Kamis, 02 Juni 2011

Satu Bumi Satu Tekad

Satu Bumi Satu Tekad
(Peringatan Hari Bumi 22 April 2009)

Oleh Abdul Haris Booegies
Peminat Masalah Lingkungan

     Planet biru ini merupakan tempat paling istimewa bagi manusia. Kendati kosmos memuat 300 miliar galaksi, tetapi, tiada satu pun kawasan seindah bumi.
     Sebagai tempat paling spesial, tentu manusia bertanggung jawab menjaga dunia ini. Tanpa merawat telaten seteguh hati, berarti menghancurkan sendiri kehidupan. Apalagi, di galaksi Bima Sakti tak ada planet permai seperti bumi.
     Apa saja perbuatan manusia seyogyanya berdimensi keutuhan lingkungan. Sebagai contoh yaitu membersihkan rumah. Sampah yang terkumpul, umpamanya, tidak layak dibuang ke selokan. Soalnya, di musim hujan terlihat jika tumpukan sampah menyumbat aliran air di got. Akibatnya, genangan air meluber merendam jalan.  
     Pada akhirnya, masyarakat sendiri yang rugi oleh ulahnya.
Dewasa ini, media-media besar berbondong-bondong peduli terhadap masalah lingkungan. Tribun Timur, misalnya, tiap Rabu mengekspos rubrik “Tribun Green”. Aspek tersebut menunjukkan bahwa harian ini punya perhatian terhadap lingkungan.
     Media raksasa lain yang turut hirau perihal perkara lingkungan ialah Time. Majalah berpengaruh terbitan Amerika Serikat itu melansir “Time Green”. Koran The Times di Inggris tergolong paling memukau situs lingkungannya.
     Media besar seolah berlomba berkampanye tentang problem lingkungan. Isu internasional tersebut memang menjadi agenda utama segenap masyarakat dunia kontemporer. Hasrat menggebu nan membaja tiada henti digemakan guna melindungi kelestarian hutan. Sebab, membiarkan penggundulan hutan sama maknanya mempercepat kiamat skala menengah di dunia.
     Rimba dimaklumi sebagai paru-paru bumi sekaligus jantung siklus air. Biarpun fungsi hutan begitu signifikan, namun, penebangan liar tetap berlangsung. Di negeri ini, kawanan cukong culas yang menebang pohon malahan selalu bebas melenggang membabat rimba raya.
     Pembalakan ilegal tak mengenal istilah jeda di tengah kampanye penyelamatan bumi. Akibatnya, hutan konversi di Taman Nasional Kutai serta Taman Hutan Raya Bukit Soeharto seluas 124.000 hektar, kini rusak parah.
     “Pihak kehutanan dan kepolisian yang dilapori tidak menggubris” (Kompas, 16 Januari 2009).
     Entah ilmu apa yang dipakai para pelaku industri perusak rimba sampai sulit ditangkap. Padahal, secara teori ia mudah diciduk. Bahkan, gampang sekali! Pasalnya, potongan-potongan kayu yang dicurinya beriringan naik truk. Andai kayu itu ia sembunyikan di kantong celana, maka, bisa dimengerti bila susah dibekuk. Inilah sebuah keajaiban mengenai cerita pohon di Indonesia!

Bunuh Diri
     Sebatang pohon memiliki faedah yang sangat besar bagi kehidupan manusia. Karena, menjadi penyedia O2. Pohon menghembuskan O2 sesudah menyerap CO2. Selain itu, pohon menetralisir pencemaran udara. Pohon bakau malahan menjadi kunci agar tak terjadi abrasi pantai. Sementara pohon mahoni, rasamala serta tanjung merupakan penahan erosi pinggir sungai.
     Rerimbunan pohon senantiasa menjadi area berteduh yang sejuk. Di samping itu, membantu menyerap air hujan. Tanpa pohon, berarti banjir enteng menyerang perkampungan. Bahkan, pemukiman di lereng gunung leluasa diterjang longsor kalau tidak ada pohon.
     Manfaat pohon tak sedikit. Rupa-rupa pohon di gunung merupakan dinding buat menampung air. Pohon menahan air seraya mengeluarkannya lewat mata air. Tanpa pohon, berarti wadah penampung nihil. Hingga, mata air tidak mengalirkan setetes air di musim kemarau. Maklum, tanah mengering sekaligus retak.
     Kelangkaan permukaan air otomatis merepotkan makhluk hidup.
Lahan pohon yang minim diamini membuat cuaca kian menyengat. Udara panas yang abnormal akhirnya memicu kebakaran.
     Ketiadaan pohon menyisakan begitu banyak persoalan. Ihwal yang paling sering didengungkan lantaran pohon makin minim yakni pemanasan global. Masalah kian pelik akibat pemanasan global hadir dengan dampak maha-mengerikan.
     Dewasa ini, ditengarai ada 30 penyakit baru muncul gara-gara pemanasan global. Epidemi tersebut muncul lantaran temperatur panas bumi yang meningkat. Suhu bumi terus naik dalam kurun seratus tahun terakhir ini. Iklim lingkungan yang buruk terjadi di udara, laut dan daratan.
     Bibit penyakit yang merebak oleh anomali cuaca, diikuti pula meningkatnya tindak bunuh diri serta pembunuhan. Pada 2007, sebuah penelitian di Institut Psikiatri London menjabarkan dampak udara gerah dari sinar matahari. Survei itu menemukan indikasi jika udara panas mendorong orang yang rentan jiwanya untuk bunuh diri.
     Selama 1993-2003, diteliti 50 ribu kasus bunuh diri di Inggris dan Wales. Dr Lisa Page menerangkan bila temperatur di atas normal berpeluang membuat orang dibelit tingkat sensitivitas serta agresivitas. Serotonin sebagai zat kimia di otak yang mengendalikan suasana hati seolah menguap seiring hawa ekstrem global. Akibatnya, orang acap bertindak gegabah.

Anak-Cucu
     Fenomena pemanasan bumi terjadi setelah negara-negara maju melewati zaman industrialisasi. Selama era industri, para pemimpin negara maju dicekoki blue-print yang growth-oriented (berwawasan pembangunan). Atas nama pembangunan, mereka menggunduli hutan. Rimba-rimba perawan yang lebat dijarah dan dijamah dengan nafsu serakah. Sedangkan cukong-cukong melakukan pembalakan liar demi keuntungan kantong pribadinya.
     Masa industri di awal abad ke-20 menjadi janin pemanasan global. AS bersama negara-negara di Eropa jelas tak terlalu merisaukan efek pemanasan global. Sebab, mereka punya anggaran gigantik untuk menghalau dampaknya. Berbeda dengan negara-negara berkembang yang miskin. Sudah melarat, mereka juga yang lebih merasakan kerusakan lingkungan.
     Pemanasan global yang melahirkan sekitar 30 penyakit baru, pasti makin mendera negara-negara fakir di Afrika serta Asia, termasuk Indonesia. Negeri khatulistiwa ini, umpamanya, menyiapkan dana lebih Rp 6,2 triliun untuk mitigasi (pencegahan) dan adaptasi perubahan iklim.
     Siapa saja mesti mafhum kalau hanya ada satu bumi yang menawan di galaksi Milky Way. Di antara 300 miliar galaksi saja tidak ditemukan tempat seelok bumi. Dengan demikian, penduduk planet ini sendiri yang wajib memelihara kelestarian serta kelangsungan kehidupan.
     Ego tamak dalam diri mutlak ditanggalkan demi menggaungkan satu tekad guna menyelamatkan bumi dari kerusakan global. Apalagi, dunia ini merupakan warisan yang kelak dihuni oleh keturunan semua bangsa.
     Mantan Wakil Presiden AS Albert Arnold Gore Jr dalam “Oprah Winfrey Show” sempat mengungkapkan kata-kata yang sungguh menyentuh. “Jika bumi ini rusak, anak-cucu kita pasti heran. Apa sebenarnya yang dilakukan orang-orang tua kita dulu. Mengapa mereka tak berinisiatif menyelamatkan bumi?”

(Tribun Timur, Rabu, 22 April 2009)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Amazing People