Filsafat dalam Bajaj Bajuri
Oleh Abdul Haris Booegies
Peminat Masalah Mondial
PEMIRSA tayangan sinetron di Indonesia patut bersyukur. Sebab, tiap malam Trans TV menghadirkan Bajaj Bajuri (BB). Topik hikayat BB terasa dekat dengan kehidupan sehari-hari. Tema kelakarnya elok tanpa menggurui perihal kearifan serta kebenaran hakiki.
Satu dekade silam, sinetron Si Doel Anak Sekolahan, banyak dinanti masyarakat. Kekuatan ceritanya ditopang akting Rano Karno, Benyamin S dan Mandra.
Sementara BB membuat orang terpingkal-pingkal berkat lakon Mat Solar, Rieke Diah Pitaloka, Nany Wijaya serta Fanny Fadillah. Dagelan seputar Bajuri, Oneng, Emak bersama Yusuf bin Sanusi, juga ditunjang oleh Mpok Minah, Mpok Hindun, Mpok Leha, Fifi, Nurmala, Said, Parti, Mila, Ketua RT, Haji Nasir, Mas Yanto, Mas Yadi, Pak Jajang, Saili dan Soleh.
Kehadiran BB laksana filsafat pencerahan (Aufklaering). Filsafat itu menggelegak pada abad ke-18. Ideologinya mengiringi perkembangan tingkat borjuis di Eropa sekaligus kemunduran feodalitas.
Pada fase tersebut, ilmu-ilmu eksakta serta eksperimental lebih ditonjolkan dibandingkan inspirasi filsafat.
BB mirip filsafat pencerahan (philosophie des lumieres) lantaran menekankan eksperimen kehidupan nyata. BB tidak mementingkan inspirasi imajinasi hedonisme seperti kebanyakan sinetron. Bajuri adalah potret kaum pinggiran yang telah 15 tahun hidup pas-pasan. Keluarganya yang mencari sesuap nafkah di kampung Nagakgak, tergolong cukup bersahaja dan polos. Karena, sebagai pengemudi bajaj, Bajuri hanya berharap dari penghasilan yang tidak menentu.
BB tak memiliki pesona duniawi semacam sinetron lain yang punya rumah bergaya Spanyol dengan mobil mewah keluaran terbaru. Selain itu, Bajuri tak memiliki kekuatan supranatural yang bisa disuruh membalas dendam.
Sinetron BB memperlihatkan bahwa kehidupan pinggiran yang dikemas apik, dapat menjadi tayangan segar. BB membuktikan kalau sinetron yang menjual estetika mitos abstak, bisa terkapar oleh tayangan yang mengangkat problem kasta rendah. Setting BB malahan cuma perkampungan kumuh di tepi Jakarta yang sumpek.
Filsafat Bajuri-Oneng
Figur Bajuri merupakan personifikasi filsafat Pragmatisme. Tokoh-tokoh aliran tersebut antara lain William James, John Dewey, FCS Schiller, Charles Sanders Peirce serta George Herbert Mead. Filsafat Pragmatisme menarik akibat ajarannya menitikberatkan pada pengalaman. Perenungannya menggagas tugas yang bersifat kreatif dengan menyerahkan pada ahlinya.
Aliran filsafat itu mengajarkan bahwa kebenaran mesti membuktikan diri dengan manfaat praktis. Filsafat Pragmatisme menonjolkan logika pengamatan. Mazhab tersebut menerima segenap ihwal asal membawa hasil praktis. Dalam permenungan sufistik itu, kriteria kebenaran yaitu kegunaan.
Bajuri dalam kehidupan sehari-hari, menerima pula segenap hal. Hingga, dalam sebuah episode, ia nyaris mengawini teman SD-nya yang suka memberi kue. Ia merelakan kehidupan rumah tangganya dimasuki WIL (wanita idaman lain).
Sebagai sopir bajaj (angkutan umum masyarakat bawah), maka, Bang Juri yang gendut jelas nihil kecerdasan. Gemerlap kehidupan dengan istilah-istilah canggih tak mampu dicernanya.
Tipe tersebut sejalan dengan filsafat Pragmatisme yang menolak intelektualisme dan absolutisme. Bahkan, meremehkan logika formal.
Sedangkan sosok Oneng identik dengan struktur bloon. Ia lugu sekaligus bodoh. Alkisah, Oneng pernah bingung. “Waktu ke pasar, tokonya di sebelah kanan. Pas pulang, toko itu sudah berada di sebelah kiri”, gumamnya sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Dalam sebuah fragmen, Oneng pun sempat melontarkan keheranannya pada Ucup. “Waktu ke pasar, jalannya turun terus. Begitu pulang dari belanja, jalannya tanjakan terus”.
Kenorakan Oneng yang berwajah innocent, terjadi lantaran minimnya berinteraksi dengan hingar-bingar metropolitan. Perjalanan hidupnya terbatas gara-gara kuper (kurang pergaulan) dengan budaya global. Apalagi, ia hanya lulusan sekolah dasar.
Dalam filsafat, figur Oneng berada dalam mazhab Empirisme. Fase tersebut menekankan pengalaman lewat panca indera sebagai sumber pengetahuan. Empiri berasal dari “empeiria”. Kata Yunani itu bermakna “pengalaman inderawi”. Tokoh filsafat Empirisme ialah Thomas Hobbes, John Locke, George Barkeley maupun David Hume.
Filsafat Emak-Ucup
Sementara Emak, ibunda Oneng merupakan sosok yang berprinsip materialisme. Filsafat Materialisme mendasarkan idenya pada benda-benda nyata. Pandangan hidup aliran tersebut berupa pencarian dasar segalanya di alam materi. Posisinya mengesampingkan ihwal yang mengatasi alam inderawi.Materialisme modern menilai bahwa alam merupakan kesatuan material yang tak terbatas. Filsafat Materialisme terdiri atas Materialisme Metodis (Kritis), Materialisme Metafisika (Kosmologis atau Antropologis), Materialisme Dialektika (Karl Max serta Friedrich Engels) dan Materialisme Historis.
Di masa kini, pengertian materialisme mencakup individu yang gila harta. Figur Emak dalam BB adalah insan materialistis. Ia merupakan mertua matre yang sebal dengan kemelaratan Bajuri. Ia juga mencela Bajuri sebagai gorilla akibat anatominya yang buncit.
Si Soleh, cucu angkatnya sendiri, tidak luput dari kejahilan Emak. Tanpa rasa berdosa, ia memalak murid esde itu. Emak malahan menyuruh Soleh berjualan pisang goreng di dekat lampu merah.
Karakter Emak yang mata duitan, acapkali menyerempet pula pada tindakan kriminal. Bahkan, nenek cerewet tersebut tak segan menyuruh Oneng agar mencari suami lain. Ia malahan tega menyuruh Oneng bersantap malam dengan lelaki lain di restoran Jepang. Syaratnya, Emak dibawakan makanan.
Tokoh sentral terakhir BB yakni Bang Ucup. Sosoknya adalah manusia lemah yang abadi dalam penderitaan. Emak selalu memanggilnya si Item lantaran berkulit gelap. Sama dengan nasibnya yang memang suram.
Walau pengangguran dengan sekali-sekali bekerja sebagai tukang ojek, tetapi, Ucup tergolong nekat. Bahkan, dengan wajah yang sedikit berantakan, ia selalu berusaha menggoda gadis molek. Ia termaktub sebagai playboy sial akibat selalu gagal di awal percintaan.
Ucup boleh saja identik dengan ketidakberuntungan, namun, ia ternyata berhati emas. Ucup gampang terenyuh. Ia malahan merelakan dirinya tersiksa demi harmoni keseharian.
Filosofi Ucup sejalan dengan filsafat hidup Henri Bergson (1859-1941). Penulis kitab Creative Evolution itu, menjelaskan bahwa penyebab evolusi yaitu elan vital pergerakan kehidupan yang kreatif tiap waktu. Konsep tersebut merupakan unsur rohani di tengah proses biologis. Buah pikir Bergson yang cemerlang ialah intuisi (al-hadas).
Intuisi diyakini sebagai alat untuk menyelami hakikat realitas. Fungsinya melepaskan diri dari akal. Intuisi adalah naluri dalam menjangkau target tanpa batas sesuai ego. Filsafat ala Bergson punya pengaruh besar di Perancis. Ia pernah bersabda: “Proses evolusi merupakan dasar universal”.
Kebenaran Hakiki Filsafat
Seri komedi BB yang diracik oleh production house PT GMM Films Indonesia, leluasa ditelisik lewat filsafat. Sedangkan makna hakiki hikayatnya bisa diurai lewat visi aktual. Selama ini, kehidupan dianggap nyaman bila pundi-pundi sesak dengan uang.
Manusia mengejar harta berkat prinsip bahwa jadilah kaya supaya berdaya. Sebab, jika hidup dalam lanskap wong cilik, maka, orang selalu diliciki.
Dengan luapan rezeki yang banyak, berarti kuasa serta hukum enteng dibeli. Dengan limpahan materi yang besar, niscaya trend kehidupan bernuansa futuristik gampang diraih. Apalagi, kecenderungan sekarang yaitu 5 C (career, credit cards, condominium, cars and club).
Formasi kehidupan bergaya masa depan itu, seolah-olah kehidupan ideal. Padahal, harta-benda berlimpah ibarat pisau bermata dua. Akibatnya, tidak sedikit orang berduit yang doyan mempermainkan hukum seraya menginjak-injak harkat orang lain.
Limpahan materi mutlak diurus oleh individu cerdas yang tidak mementingkan hawa nafsu. Abu Bakar ash-Shiddiq, konglomerat Islam sekaligus khalifah pertama berkata: “Kekayaan memang di tangan saya, tetapi, tidak di hatiku”.
BB yang sarat pesan moral, memaparkan kalau tanpa materi, orang pun sanggup menjadikan hidup lebih semarak. Di tengah keruwetan dan kerumitan keseharian, justru Bajuri and his gang dapat memberi pelajaran berharga. Karena, kehidupan tiada lain adalah pentas yang dikendalikan akal sehat serta selera suci. Sinergi pikiran dan hasrat bakal menghasilkan sinkronisasi harmoni kehidupan. Sementara filsafat sebagai induk pengetahuan, merupakan sistem dalam mencapai aspek kebenaran hakiki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar