Rabu, 20 Juli 2011

Theory of Everything dan Stephen Hawking

Stephen Hawking Mencari
Theory of Everything
 Oleh Abdul Haris Booegies 
     Pada 9 September 2010, Stephen William Hawking meluncurkan The Grand Design.  Buku kontroversial tersebut menuding jika tak ada campur tangan Ilahi dalam penciptaan alam semesta.  “God did not create the universe”, tegas Hawking.
     Menurut profesor Lucasian dalam bidang matematika itu, konstruksi semacam gravitasi membuat Tata Surya dapat membentuk dirinya dari ketiadaan.  Gravitasi adalah bagian dari skenario karena membantu keseimbangan kosmis berada di garis edar.  Hukum gaya tarik-menarik tersebut merancang ruang dan waktu.  Gravitasi lalu membuatnya stabil secara lokal, tidak secara global.  Dalam skala komprehensif, energi positif bisa diselaraskan dengan energi gravitasional negatif.  Arkian, tak ada batasan dalam penciptaan jagat raya.
     Penciptaan spontan merupakan dalih bila ada sesuatu, bukannya kehampaan.  Tidak perlu memohon kepada Tuhan untuk memulai segalanya.  Hawking menambahkan bahwa fisika dapat membeberkan sesuatu tanpa membutuhkan Tuhan sebagai perakit alam semesta bagi manusia.   Hawking memaparkan bahwa M-Theory (proposal solusi Theory of Everything) sebagai sebuah wujud dari String Theory (teori kuantum gravitasi) bisa menerangkan penciptaan jagat raya.  Pasalnya, ada hukum gravitasi.  Tak usah membawa-bawa Tuhan seolah Ia pemicu terciptanya alam semesta.
     The Grand Design yang ditulis Hawking bersama fisikawan dari Caltech, Leonard Mlodinow, sebetulnya menambah referensi astronomi.  Kendati memperkaya wawasan, namun, tidak dapat ditampik kalau orang menuding miring Hawking.  Sirkuit otak anggota Gonville and Caius College, Cambridge itu dianggap ada yang error.  Tak mustahil ada serangkaian chip yang rusak dalam kesatuan jasad Hawking.
     Pada hakikatnya, dialektika tiap insan berbeda.  Ada yang memiliki tingkat wacana dengan hasil akhir berupa ironi memilukan.  Di sisi lain, ada yang dipandu pengetahuan kritis (hard science) yang sarat data empiris.  Dengan demikian, lahir aneka perspektif baru dalam mengoptimalisasi keunggulan.  Alhasil, menempa manusia menjadi makhluk agung.
     Adikarya fenomenal secara global di awal peluncuran belum tentu abadi.  Inovasi yang dikandungnya boleh jadi rekayasa destruktif.  Sementara karya sejati senantiasa lestari.  Sebagai contoh yaitu pandangan Bapak Fisika Isaac Newton.  Ia berfatwa bahwa jagat raya muskil muncul dari kekacauan, tetapi, diciptakan Tuhan.

Hijaz Awalnya
     Hawking barangkali penasaran di ambang senja kala usianya.  Dengan fisik yang menderita tetraplegia (kelumpuhan) gara-gara sklerosis lateral amiotrofik, ia pasti lelah mencari Theory of Everything (Teori Paripurna).  Pada Juni 2010 dalam wawancara dengan stasiun televisi Inggris Channel 4 di program Genius of Britain, Hawking menampik konsep Tuhan dalam mengemukakan teorinya.  Ia mengaku tidak percaya bahwa ada Tuhan secara personal.  Ahli fisika teoretis tersebut lebih yakin dengan dalil ilmiah ketimbang Tuhan secara personal yang bisa ditemui atau ditanya.
     Sejak lama, Hawking telah berupaya memadukan dua landasan fisika modern.  Keduanya yakni teori relativitas karya Albert Einstein dengan Teori Kuantum.  Pada 1998, Hawking memperoleh penghargaan atas buku A Brief History of Time.  Kala itu, ia berargumentasi bahwa andai kita menemukan Theory of Everything, niscaya menjadi kemenangan besar bagi nalar manusia.
     Theory of Everything alias teori super simetri merupakan obsesi para datuk fisika.  Teori tersebut dipercaya sebagai metode pamungkas dalam menjabarkan seluk-beluk alam semesta.  Theory of Everything menggabungkan empat gaya dasar jagat raya.  Interaksi kuat, interaksi lemah, interaksi elektromagnetik serta interaksi gravitasi dinilai sebagai penanggung jawab terhadap seluruh gaya yang diamati di alam semesta.  Dengan menemukan Theory of Everything, maka, manusia enteng mengetahui peristiwa sebelum detik pertama berdetak sampai akhir dunia (kiamat).
     Pada intinya, Theory of Everything sejak dulu sudah muncul.  Theory of Everything berasas rumus Kaf + Nun = Ain (Alam).  Teori ini membahana pertama kali di Distrik Hijaz sekitar 1395 tahun silam.  Di era tersebut, Theory of Everything tak populer sebagai struktur ilmu.  Soalnya, tidak dibungkus dengan metode ilmiah.  Apalagi, kecerdasan manusia di zaman itu masih sangat minim.  Bahkan, mereka menyangka langit ditopang dengan tiang.  Ilmu falak belum cemerlang.
     Tiga dekade lampau justru masih ada yang mengira Planet Pluto (kini resmi bernama 134340) berada di lapis langit ketujuh.  Padahal, planet katai (dwarf planet) dalam Tata Surya yang berjarak 5.900,1 juta kilometer dari matahari tersebut ibarat debu di Galaksi Bimasakti.  Sebagaimana dipahami, pesawat jet yang berhasrat mengelilingi Bimasakti memerlukan waktu 100 miliar tahun.
     Jagat raya bukan cuma Bimasakti.  Dengan peralatan yang ada sekarang, diprediksi galaksi berjumlah 300 miliar.  Angka ini terdeteksi berkat teleskop abad ke-21 pada dasawarsa pertama milenium ketiga.  Teleskop dekade mendatang jelas lebih canggih lagi dalam menghitung bilangan galaksi seiring dinamika sains maupun teknologi.

Jadilah Engkau
     Sejumlah pakar fisika berstatus empu bingung merumuskan Theory of Everything.  Big Bang (Dentuman Besar) malahan diutak-atik sebagai teori kuno.  Maklum, model kosmologi ilmiah itu tak mampu merangkai narasi mengenai kondisi sebelum proses pengembangan alam semesta terjadi.
     Theory of Everything merupakan kristalisasi aneka ilmu dalam sepasang aksara.  Kaf + Nun = Ain (Alam) sebagai Theory of Everything sesungguhnya keynote (intisari kekuasaan) Allah perihal penciptaan.  Kaf  + Nun ialah “Kun” (Jadilah engkau!).  Sedangkan Ain (Alam) adalah segenap semesta raya berikut isinya sebagai ciptaan Allah.
     “Perintah-Ku kepada sesuatu jika Aku berkehendak hanya titah “Jadilah engkau!”.  Kemudian tercipta apa yang Aku inginkan.  Huruf Nun tidak akan dapat mendahului aksara Kaf” (Hadis Qudsi).
     Kaf  + Nun menguraikan proses penciptaan di sisi Allah.  Pertama, prosedur sebab-akibat.  Sebagai umpama yaitu penciptaan langit dan bumi yang tak sekoyong-konyong.  Ada durasi waktu selama enam periode.  “Allah menciptakan langit serta bumi.  Lantas semua yang ada di antara keduanya dalam enam masa” (as-Sajdah: 4).
     Kedua, penciptaan dengan prosedur langsung.  Bidadari merupakan hasil daya cipta langsung.  Tidak ada proses biologis sebagaimana manusia.  “Kami menciptakan hauri secara langsung” (al-Waqiah: 35).
     Di sisi Allah, sistem perancangan langit sekaligus bumi cuma dengan mengucap “Kun”.  Langit lalu tersusun dalam tujuh lapis.  Tujuh tingkat langit terus mengembang dari hari ke hari.  Di bawah langit pertama kemudian bertebar beragam bintang yang menghias cakrawala.  Tatkala Allah mendesain sesuatu, Ia tak capek.  “Kami tiada secuil ditimpa keletihan” (Qaaf: 38).
     Hawking repot menemukan Theory of Everything lantaran dialektika fisika belum menyentuh rahasia anatomi alfabet Hijayyah.  Abjad yang dipakai fisika sebatas menjelaskan kemungkinan.  Rangkaian huruf dalam fisika belum sanggup melontarkan kepastian.  Hawking akhirnya terjerumus oleh logika gravitasi.  Hingga, kitab The Grand Design mengeliminasi Tuhan sebagai pencipta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Amazing People