Kloning Yesus Kristus
Puncak Kesintingan Manusia
Oleh Abdul Haris Booegies
Hamba Allah, Penyimak Alkitab dan Sejarah Yesus Kristus
Bumi serasa terbelah serta langit laksana runtuh tatkala terbentik secuil kabar perihal rencana mengklon Yesus Kristus. Semua bermula dari mazhab Second Coming Project yang berniat menghadirkan wujud Yesus di abad ke-21. Kini, aliran yang beranggotakan 14 orang tersebut, giat bergerilya mencari sampel DNA Sang Mesias. Mereka berusaha menemukan barang-barang yang pernah bersentuhan dengan Yesus, terutama Kain Kafan Turin.
Di dekade budaya SMS (short message service) ini, tiada lagi yang muskil dikerjakan. Apalagi, sesudah ditemukan bahwa manusia terbentuk oleh tiga miliar nukleotida (satuan asam nukleat yang terdiri dari sebutir molekul gula). Nukleotida tersusun atas 100 ribu gen. DNA (deoxyribonucleic acid) merupakan sekuens dari genom yang menjadi suatu makhluk hidup dengan fungsi sebagai blue print.
Skema yang memuat gen itu berperan menginstruksikan pembuahan protein-protein tertentu dalam membangun struktur makhluk hidup. Gen tersebut secara keseluruhan mampu pula berfungsi dalam merespons lingkungan.
Himpunan pengetahuan yang meneropong anatomi kemudian berani bermain-main dengan penduplikasian makhluk hidup. Pada Februari 2004, Dr. Woo Suk Hwang bersama Dr. Moon Shin-yong sukses mengkloning embrio manusia.
Puncak segenap berita kloning yakni kabar dari Second Coming Project yang siap menggandakan Kristus. Dilandasi habba besyem adoney (dia yang datang dengan Tuhan), sekte itu lantas memperalat biotek DNA guna menghadirkan Mesias pada periode the Passion of Christ.
Begitulah konsenkuesi peradaban. Teknologi yang menjulang menawarkan kemudahan menggapai hadirat Allah. Di sisi lain, high tech pun membawa jebakan. Kristalisasi sains membuat manusia tak ubahnya mainan. Masyarakat planet bumi yang terkurung zaman mabuk teknologi (technologically intoxicated zone), akhirnya menjadi makhluk tanpa makna.
Yesus Era Nanobacteria
Niat Second Coming Project jelas tergolong mulia dalam menghadirkan kembali wujud Putra Maria. Kelahiran massal Yesus bisa dibagi-bagi. “Satu Kristus satu kota” di pelbagai pelosok dunia di bawah kolong langit. Walau dilatarbelakangi keinginan luhur, namun, hasrat memunculkan kembali Yesus menyimpan begitu banyak kontroversi. Persengketaan tersebut antara lain mengenai keutuhan DNA Yesus serta rahim siapa yang kelak mengandung Hosanna (keturunan Raja Daud) itu?
Second Coming Project boleh berandai-andai bahwa sebuah benda arkeologis Kristus memiliki noda darah atau rambut Yesus. Diperkirakan gumpalan darah atau rambut tersebut masih mengandung DNA alias penyusun materi genetik.
Skenario penciptaan Mesias lalu dimulai. Metode kloning yang diterapkan ialah mengambil satu sel awal berupa stem cell dari noda darah atau rambut Yesus. Kemudian inti sel (nucleus) diangkat dari sel stem (sel dasar dari seluruh jaringan organ-organ tubuh). Mekanisme selanjutnya yaitu menyiapkan sel telur dari sukarelawan wanita.
Nukleus sebagai pusat tubuh sel telur yang berisi kromosom Yesus lantas disisipkan ke dalam sel telur. Rangsangan elektris lalu mengaktifkan inti sel yang merupakan sumber materi genetik agar masuk ke sel telur.
Pada hari kedua, percampuran nukleus dengan sel telur memungkinkan terjadinya embrio. Di hari keempat, embrio mencapai tahap blastocyst. Struktur non-prokreasi tanpa penetrasi alat kelamin itu yang bakal memunculkan bayi Yesus di zaman Nanobacteria.
Tiada Serupa Maria
Pemilihan perempuan donator rahim juga mutlak memperoleh prioritas utama. Sebab, proses uji coba dunia medis terhadap Kristus akan mewarnai rentetan peristiwa yang dilakoni umat manusia. Second Coming Project menerangkan bahwa wanita yang melahirkan Yesus tidak wajib perawan. Kalau itu yang dikehendaki, berarti banyak perempuan sehat jasmasi yang antre untuk mengandung bayi Yesus.
Perkara yang menyeruak ialah, Bunda Maria (Maryam Aulia al-Bijzah binti Imran) yang melahirkan Yesus di masa Kaisar Tiberias bukan wanita sembarang. Imran yang merupakan kakek Yesus adalah pemimpin ibadah bani Israil di Yerusalem. Kemudian sejak masa kanak-kanak, Maria diasuh oleh Imam Agung Zakharia bin Berekhya (Nabi Zakariya), ayahanda Yohanes Sang Pembaptis (Nabi Yahya).
Sebelum mengandung Yesus, maka, seluruh hidup Maria dipersembahkan buat keagungan Yang Ilahi. “Jiwaku memuliakan Tuhan, serta hatiku bergembira karena Allah, Juru Selamatku” (Lukas 1: 46-47). Bahkan, makanan dan minuman Maria juga didatangkan khusus dari langit. Dari track record yang bertabur kuasa kasih tulus itulah, Kristus lahir di pinggir kota antik Nazareth.
Curriculum vitae Bunda Maria sesungguhnya menjadi saksi, bahwa Isa Almasih merupakan keturunan suci. Ia dilahirkan dari rahim perempuan yang mendapat perlindungan Tuhan Allah. Apalagi, pengetahuan telah membuktikan bahwa buah yang jatuh tidak jauh dari pohonnya.
Seorang ibu sangat menentukan alur kehidupan sang anak sejak dari konsepsinya. Faktor genetika ibu teramat berpengaruh terhadap tingkat kecerdasan anak. Sebab, parameter kemahiran seseorang terkait dengan kromosom X yang berasal dari ibu. Ada 23 kromosom dari ibu yang dinamakan kromosom XX. Lantas tiap sel yang normal punya sekitar 40 ribu gen yang bakal menentukan spesifikasi seseorang.
Menghadirkan Yesus lewat kloning, pada hakikatnya merupakan puncak kesintingan manusia di era semarak Alkitabiah. Soalnya, kloning patut diduga memuat ratusan gen yang abnormal. Jika DNA Putra Maria yang diambil ternyata rusak, lalu wanita yang melahirkan Sang Juru Selamat berperilaku mirip Ohola serta Oholiba (gadis maniak seks penjaja cinta di Mesir versi Yehezkiel 23: 4), maka, cuma kehancuran dunia yang akan terjadi. Alhasil, kehidupan ribuan bayi Yesus hasil teknologi klon tidak mustahil bernasib tragis seperti Dolly.
Domba hasil kreasi Ian Wilmut dan Keith Campbell tersebut, mengalami penuaan prematur, menderita kegemukan serta mengidap arthtritis. Padahal, Dolly lahir sesudah mengalami 247 kali percobaan.
Diari kehidupan Dolly yang naas, diikuti pula oleh tikus klon. Dari penelitian 12 tikus klon, rupanya sepuluh di antaranya mati muda lantaran tumor, pneumonia dan liver.
Makhluk Fotokopi
Mengklon manusia, khususnya Kristus, bukan jawaban tepat demi tercapainya kedamaian di bumi. Pasalnya, reproduksi insan lewat kloning pada dasarnya adalah sumber kerusakan. Bencana yang ditimbulkan pun bakal mengganyang etika kebangunan rohani Kristiani.
Implikasi etis teknologi kloning manusia justru membuat kehidupan kacau berantakan. Apalagi, kalau DNA serta rahim donator mengalami gangguan, kerusakan atau salah perhitungan.
Kelainan genetik bisa melecut terjadinya retardasi mental yang dikenal dengan istilah XLMR (X Link Mental Retardation). Sisi negatif tersebut menimbulkan gangguan kognitif, bahasa, motorik dan sosial. Di samping itu, manusia klon juga tergolong makhluk tanpa orisinalitas. Akibatnya, manusia fotokopi tersebut leluasa memantik konflik internal maupun antar-personal alias anti-sosial. Hingga, bukan Yesus yang datang, tetapi, makhluk serupa ciptaan Frankenstein yang tercabik asa serta aura imannya.
Kehidupan yang normal, tenang dan mengarah ke peraduan anugerah kasih, akhirnya akan terkulai-lunglai oleh ulah sembrono Second Coming Project. Mereka bernafsu besar menggandakan Yesus tanpa memikirkan efek negetif berskala gigantik yang mengintai kejam.
Perkembangan biologi DNA serta high tech tanpa moral bakal mengeliminasi, mengisolasi, mendistorsi sekaligus memorak-porandakan manusia dan peradaban. Maklum, Mesias-Mesias yang akan dilahirkan lewat proses kloning tidak bakal setara dengan kemuliaan Isa Almasih. “Sebab, orang-orang itu merupakan rasul-rasul palsu. Pekerja-pekerja curang, yang menyamar sebagai rasul-rasul Kristus” (II Korintus 11:13).
(Gloria, edisi 209 Minggu ke IV Juli 2004)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar