Inilah Nabi Adam, Manusia Pertama
Oleh Abdul Haris Booegies
Peminat Masalah Sosial
Manusia merupakan kreasi unggul terakhir yang diciptakan oleh Allah. Arasy, Lauh Mahfuz, Sidratul Muntaha, Surga, malaikat, jin maupun jagat raya, sudah terhampar ketika Nabi Adam diciptakan.
Pada Jumat, Nabi Adam diciptakan. Bahannya diambil dari tujuh lapis tanah di bumi. Dalam bahasa Arab, susunan tanah itu dinamakan adimul ardh (tanah-tanah di permukaan bumi). Kelak, aneka tanah yang beragam warna dalam diri Nabi Adam menjadi identitas kulit keturunannya.
Allah kemudian meniupkan ruh-Nya pada makhluk dunia itu. Hingga, prototipe mutakhir itu pun bergerak lincah. Allah kemudian menamakannya Adam. Sebutan itu berasal dari kata “Adama” yang berarti manusia atau al-insan.
Allah kemudian mengajarkan kepada Nabi Adam nama benda-benda. Makhluk berpikir itu dengan enteng menghafal semua yang diajarkan.
Di suatu momen, Nabi Adam duduk di sebuah taman Surga. Ia bahagia melihat aneka hewan bercengkerama. Bahkan, Nabi Adam pun diajak bersenda-gurau oleh burung-burung yang bertengger pada pohon emas berdaun berlian. Tanah Surga yang bisa bersuara ikut pula berdendang.
Nabi Adam tiba-tiba merasa kesepian di Jannat al-Khuldi, wilayah kediamannya. Ia butuh pasangan hidup sebagaimana makhluk yang lain.
Allah kemudian menciptakan seorang istri untuk Nabi Adam. Dalam literatur masa kini, nama pendampingnya disebut Siti Hawa atau Eva. Padahal, istri Nabi Adam tidak bernama “Hawwa” (orang yang kurindukan). Nama Hawa berasal dari cerita Israiliyat yang sarat dusta. Di zaman silam, ada Qashshahyin Community. Mereka adalah pembual yang mengarang dongong sebagai hiburan.
Di surga, Nabi Adam dan istrinya hidup bahagia. Keduanya bebas merdeka melakukan apa saja. Walau leluasa ke sana ke mari, tetapi, Allah melarangnya mendekati sebuah pohon.
Tumbuhan itu ternyata punya daya tarik. Nyonya Adam tak kuasa menahan gairah untuk mencicipi buahnya.
Betapa murka Allah melihat hamba-Nya yang tak menaati hukum Surga. Seketika itu pula, kilat menyambar bertalu-talu. Jantung suami-istri itu hampir copot akibat rasa takut.
Sepasang manusia itu akhirnya terlontar dari Surga. Keduanya kemudian diterbangkan menuruni tujuh lapis langit. Ketika memasuki atmosfir bumi, Nabi Adam dan istrinya terpisah. Sebab, angin mendesaknya sampai rangkulan mereka terlepas.
Solusi Incest
Pada tahun 5872 sebelum Masehi, Nabi Adam terhempas pada puncak gunung Rahun di Hindi (India). Sementara ribuan kilometer jauhnya, sang isteri pun jatuh tercebur di pantai dalam kawasan Jeddah di semenanjung Arabia.
Setelah 200 tahun terpisah, kedua makhluk itu bertemu di Jabal Rahmah. Nabi Adam dan istrinya kemudian dikaruniai 40 anak. Tiap melahirkan, maka, dari rahim sang istri keluar bayi kembar, laki-laki dan perempuan.
40 anak itu kemudian kawin silang. Qabil yang putra sulung, misalnya, harus menikahi saudara sekandung Habil.
Nabi Adam hidup selama 930 tahun. Ia wafat pada Jumat di tarikh 4942 sebelum Masehi. Ketika berpulang ke Rahmatullah, keturunannya sudah mencapai 40 ribu jiwa.
Di masa sekarang, orang melihat perkawinan anak Nabi Adam sebagai incest. Perkawinan sedarah jelas tercela. Hukum genetika memaparkan bahwa generasi kedelapan incest akan punah. Sebab, kawin sedarah acap melahirkan anak yang cacat secara fisik maupun mental. Dalil incest akhirnya dipakai untuk menyerang predikat Nabi Adam sebagai manusia pertama.
Nabi Adam tidak punya pilihan kecuali kawin silang di antara putra-putrinya. Sebab, tidak ada manusia di bumi ini kecuali keluarga Nabi Adam. Dalam hal tertentu, hukum bisa diabaikan demi kebaikan yang lebih besar.
Kalau tidak incest, otomatis tak pernah ada keturunan Nabi Adam. Contoh menarik adalah babi. Islam mengharanmkan babi, tetapi, dibolehkan dalam keadaan darurat. Daripada mati kelaparan, lebih baik makan babi.
Di masa sekarang, agamawan penuh takzim mempercayai kalau Tuhan itu Maha Kuasa. Sementara ilmuwan menyadari kalau Tuhan adalah Maha Pengatur.
Ketika agamawan dan ilmuwan disodorkan fakta kalau anak Nabi Adam melakukan incest, mereka langsung mencibir. Sebab, incest dianggap konsep yang mustahil bisa melahirkan keturunan unggul. Jadi, di mana letak predikat Maha Kuasa dan Maha Pengatur Tuhan yang mereka yakini. Menjaga keteraturan alam dan ekosistem hanya masalah remeh bagi Allah. “Sungguh, perintah-Nya bila ia menghendaki sesuatu hanyalah bertitah: Jadilah, maka ia pun jadi” (Yaasin: 82).
Teori Darwin Bohong
Kebiasaan buruk manusia ialah mengurangi atau menambah sesuatu yang sudah tepat aturannya. Mereka usil mempertanyakan yang datang dari Tuhan. Sebab, mereka tak ingin menaatinya.
Di masa sekarang, orang lebih suka dengan wacana dari Barat. Hadis sering dianggap kedaluarsa. Ketika orang ribut soal kawin campur, maka, Islam Liberal mengutip Nurul Arifin yang keluarga masih oke punya. Padahal, seribu milyar Nurul Arifin bersama alibinya, tidak akan setara superioritasnya dengan sabda Nabi Muhammad. Memangnya dia siapa di sisi Allah?
Manusia diakui suka sekali membangkang. Aliran konyol seperti sufisme, misalnya, selalu dicari justifikasinya. Padahal, tidak pernah Nabi Muhammad mengajarkan tasawuf.
Kini, tidak sedikit agamawan dan ilmuwan, misalnya, terbelenggu mitos evolusi. Padahal, tidak sekalipun Charles Darwin berceloteh kalau manusia adalah keturunan monyet.
Teori Darwin yang mengharu-biru, kelak akan menjadi bahan tertawaan. Betapa sangat menyedihkan lantaran antek-antek mazhab evolusi adalah orang-orang rasional yang mengerti mikrokimia dan mikrobiologi.
Sains dan teknologi yang selama ini sudah memadai dalam membedah teori Darwin, masih juga disepelekan. Mereka justru tetap berkutat mencari missing link (mata rantai yang terputus). Padahal, walau tujuh lapis tanah di bumi diobok-obok, pasti missing link tak akan ditemukan.
Beruntunglah kaum Muslim yang selama ini mendustai teori evolusi yang tidak ilmiah. Bagaimana mungkin manusia berasal dari simpanse, sementara binatang itu masih tetap ada. Kalau ada evolusi, berarti kera sudah tidak ada lantaran menjadi manusia.
Kelemahan-kelemahan yang bisa dinalar sekalipun oleh anak SD itu, efektif menjadi bukti kalau teori Darwin cuma bohong belaka. Sebab, validitas datanya berdasar isapan jempol.
Al-Quran secara tegas menyebut manusia dengan yaa bani adama (wahai keturunan Adam). Sebab, Nabi Adam memang sumber tunggal manusia.
Nabi Muhammad bersabda: “Kalian semua berasal dari Nabi Adam”.
(Tribun Timur)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar