56. Al-Waqiah
(Hari Kiamat)
Dengan Nama Allah, Pemilik Kasih Sayang yang Mahapemurah
1. Kalau Kiamat
terjadi.
[Al-Waqiah, al-Haqqah serta al-Azifah berarti Hari Kiamat. Surah al-Waqiah acap dibaca Nabi Muhammad bila shalat Subuh]
2. Peristiwa itu muskil
disangkal.
3. Momen itu
merendahkan (kelompok ingkar) sekaligus meninggikan (golongan taat).
4. Kalau bumi
diguncang secara dahsyat.
[Nabi Muhammad bersabda: “Pada
Hari Kiamat, bumi bagai sepotong roti yang digoyang-goyangkan oleh tangan
Allah. Seperti kalian
menggoyang-goyangkan roti dalam perjalanan. Roti merupakan hidangan warga Surga”]
5. Gunung-ganang
kemudian dihancurkan sampai luluh-lantak.
6. Menjelma debu yang
beterbangan.
7. Kalian terbagi
tiga golongan.
8. Golongan kanan
yang begitu mulia.
[Dinamakan golongan kanan karena menerima Catatan Amal dengan tangan
kanan]
9. Sementara golongan
kiri. Alangkah sengsaranya.
10. Golongan ketiga
ialah manusia yang lebih dulu beriman.
Insan unggul itu yang pertama masuk Surga.
[Mereka langsung beriman saat dakwah diserukan. Tidak terkatung-katung dalam keraguan
iman. Inisiatifnya menjadi himpunan
pertama yang beriman membuat derajatnya teramat tinggi di Akhirat]
11. Golongan ketiga didekatkan
kepada Allah.
[Mereka dimuliakan di sisi Allah]
12. Mereka berada
dalam Surga bertabur nikmat.
[Surga yang sarat kenikmatan yakni Naim]
13. Mereka sekelompok
besar umat terdahulu.
14. Kemudian
sebilangan kecil (umat Islam) yang datang di belakang.
[Nabi Muhammad bersabda: “Kami golongan
akhir, tetapi, kelompok pertama yang masuk Surga]
15. Mereka duduk di atas
peterana bertatah emas serta permata.
16. Bersandar di atas
dipan secara berhadap-hadapan.
17. Dilayani
anak-anak muda yang tetap awet.
18. Mereka mengedarkan
gelas, cerek dan seloki berisi khamar Surgawi.
Diceduk dari sungai yang mengalir jernih.
[Khamar di Surga berbeda dengan khamar dunia]
19. Tidak pening
sesudah diteguk. Tidak pula memabukkan.
20. Disuguhkan bermacam
buah yang mereka pilih.
21. Tersedia daging
burung seperti yang diinginkan.
22. Ada bidadari
bermata elok.
23. Laksana mutiara cemerlang
yang tersimpan apik.
24. Semua menjadi
imbalan atas perbuatan mereka di dunia.
25. Tiada terdengar tutur
sia-sia di Surga. Tidak pula percakapan
yang menimbulkan dosa.
26. Perkataan yang
bergema hanya ucapan salam di antara mereka.
27. Golongan
kanan. Alangkah bahagia mereka.
28. Bersenang-senang
di antara pohon bidara yang tanpa duri.
29. Pohon pisang
dengan buah yang susun-bersusun.
30. Naungan
terbentang luas.
31. Air tercurah
terus-menerus.
32. Melimpah-ruah
beragam buah.
33. Tiada henti
berbuah. Tidak terlarang pula
memetiknya.
34. Kasur-kasur tebal
nan empuk di ranjang.
35. Kami menciptakan
bidadari secara sempurna.
[Bidadari tidak lahir lewat proses biologis seperti manusia. Mereka langsung jadi sebagai dara jelita]
36. Kami menjadikannya
selalu perawan.
[Sebagai istri warga Surga, hauri terus-menerus gadis suci. Usai bercinta, ia kembali perawan]
37. Sangat
menggairahkan. Ia pun sebaya.
38. Mereka milik
golongan kanan.
39. Segolongan besar
umat terdahulu.
40. Kemudian
sekumpulan besar manusia sesudahnya (umat Islam).
[Ayat 39-40 turun untuk menenteramkan hati kaum Muslim. Banyak sahabat gundah-gulana oleh ayat 13 dan
14 yang berbunyi: “Mereka sekelompok besar umat terdahulu. Lalu sebilangan kecil (kaum Muslim) yang
datang di belakang”.
