Senin, 06 Juni 2011

Dinar Versus Dollar

Dinar Versus Dollar

Oleh Abdul Haris Booegies
Peminat Masalah Keuangan

     Uang adalah bahasa universal semua bangsa. Duit tidak sekedar memiliki dimensi ekonomi. Sebab, uang pun kental dipengaruhi masalah sosial, politik, budaya, antropologi serta kekuasaan.
Dengan duit orang dapat memperoleh benda-benda yang diinginkan. Uang sanggup mengenyangkan perut. Bisa dipakai membayar pajak agar dipuji pemerintah sebagai “orang bijak taat pajak”.
     Dengan duit, maka, pendidikan lebih enteng. Hingga, menjamin masa depan. Uang juga leluasa digunakan untuk memenuhi perjanjian dengan pembunuh bayaran. Duit mampu pula dipakai buat menyogok penguasa. Bahkan, uang dapat digunakan untuk memperoleh kesenangan seks. Juga, duit sanggup dipakai membeli VCD porno siswa SMU Cianjur yang bermesum-ria di dalam kelas. Uang pun bisa digunakan buat berselancar di internet guna mengintip siswi SMU 1 Puri yang bugil atau foto mesra Mayangsari dengan Bambang Tri.
     Duit merupakan alat tukar dalam memperoleh materi sekaligus pemuas hasrat. Bentuk uang teramat beragam. Duit yang pernah dipakai antara lain terbuat dari batangan emas, keping perak, perunggu, kuningan, tembaga dan timbal. Pernah pula digunakan biji kakao, gigi binatang serta kulit kerang cowrie. Di masa sekarang, uang terbuat dari kertas. Sebagian orang malahan memakai kartu elektronik sebagai alat pembayaran.
     Dari jejak historis tersimpul jika koin mulai digunakan pertama kali pada 3000 tahun yang silam. Duit logam itu dipakai oleh orang Lydia. Koin yang mereka ciptakan terbuat dari batangan elektrum campuran emas dan perak.
     Beberapa generasi kemudian, muncul dollar Amerika Serikat (AS). Greenback, mata uang AS tersebut, menjadi hegemoni tiada tara sejak Perang Dunia II. Kala itu, Paman Sam membantu korban Perang Dunia II di Eropa dengan menggunakan dollar. Sejak itu, AS tak lagi memakai standar emas yang dikenal sebagai kebijakan Bretton Wood. Duit pun akhirnya diperdagangkan secara bebas sebagai komoditas yang tak punya underlying emas.
     Setelah menjadi penentu nilai tunggal dunia (currency), kini dollar mendapat rintangan dahsyat. Karena, sejak 1 Januari 1999, meluncur euro. Mata uang Eropa tersebut makin perkasa sesudah muncul pertama kali dengan nilai 1.18 dollar AS per satu euro.
Selain hadangan euro, juga dollar bakal ditantang secara telak oleh dinar serta dirham. Apalagi, lokomotif dinar berupa bank syariah kian melaju pesat di berbagai negara.

Dari Eropa Bermula
     Ide kembali ke dinar digaungkan gerakan internasional “Murabitun”. Komunitas Muslim Eropa itu mengeluarkan fatwa haram atas uang kertas pada 18 Agustus 1991. Murabitun didirikan oleh Syekh Abdul Qadir as-Sufi al-Murabit (Ian Dallas). Ia mantan selebriti sekaligus sahabat Yusuf Islam (Cat Stevens) yang lahir di kota Ayr, Skotlandia, pada 1930.
     Datuk Sri Mahathir Mohammad lantas ikut mengkampanyekan “jihad dinar”. Ia menganggap penggunaan dinar dilakukan demi menghindari gejolak kurs. Di samping itu, untuk mencegah ketergantungan negara miskin dari penguasaan negara kaya pemilik dollar. Sebab, negara pemakai dollar selalu semaunya menetapkan harga barang, utang dan produksi dalam dollar. Padahal, ketika memproduksi barang, yang digunakan justru duit lokal. Negara miskin pun akhirnya yang harus membayar selisih kurs. Sementara negara kaya menikmati selisih pembayaran tersebut. Keuntungan yang mereka peroleh dipakai pula buat mensubsidi produsen serta pekerja di negaranya.
     Mahathir meyakinkan kalau dinar mampu merontokkan dollar. Langkah itu jelas akan melemahkan AS di kancah ekonomi.
Mahathir melihat bila penggunaan dollar cuma bakal memperkuat posisi Uncle Sam dalam menyediakan senjata untuk Israel. Ironisnya, senjata tersebut dipakai untuk menembaki secara membabi-buta bangsa Palestina.
     Dinar yang berasal dari Kerajaan Bizantium, Romawi Timur, merupakan mata uang emas 22 karat dengan berat 4,25 gram. Saat ini, nilai dinar mencapai Rp 540 ribu. Sedangkan dirham adalah mata uang berbahan utama perak yang berasal dari Kekaisaran Persia. Beratnya tiga dan lima gram. Nilai dirham mencapai Rp 17 ribu .
     Di masa Nabi Muhammad, satu dinar sama dengan satu mitsqal yang setara 6.000 habbah khardal (biji sawi). Sementara satu dirham sebanding dengan 7/10 mitsqal.

Gara-gara Saddam
     Umat Islam mesti segera merumuskan dinar sebagai mata uang tunggal di ranah global. Kebijakan itu mendesak direalisasikan supaya kaum Muslim tidak berkubang terus dalam penindasan serta kemiskinan. Apalagi, dinar yang direkomendasikan Nabi Muhammad tak punya dampak inflasi (zero inflation effect). Dinar dipandang tidak berfluktuasi seperti rupiah yang mengacu pada dollar AS. Wujudnya memiliki nilai tukar riil. Bahkan, bebas dari spekulasi.
     Pada kurun ini, keuangan dunia teramat mencemaskan. Data World Bank 2004 memaparkan jika jumlah duit yang beredar di pasar uang mencapai 500 triliun dollar AS. Sedangkan jumlah duit yang beredar di pasar barang dan jasa hanya enam triliun dollar AS.
     Nilai uang yang beredar tersebut, sesungguhnya tidak ada harganya kecuali angka nominalnya. Fenomena itu yang dinamakan ekonomi gelembung (bubble ecomony). Dari luar terlihat besar, tetapi, sangat rapuh bak busa sabun. Struktur tersebut tidak akan dialami oleh dinar. Mata uang itu berani tampil beda dibandingkan dollar AS, euro, pounsterling, yen, yuan, riyal, mark, bath, ringgit, kwanza, rupiah serta sekitar 200 nama aneh lainnya.
     Mata uang dunia tergolong duit hampa (fiat money) lantaran tak punya nilai intrinsik yang signifikan. Sementara dinar memiliki likuiditas yang tinggi berkat berbahan utama emas. Angka nominalnya diimbangi oleh materinya.
     Dalam sejarahnya, uang kertas kadang bertahan selama 25 tahun. Setelah itu diganti dengan yang baru. Ketika muncul penggantinya, berarti duit sebelumnya tidak lagi berlaku. Hingga, dijual kiloan di pasar loak. Sedangkan dinar tak bakal pernah dijual kiloan. Karena, wujudnya dari emas. Dinar justru makin lama kian mahal seiring perjalanan waktu.
     Ihwal tersebut juga menunjukkan kalau dollar AS pada intinya tak ada apa-apanya. Dollar berkibar penuh keangkuhan justru dengan todongan senjata. Perang Irak, contohnya, tiada lain cuma skenario Paman Sam untuk menguasai geostrategi kawasan Timur Tengah. Alhasil, AS dapat mempertahankan dominasi dollar sebagai alat buat menguasai perdagangan dunia.
     Perang Irak berkobar gara-gara Saddam hanya mau menerima pembayaran minyaknya dengan euro. Tentu saja AS murka. Hingga, George W Bush mencari dalih taktis negatif hasil rekayasa brilian guna menggempur Irak sampai bonyok berdarah-darah.
     Sekarang, dibutuhkan kesabaran dan keseriusan dalam menyongsong penggunaan dinar pada sistem moneter. Dinar sebagai gold money yang lebih valid, harus segera menggantikan dollar. Sebab, selama dollar memegang kendali sistem keuangan dunia, yang terhampar tiada lain kesenjangan ekonomi antarnegara maupun antarwarga.
     Pada saat ini, daya saing Uncle Sam di pasar global makin menciut. Apalagi, tiap jam AS mengalami defisit neraca berjalan (current account deficit) sebesar 60 juta dollar AS (RP 540 miliar).
Akhirul kalam, tak ada lagi alasan untuk mempertahankan dollar yang sudah renta serta rabun. Dinar sebagai koin emas yang abadi, wajib menjadi mata uang universal guna menutup sejarah kelam dollar yang sarat skandal destruktif.

(Pedoman Rakyat)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Amazing People