Kamis, 02 Juni 2011

Ekonomi Rasa Brownies-Strawberry

Ekonomi Rasa Brownies-Strawberry

Oleh Abdul Haris Booegies
Peminat Masalah Ekonomi

      Kapitalisme yang luruh sejak Amerika Serikat dilaknat subprime mortgage pada September 2008, seolah menyentil cakrawala nalar. Aliran kapitalis rupanya bukan panduan harmonis untuk kesejahteraan umat manusia. Paham tersebut justru meluluhlantakkan pilar-pilar ekonomi dunia. Serangkaian musibah akhirnya tak putus merajam masyarakat.
      Kehancuran pasar finansial Amerika telah merebak ke mana-mana. Indonesia termasuk negara yang ikut menderita gara-gara bencana keuangan Paman Sam. Kini, industri perbankan nasional tergeletak oleh lilitan kekeringan likuiditas. Di sisi lain, banyak pihak ketar-ketir menghadapi situasi buruk berupa kelumpuhan sektor riil.
      Di tengah prahara keuangan global, nyaring terdengar solusi baru kebijakan moneter. Sebagai contoh, didengungkan penurunan suku bunga pinjaman untuk industri padat karya. Hal itu terkait biaya produksi yang meningkat akibat suku bunga tinggi. Situasi kian mencekik lantaran daya beli pasar internasional mengalami pelemahan.
      Usaha padat karya jelas bakal mengurangi kapasitas produksi. Dengan demikian, akan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) bagi karyawan. Arkian, untuk mencegah terjadinya PHK, maka, dipandang perlu mengaplikasikan penundaan pajak.
      Pada intinya, arah baru moneter yang dipekikkan mesti memiliki energi resistansi sepanjang waktu. Di era ini dibutuhkan seperangkat metode keuangan yang bisa dinikmati secara adil oleh segenap penduduk planet biru.
      Kapitalisme tentu sudah uzur seraya tak mampu lagi mengikuti arus zaman yang menderas. Tsunami keuangan Amerika merupakan kado pahit bagi kapitalisme. Mazhab yang rakus nian tersebut senantiasa memunculkan elegi kepedihan. Sifat serakah berikut culas dengan mengamini aneka aspek serba kurang lantas memaksa ideologi itu melakukan eksploitasi sampai batas maksimal.
      Pertumbuhan keuangan versi kapitalisme yang berpijak pada transaksi spekulatif di sektor nonriil diakui menggelembungkan peningkatan signifikan. Kafilah kapitalis pun seolah pusing menghitung duit yang berceceran di tiap bursa. Mereka untung sendiri tanpa peduli nasib orang lain.
      Pertumbuhan pesat akhirnya membuat harga saham melewati kapasitasnya. Hatta, titik didih tiada lagi dapat dipertahankan. Akibatnya, ekonomi gelembung (bubble economy) tersebut meletus. Efek multidimensi lalu melabrak secara universal. Orang tiba-tiba sadar kalau jargon-jargon indah kapitalisme hanya dusta belaka. Sebab, yang ditimbulkan tiada lain mahaduka sekaligus mahakelam.
      Dewasa ini, diperlukan logika baru yang lebih bertenaga buat menggantikan kapitalisme. Manusia membutuhkan aliran yang menyegarkan. Bila diibaratkan es krim, maka, sekarang yang begitu mengundang selera ialah rasa brownies-strawberry.

Kesejahteraan Hakiki
      Krisis finansial global 2008, sesungguhnya momentum gemilang bagi ekonomi syariah. Metode ekonomi Islam itu secara perlahan terus membumbung tinggi. Pasalnya, teori maupun praktek ekonomi syariah mengajarkan keadilan dan pemerataan.
      Ekonomi syariah tidak sekedar menekankan kiat mencetak laba. Karena, kembara pemikirannya ditopang konsep moral serta sosial. Elemen tersebut berbeda dengan ekonomi konvensional yang cuma memberi manfaat kepada si empunya modal. Ekonomi konvensional yang bertumpu pada kapitalisme hanya memperhitungkan peningkatan laba. Sebab, pola pikirnya memang berpatokan pada ekonomi rasional yang selalu tergiur meraup keuntungan super jumbo.
      Di Indonesia, ekonomi syariah mulai menampakkan wujud pada 1 November 1991. Kala itu, berdiri Bank Muamalat Indonesia (BMI) demi mengakomodasi gairah umat Islam. Pendirian bank dengan bunga 0% (zero interest) sebenarnya bergema di Nusantara pada 1973. Persoalan timbul lantaran tidak ada modal kecuali semangat.
      Nama BMI mencuat berkat ide Dr Ir Amin Aziz. “Muamalat” bermakna bagian hukum Islam yang menata cara hidup sesama kaum Muslim. Saat diluncurkan di Istana Bogor, BMI mendadak kaya-raya. Maklum, modalnya sontak lebih Rp 110 miliar.
Kini, ekonomi syariah terus meroket. Paham tersebut makin kokoh oleh empat karakter utamanya yakni kesatuan (unity), keseimbangan (equilibrium), kebebasan (free will) dan tanggung jawab (responsibility).
      Ekonomi rabbani berbeda dengan kapitalisme liberal yang enggan memadukan pasar finansial dengan sektor riil. Ekonomi syariah justru menghubungkan perkembangan bursa dengan pertumbuhan sektor riil. Keduanya terkanalisasi secara apik serta brilian. Karena, instrumen vital yang dianut yaitu kemaslahatan.
      Ekonomi syariah yang beringsut naik secara positif menunjukkan jika masyarakat kian cerdas memilah terapi kesejahteraan dalam masalah keuangan. Di zaman sekarang, ekonomi syariah memang gurih dan empuk sebagaimana es krim dengan sensasi brownies-strawberry.

Visi Akhirat
      Kalau pemerintah yang memegang otoritas regulator menerapkan pendekakan top-down, niscaya ekonomi syariah andal menjaga stabilitas perekonomian domestik. Kerangka top-down menempatkan pemerintah sebagai institusi yang aktif sekaligus bergelimang inisiatif. Alhasil, leluasa mendeklarasikan beragam regulasi perihal keuangan syariah.
      Selama ini, Indonesia terkesan memberlakukan pola bottom-up. Penggiat industri mengambil inisiatif guna merespons permintaan pasar. Sementara pemerintah tinggal membuat regulasinya. Bahkan, pemerintah kurang mewakafkan insentif bagi perkembangan industri keuangan non-ribawi.
      Pada 22 Oktober 2008, Utusan Khusus Presiden untuk Timur Tengah Alwi Shihab mencemaskan sikap birokrat Indonesia. Ia menilai bila birokrat menghambat masuknya permodalan dari Arab. Padahal, di Timur Tengah berleleran kelebihan dana sekitar 1,6 triliun dollar AS.
      Sikap menghalangi permodalan dari negeri-negeri Arab jelas cuma merugikan bangsa ini. Soalnya, apalagi yang diharap dari Barat? Sumber permodalan negara-negara Barat telah keropos jika tidak ingin dibilang bangkrut pasca badai dahsyat subprime mortgage. Perekonomian Uni Eropa tengah terserempet sial menuju resesi.
      Ajaran kapitalisme sudah khatam! Tiada lagi harapan yang harus dinanti dari pemikiran ekonomi itu. Apalagi, mazhab tersebut hanya mementingkan hak pemilik modal atau pemegang saham. Akibatnya, ekonomi dunia bonyok oleh kapitalisme yang penuh tikus serta tikungan. Ideologi itu sarat penyelewengan dari pelaku yang mengamalkan perangai binatang.
      Manusia tak sekedar memerlukan investasi hidup yang baik. Prinsip yang tidak kalah penting adalah sifat kehalalan. Sesuatu yang baik bisa mendatangkan laba, namun, belum tentu sesuai outlook ukhrawi.
      Kesejahteraan sosial dan kedamaian jiwa insya-Allah tersembul kalau dituntun ekonomi tauhid. Tiada beban berkat setaman kembang wangi bersemi di hati nan tenteram. Rasanya laksana mencicipi es krim dengan aroma brownies-strawberry.


(Tribun Timur, Senin, 24 November 2008)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Amazing People