Nabi Muhammad lantas
menandaskan. “Kalian sepertiga penduduk
Surga. Kalau bisa setengahnya. Separuh sisanya dibagi umat lain”]
41. Golongan kiri? Betapa malang nasibnya.
42. Mereka berada di
tengah siksa hawa panas maupun air mendidih.
43. Disergap pula asap
hitam.
44. Tidak sejuk. Tak jua menyenangkan.
45. Di dunia mereka berfoya-foya.
46. Tidak putus
melakukan kejahatan besar.
47. Mereka senantiasa
berceloteh: “Jika kami mati menjadi tanah
serta tinggal tulang-tulang. Apakah kami
benar-benar dibangkitkan?”
48. “Apakah leluhur
kami juga dibangkitkan?”
49. Jawab (wahai Nabi
Muhammad): “Ya! Manusia awal sekaligus akhir”.
50. Mereka pasti
dikumpulkan di suatu momen pada hari yang dikenal.
[Hari yang dikenal ialah Kiamat. Semua manusia tahu apa itu Kiamat, tetapi, mayoritas menyangkalnya]
51. Hai orang sesat
yang mendustakan Kiamat.
52. Kalian pasti
melahap buah zaqqum.
[Ada riwayat bahwa di bumi tumbuh pohon zaqqum. Berbau busuk dengan buah
pahit. Tentu bukan zaqqum itu yang dimaksud]
53. Mengisi penuh
perut dengan buah zaqqum.
54. Selepas itu
kalian meneguk air panas menggelegak.
55. Kalian minum
laiknya unta yang sangat haus.
[Unta menenggak 30 liter air dalam 10 menit]
56. Makanan itu sebagai
hidangan selamat datang di Hari Pembalasan.
57. Kami menciptakanmu. Mengapa kalian tak percaya Hari Kiamat.
58. Pikirkan perihal
mani yang kalian pancarkan ke dalam rahim.
[Abu Said al-Khudri meriwayatkan. Mereka bersama Nabi Muhammad berperang melawan bani Musthaliq. Beberapa wanita cantik ditawan. Rasa tertarik membuncah karena sudah lama
tidak bertemu istri. Mereka berniat
menebusnya agar dinikahi secara mut’ah. Mereka mau melakukan ‘azal (mengeluarkan sperma di luar organ intim
istri). Kepada Rasulullah hal itu
ditanyakan. “Tidak masalah walau kalian
tidak melakukannya. Tiada satu jiwa pun
yang telah Allah tetapkan untuk tercipta sampai Hari Kiamat. Semua pasti terjadi”]
59. Apakah kalian
yang membuatnya atau Kami yang menciptakan.
60. Kami menetapkan
kematian di antara kalian. Mustahil
dihalangi!
61. Dalam mengganti
dirimu seperti di dunia, maka, di Akhirat diciptakan kembali dalam keadaan yang
tak kalian tahu.
62. Kalian pasti
paham penciptaan pertama dirimu. Mengapa
tidak memetik hikmah?
[Penciptaan pertama ialah sebelum lahir di alam wujud]
63. Lihat benih yang
kalian tanam!
64. Apakah kalian
yang menumbuhkan atau Kami!
65. Kalau Kami
menghendaki, maka, dijadikannya tanaman itu hancur sampai lumat. Kalian tentu tercengang heran.
66. Sesal bergelayut. “Kami benar-benar dihimpit kerugian”
67. “Kami hampa tanpa
secuil hasil”.
68. Perhatikan air
yang kalian minum.
69. Apakah kalian
yang menurunkannya dari awan atau Kami.
70. Sekiranya Kami
menghendaki. Air itu niscaya terasa
asin. Jadi, sebaiknya kalian bersyukur.
71. Pandang api yang
kalian nyalakan dengan kayu yang digesek.
72. Apakah kamu yang
menumbuhkan kayu itu atau Kami.
73. Kami menjadikan
api sebagai peringatan (mengenai siksa Neraka).
Api juga bahan berguna bagi musafir.
74. Panjatkan
puja-puji kepada Tuhanmu yang Mahaagung [Bertasbih sebagai rasa syukur atas
nikmat-nikmat yang dikaruniakan Allah]
75. Aku bersumpah:
“Demi wadah berkitar bintang-bintang”.
[Sebagian orang menerjemahkan ayat ini dengan
“Aku bersumpah dengan masa turunnya bagian-bagian al-Qur’an”.
Al-Qur’an mirip bintang di langit. Bintang tidak jatuh sekaligus, tetapi, satu demi satu yang dikenal sebagai meteor. Al-Qur’an juga begitu. Diturunkan sesuai kebutuhan.
Ayat ini terkait ketika hujan turun. Nabi Muhammad bersabda: “Sebagian manusia ada yang bersyukur. Lainnya ingkar”. Seorang sahabat berkata: ‘”Ini rahmat dari Allah”.
Al-Qur’an mirip bintang di langit. Bintang tidak jatuh sekaligus, tetapi, satu demi satu yang dikenal sebagai meteor. Al-Qur’an juga begitu. Diturunkan sesuai kebutuhan.
Ayat ini terkait ketika hujan turun. Nabi Muhammad bersabda: “Sebagian manusia ada yang bersyukur. Lainnya ingkar”. Seorang sahabat berkata: ‘”Ini rahmat dari Allah”.
Ada kepercayaan di waktu itu
bahwa hujan turun karena bintang ini atau itu jatuh. Allah lalu menegaskan kalau semua keputusan
merupakan hakNya]
76. Sumpah itu tergolong
besar andai kalian tahu hakikatnya!
77. Al-Qur’an merupakan
bacaan sempurna yang teramat mulia.
78. Berasal dari
kitab terpelihara (Lauh al-Mahfuz).
79. Tak tersentuh
kecuali hamba-hamba yang disucikan.
80. Diturunkan dari
Tuhan semesta alam.
81. Apakah kalian memandang
remeh al-Qur’an?
82. Apakah nafkah
yang diterima dari Allah. Kalian pakai
untuk mendustakan al-Qur’an?
83. Mengapa kalian
tidak turun tangan ketika nafas terakhir orang sekarat sampai di tenggorokan.
84. Kala itu kalian
menyaksikannya.
85. Kami lebih dekat
kepadanya dibandingkan kalian, namun, tak terlihat.
86. Kalau kalian
menilai dirimu tidak berada dalam kekuasaan Allah.
87. Mengapa kalian
tidak mengembalikan nyawa orang tersebut.
Hal itu jika kamu memang benar.
88. Bila yang mati dekat
di sisi Allah berkat ketakwaannya.
89. Ia memperoleh
ketenteraman serta rezeki. Diberi Surga bertabur
kenikmatan.
90. Kalau ia golongan
kanan.
91. Malaikat
menyambutnya: “Salam sejahtera bagimu karena termasuk golongan kanan”.
92. Jika ia bagian dari
gerombolan pendusta. Sesat pula dirinya.
93. Ia disambut siraman
air mendidih.
94. Dibakar di Neraka
Jahim.
95. Peristiwa yang
diuraikan ini sungguh akurat.
96. Jadi, sucikan
nama Tuhanmu yang Mahaagung!
Derajat Terjemahan
Terjemah
al-Qur’an bukan al-Qur’an sesungguhnya.
Bukan al-Qur’an sejati yang diwahyukan kepada Maharasul Muhammad. Al-Qur’an senantiasa berbahasa Arab
klasik. Tidak dinamakan al-Qur’an jika
firman-firman Allah tersebut disadur ke bahasa Bugis atau Perancis. Soalnya, terjemahan muskil menampung seratus
persen maksud al-Qur’an. Alih bahasa
mustahil sepadan dengan arti hakiki yang dimaksud Allah. Apalagi, bahasa al-Qur’an bernas, ringkas,
puitis sekaligus sarat makna. Sedangkan
aneka bahasa yang digunakan dalam terjemahan tak efektif serta efisien.
Terjemah
al-Qur’an hanya deretan kata manusia, bukan untaian Kalam Ilahi dari Lauhul Mahfuz. Hingga, terjemah al-Qur’an tidak hidup, tak
punya sukma yang bisa menggelorakan spirit.
Terjemah al-Qur’an selalu kaku dan acap membingungkan. Dengan demikian, posisi terjemahan sekedar
“pengantar” untuk membaca al-Qur’an.
Bukan “kunci” buat memahami al-Qur’an.
Terjemah
al-Qur’an tidak pernah serupa.
Terjemahan senantiasa tampil beda.
Aspek itu menandaskan bahwa terjemahan tak mungkin setara dengan
al-Qur’an. Maklum, Kalam Ilahi tersebut
memiliki irama dalam teks, kejelasan arti, sintaks kalimat serta penggunaan
kata.
Terjemah
al-Qur’an secara harfiah (letterlejk) termasuk
repot diaplikasikan. Mayoritas ulama
berpendapat bahwa terjemahan harfiah rumit lantaran membutuhkan persyaratan
yang berat direalisasikan. Terjemahan
harfiah susah karena ada mufradat
(sinonim) per huruf antara bahasa penerjemah dengan bahasa al-Qur’an. Kemudian ada tanda baca yang sama pada bahasa
penerjemah terhadap tanda baca pada bahasa al-Qur’an. Tanda baca tersebut minimal mirip. Selain itu, terjemahan secara harfiah
menuntut kesamaan susunan kata antara bahasa penerjemah dengan bahasa
al-Qur’an. Kesamaan tersebut mencakup
kalimat, sifat atau tambahan-tambahannya.
Terjemahan
harfiah diharamkan ulama akibat makna yang dikandungnya kurang sempurna. Hatta, jauh dari maksud al-Qur’an.
Walau sukar,
tetapi, ada terjemahan yang benar-benar setia pada kata-kata dalam
al-Qur’an. Mereka berusaha selaras
dengan wahyu. Sebab, khawatir
mengaburkan arti. Mereka menjaga
interpolasi pikiran.
Terjemahan tidak
lepas pula dari platform sastra.
Terjemahan berdimensi puitis itu diperkaya dengan nuansa keindahan
bahasa si penerjemah. Dalam kasus ini,
penerjemah dapat digolongkan sebagai figur liberal. Pasalnya, menyuntikkan semangat bahasa ibu si
penerjemah ke dalam terjemahan. Mereka
tak menyukai kesetiaan pada tiap kata-kata Arab. Penerjemah semacam ini memakai kebebasan
dengan kata-kata pilihan.
Di berbagai
bentala, ada terjemahan yang benar-benar akademis. Ada juga sekedar informatif dengan bumbu
bahasa jurnalistik sastrawi. Tiap
kalimat tidak setia dengan kata per kata al-Qur’an. Spirit yang diemban ialah bagaimana al-Qur’an
cepat diserap dan tak membosankan ditelaah.
Pada akhirnya,
seluruh terjemahan dilandasi vitalitas agar Kalam Ilahi tersebut membuncah di
hati. Tiada seorang pun ingin
menampilkan terjemahan ala kadarnya.
Elemen itu pula yang membuat segenap terjemahan wajib dilengkapi di sisi
kanan atau atasnya teks al-Qur’an yang berbahasa Arab. Alhasil, bila ada yang salah atau keliru,
maka, pembaca segera mengecek ke al-Qur’an asli.
Terjemahan apa
saja terasa sempurna kalau dilampiri teks tulen al-Qur’an. Soalnya, al-Qur’an berbahasa Arab tersebut
sanggup berpengaruh secara psikologis terhadap pembacanya, biarpun ia tidak
mengerti bahasa Arab.
Di luar
negara-negara Arab, istilah paling membingungkan dalam al-Qur’an yakni kata nahnu.
Dhamir (kata ganti) nahnu bermakna “kita” atau “kami”. Dalam ilmu Nahwu (sintaksis), nahnu
bisa diterjemahkan “kita”, “kami”, “saya” atau yang lain tergantung konteks
kalimat.
Dalam bahasa
Arab, istilah serta kata tak selalu berarti zahir atau apa adanya. Sebagai contoh, kata antum (kalian). Antum sering digunakan untuk menyapa
lawan bicara kendati cuma satu orang.
Tidak dipakai kata anta
(kamu). Penggunaan antum yang plural dipandang lebih sopan sembari menghargai lawan
bicara.
Di Indonesia,
orang menyapa lawan bicara dengan kamu, Anda atau tuan. Kamu, Anda dan tuan punya rasa bahasa yang
berbeda. Kamu biasa dipakai untuk lawan
bicara yang lebih muda atau di kalangan sebaya.
Anda digunakan kepada lawan bicara yang dituakan. Sementara tuan buat orang yang
dimuliakan. Anda serta tuan dalam sosio-linguistik
Arab bermakna ta’zim alias kata
beradab terhadap lawan bicara yang memiliki derajat tinggi atau kepada
khalayak.
“Kami” merupakan
sebutan Allah untuk diriNya. Dalam
bahasa Arab, ada jamak kuantitas dan jamak kualitas. Jamak kuantitas (al-mutakallim ma’a ghairihi) menunjukkan jumlah banyak atau kata
ganti orang pertama plural. Sedangkan
jamak kualitas (al-mutakallim al-muazzim
li nafsih) menerangkan pola tunggal dengan banyak predikat atau berarti
keagungan atas dirinya.
Dalam tata bahasa
Arab, terdapat kata ganti pertama singular “ana”
(saya). Lantas ada kata ganti pertama
plural “nahnu” (kami atau kita). Lazim terjadi pada bahasa lain jika kata
ganti pertama plural bisa berperan sebagai singular. Dalam nahwu
sharaf (Arabic grammar), inilah
yang dinamakan al-mutakallim al-muazzim
li nafsih (kata ganti pertama yang mengagungkan diri sendiri).
Allah menegaskan
diri dengan “Kami” berkat predikat di sisi-Nya berjumlah banyak. Zat Esa itu tercantum sebagai pencipta,
pengatur, pemelihara, pemaaf, penyayang serta Raja Diraja alam semesta. Allah tak tidur! Ia sibuk terus mencipta seraya mendengar doa
insan saleh.
“Semua makhluk di
langit dan bumi senantiasa memohon kepada-Nya.
Tiap waktu Ia sibuk (mencipta serta memelihara makhluk-makhluk-Nya)” (ar-Rahman: 29).
Saat membaca
al-Qur’an, maka, bertabur kata Allah dalam Kitab Suci. Harap dimafhumi bahwa nama asli penguasa
langit dan bumi tiada lain Allah. “Aku
ini Allah. Tiada Tuhan kecuali Aku!” (Thaha: 14).
Allah sendiri
memaklumatkan bila nama-Nya adalah Allah.
Allah merupakan nama diri (proper
name) dari Zat Mahakuasa. Dalam
kaidah bahasa Arab, kata Allah berwujud ism
jamid. Kategori tersebut menjabarkan
kalau kata Allah bukan ism (kata
benda) yang diambil dari kata kerja.
Arkian, tidak boleh diubah dalam bentuk apa pun! Ini berbeda dengan kata rabbun (tuhan). Rabbun modelnya ism musytaq (kata benda yang dibentuk dari kata lain dengan arti
berbeda dari kata pembentuknya). Rabbun terambil dari kata kerja rabba, rabbi atau tarbiyatan.
Istilah Allah bagi
umat Islam teramat jelas posisinya.
Berbeda dengan Yahudi. Mereka tak
mengerti bagaimana mengucapkan fonem יהוה (YHVH) dalam Perjanjian Lama. Ini gara-gara tidak ada tradisi sanad
(rentetan jalur sumber) yang sampai kepada Nabi Musa. Akibatnya, Yahudi bingung bin bimbang membaca
YHWH (tetragrammaton alias empat
huruf nama tuhan). Bahkan, Yahudi
Ortodoks ogah melafalkannya. Mereka
terpaksa membacanya adonai (tuhan
atau tuan). Di kamus tersua bahwa adonai ialah a Hebrew name for God, usually translated in the Old Testament by the
word “Lord”.
Untuk mengibuli
umatnya serta penduduk planet biru ini, maka, YHWH diinformasikan sebagai
sebutan dalam bentuk orang ketiga tunggal.
YHWH dicelotehkan sebagai “Dialah yang ada, Dialah Dia”.
Pada esensinya,
empat konsonan itu sekedar ditebak pengucapannya. Kadang dibaca Yahweh, Yahuweh, Yehuwa, Yahavah, Yaheveh, Yahaveh atau apa saja
sesuai selera. Dengan demikian, Yahweh atau Yehovah sekedar nama jadi-jadian bagi tuhan mereka. Ini sungguh aneh. Sebab, nama tuhan mereka sendiri tak
diketahui secara pasti.
Di kalangan
Kristen, istilah Allah bukan nama diri sebagaimana konsep Islam. Kristen menganggap jika Allah merupakan
sebutan untuk “wujud yang disembah” (al-ilah). Hingga, tuhan boleh dipanggil Allah, Yahweh, God atau Lord. Mereka cuma paham bahwa nama tersebut merujuk
pada sesuatu yang disembah.
Terkutuk
sekawanan agen Thaghut (sesembahan
paling nista) berlabel Islam progresif berasas liberal yang berceloteh: “Tiada
tuhan selain Tuhan”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar