Jumat, 17 Juni 2011

Terjemahan Surah al-Waqiah versi Abdul Haris Booegies

 

56. Al-Waqiah
(Hari Kiamat)
Dengan Nama Allah, Pemilik Kasih Sayang yang Mahapemurah

1.  Kalau Kiamat terjadi.
[Al-Waqiah, al-Haqqah serta al-Azifah berarti Hari Kiamat. Surah al-Waqiah acap dibaca Nabi Muhammad bila shalat Subuh]
2.  Peristiwa itu muskil disangkal.
3.  Momen itu merendahkan (kelompok ingkar) sekaligus meninggikan (golongan taat).
4.  Kalau bumi diguncang secara dahsyat.
[Nabi Muhammad bersabda: “Pada Hari Kiamat, bumi bagai sepotong roti yang digoyang-goyangkan oleh tangan Allah. Seperti kalian menggoyang-goyangkan roti dalam perjalanan. Roti merupakan hidangan warga Surga”]
5.  Gunung-ganang kemudian dihancurkan sampai luluh-lantak.
6.  Menjelma debu yang beterbangan.
7.  Kalian terbagi tiga golongan.
8.  Golongan kanan yang begitu mulia.
[Dinamakan golongan kanan karena menerima Catatan Amal dengan tangan kanan]
9.  Sementara golongan kiri.  Alangkah sengsaranya.
10.  Golongan ketiga ialah manusia yang lebih dulu beriman.  Insan unggul itu yang pertama masuk Surga.
[Mereka langsung beriman saat dakwah diserukan. Tidak terkatung-katung dalam keraguan iman. Inisiatifnya menjadi himpunan pertama yang beriman membuat derajatnya teramat tinggi di Akhirat]
11.  Golongan ketiga didekatkan kepada Allah.
[Mereka dimuliakan di sisi Allah]
12.  Mereka berada dalam Surga bertabur nikmat.
[Surga yang sarat kenikmatan yakni Naim]
13.  Mereka sekelompok besar umat terdahulu.
14.  Kemudian sebilangan kecil (umat Islam) yang datang di belakang.
[Nabi Muhammad bersabda: “Kami golongan akhir, tetapi, kelompok pertama yang masuk Surga]
15.  Mereka duduk di atas peterana bertatah emas serta permata.
16.  Bersandar di atas dipan secara berhadap-hadapan.
17.  Dilayani anak-anak muda yang tetap awet.
18.  Mereka mengedarkan gelas, cerek dan seloki berisi khamar Surgawi.  Diceduk dari sungai yang mengalir jernih.
[Khamar di Surga berbeda dengan khamar dunia]
19.  Tidak pening sesudah diteguk.  Tidak pula memabukkan.
20.  Disuguhkan bermacam buah yang mereka pilih.
21.  Tersedia daging burung seperti yang diinginkan.
22.  Ada bidadari bermata elok.
23.  Laksana mutiara cemerlang yang tersimpan apik.
24.  Semua menjadi imbalan atas perbuatan mereka di dunia.
25.  Tiada terdengar tutur sia-sia di Surga.  Tidak pula percakapan yang menimbulkan dosa.
26.  Perkataan yang bergema hanya ucapan salam di antara mereka.
27.  Golongan kanan.  Alangkah bahagia mereka.
28.  Bersenang-senang di antara pohon bidara yang tanpa duri.
29.  Pohon pisang dengan buah yang susun-bersusun.
30.  Naungan terbentang luas.
31.  Air tercurah terus-menerus.
32.  Melimpah-ruah beragam buah.
33.  Tiada henti berbuah.  Tidak terlarang pula memetiknya.
34.  Kasur-kasur tebal nan empuk di ranjang.
35.  Kami menciptakan bidadari secara sempurna.
[Bidadari tidak lahir lewat proses biologis seperti manusia. Mereka langsung jadi sebagai dara jelita]
36.  Kami menjadikannya selalu perawan.
[Sebagai istri warga Surga, hauri terus-menerus gadis suci. Usai bercinta, ia kembali perawan]
37.  Sangat menggairahkan.  Ia pun sebaya.
38.  Mereka milik golongan kanan.
39.  Segolongan besar umat terdahulu.
40.  Kemudian sekumpulan besar manusia sesudahnya (umat Islam).
[Ayat 39-40 turun untuk menenteramkan hati kaum Muslim. Banyak sahabat gundah-gulana oleh ayat 13 dan 14 yang berbunyi: “Mereka sekelompok besar umat terdahulu. Lalu sebilangan kecil (kaum Muslim) yang datang di belakang”.
  Nabi Muhammad lantas menandaskan. “Kalian sepertiga penduduk Surga. Kalau bisa setengahnya. Separuh sisanya dibagi umat lain”]
41.  Golongan kiri?  Betapa malang nasibnya.
42.  Mereka berada di tengah siksa hawa panas maupun air mendidih.
43.  Disergap pula asap hitam.
44.  Tidak sejuk.  Tak jua menyenangkan.
45.  Di dunia mereka berfoya-foya.
46.  Tidak putus melakukan kejahatan besar.
47.  Mereka senantiasa berceloteh:  “Jika kami mati menjadi tanah serta tinggal tulang-tulang.  Apakah kami benar-benar dibangkitkan?”
48.  “Apakah leluhur kami juga dibangkitkan?”
49.  Jawab (wahai Nabi Muhammad):  “Ya!  Manusia awal sekaligus akhir”.
50.  Mereka pasti dikumpulkan di suatu momen pada hari yang dikenal.
[Hari yang dikenal ialah Kiamat. Semua manusia tahu apa itu Kiamat, tetapi, mayoritas menyangkalnya]
51.  Hai orang sesat yang mendustakan Kiamat.
52.  Kalian pasti melahap buah zaqqum.
[Ada riwayat bahwa di bumi tumbuh pohon zaqqum. Berbau busuk dengan buah pahit. Tentu bukan zaqqum itu yang dimaksud]
53.  Mengisi penuh perut dengan buah zaqqum.
54.  Selepas itu kalian meneguk air panas menggelegak.
55.  Kalian minum laiknya unta yang sangat haus.
[Unta menenggak 30 liter air dalam 10 menit]
56.  Makanan itu sebagai hidangan selamat datang di Hari Pembalasan.
57.  Kami menciptakanmu.  Mengapa kalian tak percaya Hari Kiamat.
58.  Pikirkan perihal mani yang kalian pancarkan ke dalam rahim.
[Abu Said al-Khudri meriwayatkan. Mereka bersama Nabi Muhammad berperang melawan bani Musthaliq. Beberapa wanita cantik ditawan. Rasa tertarik membuncah karena sudah lama tidak bertemu istri. Mereka berniat menebusnya agar dinikahi secara mut’ah. Mereka mau melakukan ‘azal (mengeluarkan sperma di luar organ intim istri). Kepada Rasulullah hal itu ditanyakan. “Tidak masalah walau kalian tidak melakukannya. Tiada satu jiwa pun yang telah Allah tetapkan untuk tercipta sampai Hari Kiamat. Semua pasti terjadi”]
59.  Apakah kalian yang membuatnya atau Kami yang menciptakan.
60.  Kami menetapkan kematian di antara kalian.  Mustahil dihalangi!
61.  Dalam mengganti dirimu seperti di dunia, maka, di Akhirat diciptakan kembali dalam keadaan yang tak kalian tahu.
62.  Kalian pasti paham penciptaan pertama dirimu.  Mengapa tidak memetik hikmah?
[Penciptaan pertama ialah sebelum lahir di alam wujud]
63.  Lihat benih yang kalian tanam!
64.  Apakah kalian yang menumbuhkan atau Kami!
65.  Kalau Kami menghendaki, maka, dijadikannya tanaman itu hancur sampai lumat.  Kalian tentu tercengang heran.
66.  Sesal bergelayut.  “Kami benar-benar dihimpit kerugian”
67.  “Kami hampa tanpa secuil hasil”.
68.  Perhatikan air yang kalian minum.
69.  Apakah kalian yang menurunkannya dari awan atau Kami.
70.  Sekiranya Kami menghendaki.  Air itu niscaya terasa asin.  Jadi, sebaiknya kalian bersyukur.
71.  Pandang api yang kalian nyalakan dengan kayu yang digesek.
72.  Apakah kamu yang menumbuhkan kayu itu atau Kami.
73.  Kami menjadikan api sebagai peringatan (mengenai siksa Neraka).  Api juga bahan berguna bagi musafir.
74.  Panjatkan puja-puji kepada Tuhanmu yang Mahaagung [Bertasbih sebagai rasa syukur atas nikmat-nikmat yang dikaruniakan Allah]
75.  Aku bersumpah: “Demi wadah berkitar bintang-bintang”.
[Sebagian orang menerjemahkan ayat ini dengan “Aku bersumpah dengan masa turunnya bagian-bagian al-Qur’an”. 
  Al-Qur’an mirip bintang di langit. Bintang tidak jatuh sekaligus, tetapi, satu demi satu yang dikenal sebagai meteor. Al-Qur’an juga begitu. Diturunkan sesuai kebutuhan.
  Ayat ini terkait ketika hujan turun. Nabi Muhammad bersabda: “Sebagian manusia ada yang bersyukur. Lainnya ingkar”. Seorang sahabat berkata: ‘”Ini rahmat dari Allah”.
  Ada kepercayaan di waktu itu bahwa hujan turun karena bintang ini atau itu jatuh. Allah lalu menegaskan kalau semua keputusan merupakan hakNya]
76.  Sumpah itu tergolong besar andai kalian tahu hakikatnya!
77.  Al-Qur’an merupakan bacaan sempurna yang teramat mulia.
78.  Berasal dari kitab terpelihara (Lauh al-Mahfuz).
79.  Tak tersentuh kecuali hamba-hamba yang disucikan.
80.  Diturunkan dari Tuhan semesta alam.
81.  Apakah kalian memandang remeh al-Qur’an?
82.  Apakah nafkah yang diterima dari Allah.  Kalian pakai untuk mendustakan al-Qur’an?
83.  Mengapa kalian tidak turun tangan ketika nafas terakhir orang sekarat sampai di tenggorokan.
84.  Kala itu kalian menyaksikannya.
85.  Kami lebih dekat kepadanya dibandingkan kalian, namun, tak terlihat.
86.  Kalau kalian menilai dirimu tidak berada dalam kekuasaan Allah.
87.  Mengapa kalian tidak mengembalikan nyawa orang tersebut.  Hal itu jika kamu memang benar.
88.  Bila yang mati dekat di sisi Allah berkat ketakwaannya.
89.  Ia memperoleh ketenteraman serta rezeki.  Diberi Surga bertabur kenikmatan.
90.  Kalau ia golongan kanan.
91.  Malaikat menyambutnya: “Salam sejahtera bagimu karena termasuk golongan kanan”.
92.  Jika ia bagian dari gerombolan pendusta.  Sesat pula dirinya.
93.  Ia disambut siraman air mendidih.
94.  Dibakar di Neraka Jahim.
95.  Peristiwa yang diuraikan ini sungguh akurat.
96.  Jadi, sucikan nama Tuhanmu yang Mahaagung!

Derajat Terjemahan

     Terjemah al-Qur’an bukan al-Qur’an sesungguhnya.  Bukan al-Qur’an sejati yang diwahyukan kepada Maharasul Muhammad.  Al-Qur’an senantiasa berbahasa Arab klasik.  Tidak dinamakan al-Qur’an jika firman-firman Allah tersebut disadur ke bahasa Bugis atau Perancis.  Soalnya, terjemahan muskil menampung seratus persen maksud al-Qur’an.  Alih bahasa mustahil sepadan dengan arti hakiki yang dimaksud Allah.  Apalagi, bahasa al-Qur’an bernas, ringkas, puitis sekaligus sarat makna.  Sedangkan aneka bahasa yang digunakan dalam terjemahan tak efektif serta efisien.
     Terjemah al-Qur’an hanya deretan kata manusia, bukan untaian Kalam Ilahi dari Lauhul Mahfuz.  Hingga, terjemah al-Qur’an tidak hidup, tak punya sukma yang bisa menggelorakan spirit.  Terjemah al-Qur’an selalu kaku dan acap membingungkan.  Dengan demikian, posisi terjemahan sekedar “pengantar” untuk membaca al-Qur’an.  Bukan “kunci” buat memahami al-Qur’an.
     Terjemah al-Qur’an tidak pernah serupa.  Terjemahan senantiasa tampil beda.  Aspek itu menandaskan bahwa terjemahan tak mungkin setara dengan al-Qur’an.  Maklum, Kalam Ilahi tersebut memiliki irama dalam teks, kejelasan arti, sintaks kalimat serta penggunaan kata.
     Terjemah al-Qur’an secara harfiah (letterlejk) termasuk repot diaplikasikan.  Mayoritas ulama berpendapat bahwa terjemahan harfiah rumit lantaran membutuhkan persyaratan yang berat direalisasikan.  Terjemahan harfiah susah karena ada mufradat (sinonim) per huruf antara bahasa penerjemah dengan bahasa al-Qur’an.  Kemudian ada tanda baca yang sama pada bahasa penerjemah terhadap tanda baca pada bahasa al-Qur’an.  Tanda baca tersebut minimal mirip.  Selain itu, terjemahan secara harfiah menuntut kesamaan susunan kata antara bahasa penerjemah dengan bahasa al-Qur’an.  Kesamaan tersebut mencakup kalimat, sifat atau tambahan-tambahannya.
     Terjemahan harfiah diharamkan ulama akibat makna yang dikandungnya kurang sempurna.  Hatta, jauh dari maksud al-Qur’an.
     Walau sukar, tetapi, ada terjemahan yang benar-benar setia pada kata-kata dalam al-Qur’an.   Mereka berusaha selaras dengan wahyu.  Sebab, khawatir mengaburkan arti.  Mereka menjaga interpolasi pikiran.
     Terjemahan tidak lepas pula dari platform sastra.  Terjemahan berdimensi puitis itu diperkaya dengan nuansa keindahan bahasa si penerjemah.  Dalam kasus ini, penerjemah dapat digolongkan sebagai figur liberal.  Pasalnya, menyuntikkan semangat bahasa ibu si penerjemah ke dalam terjemahan.  Mereka tak menyukai kesetiaan pada tiap kata-kata Arab.  Penerjemah semacam ini memakai kebebasan dengan kata-kata pilihan.
     Di berbagai bentala, ada terjemahan yang benar-benar akademis.   Ada juga sekedar informatif dengan bumbu bahasa jurnalistik sastrawi.  Tiap kalimat tidak setia dengan kata per kata al-Qur’an.  Spirit yang diemban ialah bagaimana al-Qur’an cepat diserap dan tak membosankan ditelaah.
     Pada akhirnya, seluruh terjemahan dilandasi vitalitas agar Kalam Ilahi tersebut membuncah di hati.  Tiada seorang pun ingin menampilkan terjemahan ala kadarnya.  Elemen itu pula yang membuat segenap terjemahan wajib dilengkapi di sisi kanan atau atasnya teks al-Qur’an yang berbahasa Arab.  Alhasil, bila ada yang salah atau keliru, maka, pembaca segera mengecek ke al-Qur’an asli.
     Terjemahan apa saja terasa sempurna kalau dilampiri teks tulen al-Qur’an.  Soalnya, al-Qur’an berbahasa Arab tersebut sanggup berpengaruh secara psikologis terhadap pembacanya, biarpun ia tidak mengerti bahasa Arab.
     Di luar negara-negara Arab, istilah paling membingungkan dalam al-Qur’an yakni kata nahnuDhamir (kata ganti) nahnu bermakna “kita” atau “kami”.  Dalam ilmu Nahwu (sintaksis), nahnu bisa diterjemahkan “kita”, “kami”, “saya” atau yang lain tergantung konteks kalimat.
     Dalam bahasa Arab, istilah serta kata tak selalu berarti zahir atau apa adanya.  Sebagai contoh, kata antum (kalian).  Antum sering digunakan untuk menyapa lawan bicara kendati cuma satu orang.  Tidak dipakai kata anta (kamu).  Penggunaan antum yang plural dipandang lebih sopan sembari menghargai lawan bicara.
     Di Indonesia, orang menyapa lawan bicara dengan kamu, Anda atau tuan.  Kamu, Anda dan tuan punya rasa bahasa yang berbeda.  Kamu biasa dipakai untuk lawan bicara yang lebih muda atau di kalangan sebaya.  Anda digunakan kepada lawan bicara yang dituakan.  Sementara tuan buat orang yang dimuliakan.  Anda serta tuan dalam sosio-linguistik Arab bermakna ta’zim alias kata beradab terhadap lawan bicara yang memiliki derajat tinggi atau kepada khalayak.
     “Kami” merupakan sebutan Allah untuk diriNya.  Dalam bahasa Arab, ada jamak kuantitas dan jamak kualitas.  Jamak kuantitas (al-mutakallim ma’a ghairihi) menunjukkan jumlah banyak atau kata ganti orang pertama plural.  Sedangkan jamak kualitas (al-mutakallim al-muazzim li nafsih) menerangkan pola tunggal dengan banyak predikat atau berarti keagungan atas dirinya.
     Dalam tata bahasa Arab, terdapat kata ganti pertama singular “ana” (saya).  Lantas ada kata ganti pertama plural “nahnu” (kami atau kita).  Lazim terjadi pada bahasa lain jika kata ganti pertama plural bisa berperan sebagai singular.  Dalam nahwu sharaf (Arabic grammar), inilah yang dinamakan al-mutakallim al-muazzim li nafsih (kata ganti pertama yang mengagungkan diri sendiri).
     Allah menegaskan diri dengan “Kami” berkat predikat di sisi-Nya berjumlah banyak.  Zat Esa itu tercantum sebagai pencipta, pengatur, pemelihara, pemaaf, penyayang serta Raja Diraja alam semesta.  Allah tak tidur!  Ia sibuk terus mencipta seraya mendengar doa insan saleh.
     “Semua makhluk di langit dan bumi senantiasa memohon kepada-Nya.  Tiap waktu Ia sibuk (mencipta serta memelihara makhluk-makhluk-Nya)” (ar-Rahman: 29).
     Saat membaca al-Qur’an, maka, bertabur kata Allah dalam Kitab Suci.  Harap dimafhumi bahwa nama asli penguasa langit dan bumi tiada lain Allah.  “Aku ini Allah.  Tiada Tuhan kecuali Aku!” (Thaha: 14).
     Allah sendiri memaklumatkan bila nama-Nya adalah Allah.  Allah merupakan nama diri (proper name) dari Zat Mahakuasa.  Dalam kaidah bahasa Arab, kata Allah berwujud ism jamid.  Kategori tersebut menjabarkan kalau kata Allah bukan ism (kata benda) yang diambil dari kata kerja.  Arkian, tidak boleh diubah dalam bentuk apa pun!  Ini berbeda dengan kata rabbun (tuhan).  Rabbun modelnya ism musytaq (kata benda yang dibentuk dari kata lain dengan arti berbeda dari kata pembentuknya).  Rabbun terambil dari kata kerja rabba, rabbi atau tarbiyatan.
    Istilah Allah bagi umat Islam teramat jelas posisinya.  Berbeda dengan Yahudi.  Mereka tak mengerti bagaimana mengucapkan fonem יהוה (YHVH) dalam Perjanjian Lama.  Ini gara-gara tidak ada tradisi sanad (rentetan jalur sumber) yang sampai kepada Nabi Musa.  Akibatnya, Yahudi bingung bin bimbang membaca YHWH (tetragrammaton alias empat huruf nama tuhan).  Bahkan, Yahudi Ortodoks ogah melafalkannya.  Mereka terpaksa membacanya adonai (tuhan atau tuan).  Di kamus tersua bahwa adonai ialah a Hebrew name for God, usually translated in the Old Testament by the word “Lord”.
     Untuk mengibuli umatnya serta penduduk planet biru ini, maka, YHWH diinformasikan sebagai sebutan dalam bentuk orang ketiga tunggal.  YHWH dicelotehkan sebagai “Dialah yang ada, Dialah Dia”.
     Pada esensinya, empat konsonan itu sekedar ditebak pengucapannya.  Kadang dibaca Yahweh, Yahuweh, Yehuwa, Yahavah, Yaheveh, Yahaveh atau apa saja sesuai selera.  Dengan demikian, Yahweh atau Yehovah sekedar nama jadi-jadian bagi tuhan mereka.  Ini sungguh aneh.  Sebab, nama tuhan mereka sendiri tak diketahui secara pasti.
     Di kalangan Kristen, istilah Allah bukan nama diri sebagaimana konsep Islam.  Kristen menganggap jika Allah merupakan sebutan untuk “wujud yang disembah” (al-ilah).  Hingga, tuhan boleh dipanggil Allah, Yahweh, God atau Lord.  Mereka cuma paham bahwa nama tersebut merujuk pada sesuatu yang disembah.
     Terkutuk sekawanan agen Thaghut (sesembahan paling nista) berlabel Islam progresif berasas liberal yang berceloteh: “Tiada tuhan selain Tuhan”.

Abdul Haris Booegies



























































Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Amazing People