Ekonomi ala Nabi Yusuf al-Karim al-Amin
Oleh Abdul Haris Booegies
Peminat Masalah Sosial
ARAH perekonomian yang dinamis merupakan pendukung kekuatan pasar (market forces). Hingga, menjadi penggerak paling efektif bagi pertumbuhan ekonomi global.
Pada awal 1990-an, Indonesia dianggap younger economies. Tak dinyana, Indonesia sebagai macan Asia sontak linglung sejak 11 Juli 1997. Instrumen ekonomi Indonesia rupanya dibangun di atas pasir. Semilir bayu sepoi-sepoi saja bisa langsung merobohkannya. Semua gara-gara korupsi, kolusi dan nepotisme.
Para kroni atau konco penguasa negeri ini lalu-lalang seenaknya mengurus bisnis demi kepentingan kantong pribadinya. Puncak krisis multidimesi di Indonesia memaksa Soeharto jatuh berdebum dari tahta kekuasaannya pada 21 Mei 1998.
Dewasa ini, dunia mengalami ketidakseimbangan global. Di satu sisi, beberapa negara menikmati kemakmuran. Di pojok lain, juga berderet negara yang mengalami prahara tiada ampun.
Ketidakseimbangan yang berdentum erat terkait dengan peningkatan defisit neraca transaksi berjalan suatu negara. Sementara ada pula negara mengalami peningkatan surplus neraca transaksi berjalan.
Pada periode ini, dunia babak-belur oleh krisis perekonomian. Badai dahsyat tersebut mencakup kekacauan lembaga keuangan, bursa saham, investasi portofolio maupun penyaluran kredit.
George Soros berspekulasi kalau akar kehebohan besar yang tak terelakkan ini
bersumber dari kebijakan 1980-an. Kala itu, Presiden AS Ronald Reagan bersama PM Inggris Margareth Thatcher mempraktekkan laissez-faire. Paham yang condong ke pasar bebas tersebut dipuji seteguh iman berkat dinilai dapat melakukan koreksi sendiri atas kesalahan.
Doktrin liberal klasik laissez-faire akhirnya menyisakan tumpukan utang. Alokasi dana yang terseok-seok lalu merembes ke sektor perumahan AS. Akibatnya, terhampar kredit macet.
AS yang ekonominya berdarah-darah setelah menyerang Irak pasca 9/11, kini dituding sebagai biang kerok. Pasalnya, ketidakseimbangan global dipicu oleh peningkatan defisit neraca berjalan AS dalam beberapa tahun terakhir.
Fase itu memaksa adanya pembiayaan dengan obligasi. Kemudian penurunan tingkat tabungan sektor rumah tangga di Paman Sam menyeret bank sentral menaikkan suku bunga.
Di masa gawat ini, Presiden SBY cuma bisa menebar “ayat-ayat cinta” berupa harapan agar rakyat bersikap tenang. Padahal, mustahil perut dapat disuruh tenang dalam penantian. Sampai kapan harga bahan pangan serta BBM terus bergolak di tengah gejolak global yang merajam ekonomi nasional, inflasi, neraca pembayaran dan APBN.
Pemerataan yang diikuti harga terjangkau merupakan aksi yang ditunggu dari pemerintah. Apalagi, ini Indonesia. Negeri subur dengan sumber daya alam (SDA) yang memadai nian. Koes Plus berdendang: “Orang bilang tanah kita, tanah surga”. Alhasil, tongkat yang ditancapkan bisa jadi tanaman.
Tafsir Mimpi
Nabi Yusuf lahir di kota Fadan Aram pada tahun 1745 sebelum Masehi. Akar kata Yusuf berasal dari asaf (perasaan sedih).
Syahdan, sebuah hikayat menukilkan bahwa Nabi Yaqub dipisahkan dengan Nabi Yusuf sebagai cobaan atas kecerobohannya. Sekali peristiwa, Yaqub Alaihissalam menyembelih sapi yang punya anak masih menyusu. Ia tak merasa iba pada induk serta anak lembu tersebut.
Sesudah sang ibu disembelih, ternyata anak sapi itu meratapi terus kepergian induknya. Ia bak sebatang kara tanpa tempat menetek, menghangatkan badan seraya memperoleh jilatan kasih sayang.
Nabi Muhammad menjuluki Nabi Yusuf dengan al-Karim bin al-Karim (figur agung dari keturunan mulia). Sedangkan Fir’aun Khyan (Raja Rayyan bin Walid) menggelarinya al-Makin al-Amin (pejabat tinggi yang terpercaya).
Manuskrip sakral mendeskripsikan bila Nabi Yusuf merupakan lelaki paling tampan sejagat. Al-Quran mengabadikan frasa wanita-wanita yang takjub melihat aura macho Nabi Yusuf. “Maha sempurna Allah! Ini bukan manusia. Ia tiada lain malaikat yang mulia!” (Yusuf: 31).
Pada tarikh 1715 sebelum Masehi, Raja Rayyan atau Suserenre, bermimpi. Fir’aun dari keturunan Ammalaqah tersebut melihat tujuh lembu kurus melahap tujuh sapi gemuk. Lantas tujuh bulir gandum kering tanpa buah melilit tujuh bulir gandum hijau yang ranum berbuah.
Nabi Yusuf lalu dipanggil menghadap Raja Rayyan. Ia kemudian menginterpretasikan mimpi sang Fir’aun sebagai kiss to kill. Sebab, akan datang tujuh tahun yang subur. Lantas muncul tujuh tahun yang kering-kerontang. Di masa itu, desah kematian bergemuruh dari pasir-pasir tandus yang nihil setetes air di oase.
Raja Rayyan begitu takjub atas ilustrasi Nabi Yusuf. Ia akhirnya dilantik menjadi Menteri Keuangan dan Logistik. Nabi Yusuf lalu memaklumatkan kebijakan preventif sedini mungkin. Ia mengimbau supaya tiap kota serta desa di wilayah kekuasaan Mesir dibangun gudang yang dinamakan al-Ahram.
Gudang-gudang besar tersebut kemudian diisi gandum dan aneka kacang-kacangan yang masih dalam buliran serta tangkainya. Batang tumbuhan sengaja dibiarkan agar kelak menjadi makanan hewan.
Setelah berlalu musim semi nan indah, tibalah waktu paceklik. Krisis ekonomi membekap Mesir maupun negeri jiran lainnya. Kana’an yang terletak di teritorial Palestina, tempat Nabi Yaqub hidup, juga tak luput dari deraan ekonomi. Hatta, ia mengutus putra-putranya mencari gandum ke Mesir.
Tanpa Makna
Perintah Nabi Yusuf guna menimbun pangan lahir dari kristalisasi dirinya sebagai grower (insan visioner). Dengan kekuatan imajinasinya, ia memprakarsai pembangunan berkelanjutan dalam menyiapkan pangan untuk periode rawan. Kalkulasinya tidak berdasar manipulasi angka-angka akuntansi. Ia merinci persoalan sedemikian detail demi kemaslahatan penduduk Mesir.
Yusuf Alaihissalam secara tepat mengantisipasi suatu momen yang bakal penuh dengan tahun mengerikan (annus horribilis). Ia langsung merebut tantangan buat membangun al-Ahram. Lantas langkah jitu menuju titik solusi diracik supaya sanggup menampung hajat orang banyak. Karena, adanya peningkatan permintaan pangan di tengah kekurangan dapat mendorong terjadinya resiko kriminalitas.
Nabi Yusuf menginginkan agar warga tetap makan di waktu panen atau paceklik. Ia tak sudi jika hanya abdi negara yang selalu kenyang sampai pusarnya mengkilap. Sementara rakyat banting tulang siang-malam mencari sesuap nasi supaya terhindar dari malnutrisi.
Di zaman kolaps, bukan cuma pemerintah yang memiliki persediaan pangan. Masyarakat pun harus merasakan nikmatnya mengunyah makanan.
Dalam perspektif Nabi Yusuf, masa subur dan tandus tetap sama. Keseimbangan ekonomi mutlak digalakkan. Senyum tidak sepantasnya hanya mengembang tatkala kejayaan membuncah. Di era suram pun bibir layak menebar senyum.
Saat ini, visi manusia cuma dilandasi kepentingan sejenak. Seluruh SDA mau dikeruk habis tanpa inisiatif membuka ceruk pasar baru. Mereka tak memikirkan bahwa sesudah hari ini, ada esok tempat anak-cucu hidup.
Kalau segenap SDA dikuras, maka, apa yang hendak diwariskan kepada generasi berikut? Kelaparan, kemelaratan serta alam gersang di tengah gejolak perekonomian global yang pada akhirnya menjadi pusaka tak bermakna.
(Tribun Timur)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar