Kritik Pepatah
Oleh Abdul
Haris Booegies
Dalam kehidupan manusia, ungkapan-ungkapan
hikmah selalu memberi ketenangan.
Bahkan, introspeksi diri.
Misalnya, “semut di seberang laut tampak, gajah di pelupuk mata
tidak”. Kalimat bernas ini elok direnungkan
agar tidak mencampuri urusan orang lain.
Dari sejumlah ungkapan bermakna, ada
beberapa yang kurang afdal atau bebal.
Contohnya, “apalah arti sebuah nama”.
Frasa ini sangat terkenal. Besar
kemungkinan milik William Shakespeare.
Nama sangat penting. Nama manusia tidak boleh berkonotasi
buruk. Sedangkan nama perusahaan acap
dikaitkan dengan etos kerja. Hingga,
nama mutlak memiliki arti bagi kehidupan.
Bukan nama asal-asalan dengan alasan apalah arti sebuah nama.
Pepatah lain yang menyesatkan ialah
“kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda”.
Kegagalan itu tidak runtut dalam satu usaha. Hari ini mencalonkan diri ketua RW, tetapi,
gagal. Besok gagal lagi. Berkali-kali gagal, akhirnya jadi juga ketua
RW.
Kalau orang itu punya semangat, maka, saat
gagal pertama, ia mesti mencari peluang lain.
Tersedia aneka profesi. Kalau
bidang yang ditempuh meraih hasil maksimal, ini jelas kesuksesan. Bukan karena pernah gagal di bidang lain.
Kegagalan yang dulu dirasakan, tetap
kegagalan. Sebab, tak memberi
hasil. Jadi, kegagalan tetap kegagalan,
bukan kesuksesan yang tertunda.
“Diam itu emas” merupakan pepatah
popular. Pepatah ini sering
diperdengarkan kepada anak-anak agar bisa menahan diri atau tidak mencampuri
urusan orang.
Bagi
sebagian gadis, diam pertanda mau. Jika
ia dilamar, lalu orangtuanya meminta persetujuan. Sang gadis acap membisu. Keheningan tanpa kata dari bibir gadis
diartikan sebagai “setuju”.
Diam sebagai emas sebenarnya tidak berlaku
di semua peristiwa kehidupan. Ketika
Anda dituding maling, lalu bersikap diam.
Massa pasti kalap karena mengira Anda pencuri. Sebab, tak bisa membela diri dengan alibi
benar. Akibatnya, Anda bonyok digebuk
tanpa ampun.
Dalam banyak kasus, diam bukan emas,
tetapi, petaka. Diam terkadang
menimbulkan bencana mengerikan. Hingga,
ada yang berujar: “diam itu busuk”.
“Cinta pada pandangan pertama”, merupakan
ungkapan paling mashur di galaksi asmara.
Mitos ini dipercaya 1000 persen bahwa ada cinta pada pandangan pertama. Padahal, mesti dipilah dulu. Seseorang ditatap karena penampilannya
menawan, wajahnya cantik atau tubuhnya molek.
Pandangan yang diarahkan akhirnya menimbulkan perasaan senang atau
tertarik. Bukan cinta!
Kalau dikatakan pandangan pertama menimbulkan
cinta, maka, mana dalilnya. Dari mana
rumusnya bahwa rasa tertarik di awal perjumpaan merupakan cinta. Cinta timbul setelah akal menganalisis obyek
yang dilihat. Pada pertemuan berikut,
cinta mungkin sudah bergiang di hati.
Sebab, orang yang diincar sesuai tipe yang dibutuhkan.
Jadi, tak ada cinta pada pandangan
pertama. Pandangan pertama hanya memacu
saling ketertarikan antara dua sejoli.
Motivator biasa berkhotbah kepada audiens
bahwa uang tidak bisa membeli kebahagiaan.
Patut digarisbawahi kalau tak ada toko di dunia ini yang menjual
kebahagiaan dalam bentuk barang.
Padahal, semua toko sebenarnya menjual kebahagiaan.
Orang yang ke toko membeli barang pasti
bahagia. Sebab, mampu membeli. Andai ia tak punya uang, maka, tak ada
kebahagiaan dalam dirinya. Ketika
menerima gaji, tentu pegawai merasa bahagia.
Penulis-penulis di media pasti bahagia jika memperoleh honor.
Membeli barang, berarti uang, menerima
gaji berarti uang dan memperoleh honor berarti uang. Semua tentang uang. Murid dan siswa yang ke sekolah pasti bahagia
jika diberi uang saku. Bagaimana mungkin
uang yang memberi kebahagian dinafikan bahwa uang tidak bisa membeli kebahagiaan. Ada-ada saja!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar