Kamis, 02 Juni 2011

John Kerry, Harapan Baru Amerika

John Kerry, Harapan Baru Amerika

Oleh Abdul Haris Booegies
Peminat Masalah Amerika

JOHN FORBES KERRY akhirnya sukses menapak ke Gedung Putih. Pemilihan presiden ke-55 pada 2 November 2004, mencatatkan nama Kerry sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) ke-44.
Terpilihnya Kerry dinilai bisa mengembalikan kejayaan AS yang terpuruk di tangan Bush. Kerry dianggap punya pengalaman, berdedikasi tinggi sekaligus menjadi kekuatan moral yang bertenaga.
Tugas berat di pundak Kerry tidak sedikit. Sebab, Bush yang berlebihan menangani teroris, telah membawa warga AS terseret ke dunia yang penuh ketakutan. Kebijakan Bush yang berkaitan dengan Irak adalah yang paling keliru sejak periode Vietnam. Dengan identitas superior, AS mencabik-cabik hak-hak prinsipiil Irak sekaligus meringkus nilai-nilai kemanusiaan secara universal.
Citra AS di dunia menempati titik terendah sepanjang sejarah. Sebab, Bush mengecilkan pentingnya peran mitra tradisionalnya. Fenomena itu mengemuka lantaran Bush tak mampu menggali masukan di luar inner circle. Selain itu, ia tak bisa beradabtasi dengan fakta-fakta baru. Hingga, membahayakan dunia lantaran tak mau mendengar pandangan negara-negara lain.
Bush yang konservatif adalah presiden yang paling sering berlibur. Ia menghabiskan waktunya 42 persen untuk menikmati liburan. Bahkan, jarang memberikan konferensi pers. Ia tak pernah membaca surat kabar. Semua informasi yang diperoleh hanya hasil rekayasa para security advisor dan pembantunya yang berasal dari neo-konservatif.
Selain itu, Bush acapkali tampil sebagai senjata penipu massal. Hingga, berdampak buruk terhadap seluruh negara. Ia tidak konsisten kecuali slogan dan retorikanya berupa sikap pembenaran diri (self justification). Bush yang dianggap born-again Christian yang fanatik,
malahan menjalankan attack politics (politik yang menyerang) demi menyembunyikan kinerja buruk Gedung Putih. Bahkan, selama berkantor di Ruang Oval, terjadi untuk pertama kalinya dalam 70 tahun, kalau lapangan kerja hilang.
Warisan suram itu yang kini harus diselesaikan Kerry. Apalagi, roda kehidupan dunia teramat tergantung pada kebijakan-kebijakan AS. Tumbuhnya peradaban modern tidak lepas dari kontribusi AS. Paras Paman Sam adalah kekuatan persenjataan ultra-modern, sistem ekonomi kapitalis, teknologi super-mutakhir, ideologi demokrasi liberal dan penebar budaya pop yang memikat emosi.
Selain menjadi alternatif terhadap status quo, Kerry juga merupakan landasan bagi seorang pemimpin yang bersikap realistis. Ia dianggap punya langkah strategis dalam menghadapi persoalan terorisme yang bersifat multidimensional. Hingga, warga AS berharap agar Kerry mampu membawa kembali norma-norma Amerika yang sebenarnya. “Segenap warga AS layak menikmati kesempatan yang sama dalam meraih impian Amerika”, ujar Kerry pada perayaan Spirit of America di Cloquet.

Figur Karikatural

Kerry lahir dari rahim Rosemary di Colorado pada 11 Desember 1943. Richard, ayahnya adalah diplomat karir yang pernah menjadi sukarelawan selama Perang Dunia II. Di usia sebelas tahun, Kerry masuk sekolah asrama di Swiss. Kemudian ikut lagi sekolah asrama St. Paul School di Concord, New Hampshire. Setelah lulus dari Fakultas Hukum di Yale University pada 1966, Kerry masuk Angkatan Laut. Pada 1982, ia menjadi liutenant governor di Massachusetts. Kerry yang fasih berbahasa Perancis adalah penggemar hoki es dan selancar angin. Ia juga pernah menjadi pemain sepakbola yang berposisi sebagai sayap kanan. Kerry tercatat pula pengendara handal motor Harley Davidson.
Di dada Kerry, tersemat satu penghargaan Silver Star, sebuah Bronze Star dan tiga Purple Hearts. Ia menjadi senator dari negara bagian Massachusetts sejak 1985 sampai sekarang.
Kerry yang bercerai dengan istri pertamanya, kemudian menikah dengan Maria Teresa Thierstein Simoes-Ferreira Heinz pada Mei 1995. Wanita kelahiran Mozambique di Afrika pada 5 Oktober 1938 itu, merupakan janda pemilik pabrik saus tomat Heinz yang tersohor. Dari mendiang suaminya -senator Republik Henry John Heinz III- Teresa memperoleh warisan sekitar 550 juta dollar AS. Pada tahun 2003, majalah Forbes menobatkannya sebagai satu di antara 400 orang terkaya di AS. Teresa dikaruniai tiga putra dari Heinz, masing-masing bernama Henry John Heinz IV, Andre dan Christopher. Sementara Kerry mendapat dua putri dari istri pertamanya, yakni Vanessa dan Alexandra.
Di awal kampanye, Kerry yang beragama Katolik tidak diperhitungkan. Partai Republik malahan mendeskripsikannya sebagai sosok karikatural yang flip-flop (plin-plan). Bahkan, didiskreditkan secara agresif kalau ia tak punya substansi. Citra buruk itu merupakan hasil black campaign yang diolah oleh tim sukses Bush. Akibatnya, iklan negatif dengan biaya 100 juta dollar AS itu, membuat tingkat ekspektensi terhadap Kerry sangat rendah di masyarakat.
Ketika Kerry meminang John Edwards sebagai calon wakil presiden, kontan Bush kembali menyerangnya. Kubu Republik menilai kalau duet Kerry-Edwards sulit mempertahankan keberadaan rakyat AS di tengah kemelut terorisme, isu keamanan nasional pasca-11/9, krisis ekonomi dan norma kehidupan AS yang berakar pada etika Anglo-Protestant.
Ketika Bush babak belur dihantam Michael Moore lewat film Fahrenheit 9/11, maka, Partai Republik merilis Stolen Honor, Wounds That Never Heal. Film itu memaparkan sikap Kerry yang tidak menentu tentang Perang Vietnam. Kerry menentang perang, tetapi, ia sendiri terlibat sebagai prajurit dalam medan tempur yang berkecamuk pada 1970-an.

Menghidupkan Multilateral

Setelah Kerry bertahta di Gedung Putih, kini masyarakat dunia -khususnya warga AS- menunggu realisasi janji-janji yang pernah ia lontarkan. Kerry, misalnya, ingin mengubah kebijakan luar negeri AS dengan memberi porsi kewenangan kepada PBB. Ia menghendaki adanya negosiasi setelah Bush membawa musibah akbar lewat take-it or leave-it diplomacy dan pre-emptive war. Dengan diplomasi berarti Kerry menghidupkan kerangka multilateral.
Unilateral yang dipakai Bush telah merusak aturan main internasional. Hingga, menimbulkan krisis trans-atlantik. Sebab, kebijakan luar negeri AS dengan sekutu tradisionalnya di Eropa terkesan retak. Mereka tidak seia-sekata dalam menangani suatu problem. Ketidaknyamanan persepsi itu, yang dirasakan Kerry penting untuk segera direparasi.
Cara penanganan terorisme, visi tentang Irak, nuklir Iran dan Korea Utara, harus pula segera diselesaikan. Sebab, keadaan dalam negeri juga begitu buruk. Kerry dituntut berjuang keras untuk menyediakan pekerjaan dengan gaji yang memadai. Ia pun harus menyiapkan biaya perawatan kesehatan yang terjangkau bagi kelas menengah.
Dalam kampanye, Kerry menekankan untuk menjunjung hak perempuan dalam soal aborsi. Ia juga mendukung hak konstitusional warga AS untuk memiliki senjata api.
Kini, insan global berharap agar Kerry tidak memilih opsi perang sebagai solusi terakhir dalam menyelesaikan masalah. Perang yang cuma menodai harkat kemanusiaan seyogyanya dihindari. Sebab, buah perang adalah aksi balas dendam yang tak kunjung usai.
Kerry yang liberal dianggap bisa menyelamatkan AS dari keterpurukan citranya. Dengan membangun image yang berbasis aliansi internasional, niscaya AS dapat menjadi equilibrium dalam dinamika hubungan antarnegara. Apalagi, keberadaan AS dalam interaksi global sangat dominan.
Kebebasan dan demokrasi yang selama ini menjadi kesaktian AS, harus mengubur wajah lain Paman Sam yang imperealis, agresif, double standard dan arogan. Kerry mutlak menghidupkan kearifan AS sebagai a country of the future dan a country of optimist. Sebab, seperti ucap Teresa Heinz-Kerry dalam konvensi Partai Demokrat pada 28 Juli 2004: “Saya sungguh menikmati betapa istimewanya Amerika. Saya merasakan pula kalau kebebasan teramat berharga”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Amazing People