34.  Ia satu-satunya wanita yang disebut dalam al-Qur'an.  Bahkan, namanya diabadikan sebagai titel surah. Maryam merupakan putri Imran, ulama terkemuka di Baitul Maqdis.
     Abu Qasim bin Asakir menukilkan susur galur Maryam.  Menurutnya, leluhurnya dimulai dari Imran bin Matsan bin Azar bin al-Yud bin Akhnaz bin Shaduq bin Iyazuz bin al-Yaqim bin Aibud bin Zaryabil bin Syatal bin Yauhina bin Barsya bin Amun bin Misya bin Hizqiya bin Ahaz bin Mautsa bin Izriya bin Yauram bin Yusyafat bin Isya bin Iba bin Rahba'am bin Nabi Sulaiman bin Nabi Daud.
     Silsilah ini tidak dikenal dalam Islam.  Ini cuma dongeng Israiliyat.  Asal-usul konyol bin gombal bin ceroboh bin sembrono bin sontoloyo ini juga berbeda dengan yang dipresentasikan oleh Muhammad bin Ishaq.  Keduanya sama-sama bingung dengan daftar keliru kakek Maryam yang direka-rekanya sendiri.  Ada pula spekulasi bahwa ibunda Maryam yakni Hannah binti Faqudha bin Qabil.  Ini bernuansa biblikal yang tak sejiwa dengan spirit Islam.
     Tatkala Imran wafat, maka, Nabi Zakaria mengasuh Maryam.  Imam Agung tersebut menempatkan gadis cilik itu di mihrab, ruang khusus dalam rumah ibadah bani Israil.  Di situ, Maryam shalat demi menguduskan Allah.
     "Hai Maryam, taatlah beribadah kepada Tuhanmu.  Sujud dan rukuklah bersama insan yang rukuk" (Al Imran: 43).
     Pada Surah Maryam ayat 28, Maryam diperkenalkan sebagai اُخۡتَ هٰرُوۡنَ (saudari Harun).  Sampai sekarang, orang di luar Islam meledek ayat ini.  Mereka menilai al-Qur'an tidak jeli dari segi sejarah.  Musababnya, mengira Maryam sebagai Miryam, kakak Nabi Musa serta Nabi Harun.
    Dakwaan ini sesungguhnya lembek.  Soalnya, Maryam merupakan putri tunggal.  Tak punya abang atau adik.
     Mengapa al-Qur'an menamakan Maryam sebagai "saudari Harun"?  Louay Fatoohi dalam The Mistery of Historical Jesus (2013) berteori bahwa "saudari Harun" bermakna Maryam merupakan keturunan seorang kakek masyhur bernama Nabi Harun.  Bisa juga berarti seorang kakek lain yang teramat dihormati.  Al-Qur'am menggunakan kosakata "saudara" untuk menghubungkan individu dengan kaumnya.
     Dalam visi Ahmad Deedat, di era tersebut, pribadi saleh dipanggil "saudara Harun" atau "saudari Harun".
     Tesis Ahmad Deedat ini seperti bila kita mengagumi kecerdasan seseorang.  Individu genius sering disebut "berotak Einstein".  Talenta muda lapangan hijau acap dinamakan "titisan Maradona".  Petinju berbakat kerap dipuji sebagai "duplikat Tyson".  Padahal, yang bersangkutan tidak memiliki hubungan keluarga dengan Albert Einstein, Diego Maradona atau Mike Tyson.

Sayap Patah
     Ayat 24 Surah Maryam dimulai dengan فَنَادٰٮهَا مِنۡ تَحۡتِهَاۤ.  Al-Qur'an Tajwid & Terjemah (2008) terbitan Departemen Agama menakrifkan: "Maka dia (Jibril) berseru kepadanya dari tempat yang rendah".  M Quraish Shihab dalam Al-Qur'an & Maknanya (2010) menafsirkan: "Maka dia (Malaikat Jibril as) menyerunya dari tempat yang rendah (di bawahnya)".  Mahmud Yunus dalam Tafsir Quran mengurainya: "Maka Jibril pun menyerunya ketika itu, sedang ia di bawahnya".
     Dalam Le Saint Coran (terjemah al-Qur'an bahasa Perancis), فَنَادٰٮهَا مِنۡ تَحۡتِهَا diinterpretasikan: "Alors, il l"appela d'au-dessous d'elle (lui disant)".  Di catatan kaki diterangkan jika "il" yang berarti "dia laki-laki" adalah Jibril.
     Dalam bahasa Bosnia, فَنَادٰٮهَا مِنۡ تَحۡتِهَا dialihbahasakan: "I melek je, koji je bio niže nje, zovnu".  "Melek" bermakna malaikat yang merujuk ke Jibril.
     Koranen (Qur'an Majid), versi Denmark karya AS Madsen cetakan 1989, menakwilkan فَنَادٰٮهَا مِنۡ تَحۡتِهَا dengan "Da kaldte (englen) hende fra (et sted) neden under hende".  Morfem "englen" yang diapit tanda kurung berarti malaikat.  "Kemudian (malaikat) memanggil dari (tempat) yang berada di bawah".
     Abdullah Yusuf Ali dalam Holy Qur'an (1998) merumuskan فَنَادٰٮهَا مِنۡ تَحۡتِهَا dengan "But (a voice) cried to her from benerath the (palm-tree)".
     Bacaan Mulia (1982), terjemah al-Qur'an racikan HB Jassin mendefinisikan ayat tersebut secara puitis selaras wawasan A Yusuf Ali.  "Maka suatu suara memanggilnya dari bawah".
     A Yusuf Ali maupun Jassin, sama-sama tak punya catatan kaki perihal sumber suara.
     Benarkah Jibril berseru dari bawah?  Kenapa Jibril bisa ada di bawah Maryam.  Apa yang dimaksud "di bawah"?  Apakah Jibril berada di bawah tebing lantas berteriak ke arah Maryam.
     Mengapa dalam ragam terjemah al-Qur'an, Jibril dideskripsikan berada di bawah.  Apakah sayap malaikat itu patah sampai tidak sanggup terbang ke dekat Maryam.

Sungai Mengalir
     Ada satu lagi terjemah al-Qur'an berbahasa Denmark.  Dalam versi ini, فَنَادٰٮهَا مِنۡ تَحۡتِهَا dimaklumatkan dengan "Infant benævnede hende hendes talemåde".  Aksentuasi frasa ini menginformasikan bahwa "bayi tersebut berbicara kepada dia".
     Terjemah ala Denmark ini sangat masuk akal.  Bukan Jibril yang memekik di dekat kaki Maryam, namun, Nabi Isa.  Apalagi, Isa Alaihisslam tak menangis saat dilahirkan.  Ini selaras Hadis.  "Tiada bayi terlahir tanpa tusukan setan yang mengakibatkannya menangis kecuali Nabi Isa dan Maryam".
     Nabi Isa bersama Maryam tidak menangis kala dilahirkan berkat doa eyang putri, nyonya Imran.  "Saya memohon perlindunganMu.  Bagi Maryam serta anak-cucunya.  Dari gangguan setan terkutuk" (Al Imran: 36).
     Sedetik sesudah dilahirkan, maka, Nabi Isa mengucapkan kalimat : "Jangan bersedih".  Ia menggembirakan sang bunda yang merana ditindih sesak hati selepas bersalin.  Di momen esensial itu, Maryam yang yatim piatu, termangu sebatang kara di tengah kesunyian di antara pepohonan rimbun nan rindang.  Duka Maryam kian menganga lantaran Nabi Zakaria yang selama ini melindunginya, telah lama mangkat.  Hatta, ia gundah di tengah kerinduan untuk pulang ke Baitul Maqdis.
     "Jangan bersedih", merupakan semboyan untuk menghadapi realitas hidup.  Kesedihan tak mengubah dunia tempat kita berpijak.  Waktu terus beranjak tanpa peduli kepada siapa pun atau apa saja.  Siapa bersedih, niscaya tertinggal.  Tenggelam sebagai pecundang kehidupan.  Jangan bersedih.  Sebab, hidup merupakan proses yang terus bergulir sebagaimana sungai yang mengalir.

 

Amazing People