Sabtu, 25 Maret 2023

DHT


DHT
Oleh Abdul Haris Booegies


     Ramadan selalu disambut meriah.  Menjelang bulan suci, semua keperluan makan-minum sudah disiagakan.  Kelas menengah ke atas menyerbu pasar dan toko.  Mereka membeli seluruh keperluan makan-minum untuk menyongsong Ramadan.
     Pasar serta toko mendadak riuh oleh ibu-ibu.  Pemandangan ini ibarat akan ada perang nuklir selama sebulan.  Hingga, mereka memborong bahan makanan.  Jangankan kulkas, bunker bawah tanah pun wajib diisi penuh.
     Belanjaan ibu-ibu berwarna-warni kemasan dan botolnya.  Dari seluruh belanjaan, pasti ada sirop.  Sirop inilah yang menjadi primadona selama Ramadan.
     Di bulan suci, iklan sirop bergentayangan di media digital, media elektronik, media cetak serta baliho yang dipasang di jalan-jalan utama.
     Aneka merek sirop tersedia.  Tinggal pilih sesuai selera.  Harga bukan masalah demi menikmati sirop kesayangan.

Olahan Tangan
     Di Sulawesi Selatan, sirop yang berpuluh tahun menemani berbuka puasa ialah DHT.  Sirop dengan rasa pisang Ambon ini begitu khas.  Aromanya sedap.  DHT merupakan sirop favorit di tiap rumah di negeri-negeri Bugis-Makassar selama Ramadan.
     DHT mulai diproduksi pada 1949.  Tidak ada ketegasan data, apa kepanjangan DHT.  Bisik-bisik beredar jika DHT merupakan singkatan "dari hasil tangan".  Soalnya, sirop ini merupakan olahan rumah tangga.  Ada pula isu bila DHT itu "dari hasil tenaga".
     Di pabrik sirop ini di PT DHT yang terletak di Jalan Macanda, Tamarunang, Kabupaten Gowa, terpampang logo DHT.  Di situ tertera "Duta Harapan Tunggal".
     Sirop legenda ini berbahan dasar ekstrak pisang Ambon segar.  Es buah, es poteng (tape singkong), pisang ijo maupun pallubutung merupakan pasangan serasi DHT.  Sirop masyhur ini tetap sedap tanpa campuran lain.  Apalagi kalau ditambah susu.
     Sirop yang hanya diproduksi di perbatasan Makassar ini, kerap menjadi oleh-oleh khas Sulsel.  DHT menjadi buah tangan istiwewa untuk keluarga atau sahabat yang tinggal di luar Sulsel.

Senabib Buras
     Selama Ramadan, DHT tak tergantikan oleh sirop lain.  Sekalipun sangat nikmat menyesapnya kala berbuka puasa, kiranya DHT kehilangan sensasi di luar Ramadan.  Di hari-hari biasa, DHT tidak lagi luar biasa.  Sirop ini kehilangan kesaktian saat Idul Fitri.  Posisinya digantikan oleh sirup lain yang berbahan jeruk, sirsak (nangka Belanda alias durian Belanda), lici (Litchi chinensis), coco pandan, lemon, karamel, moka, markisa, vanila, blueberry, melon atau mangga.  Bahkan, di Indonesia ada sirop dengan label syrup with milk.  Selain itu, muncul sirop dengan bahasa Perancis; pomme verte (apel hijau).
     Serba-serbi sirup bermerek mentereng tersebut, menenggelamkan DHT yang sukses berkuasa selama 30 hari.  Pasca-Idul Fitri, DHT menjelma minuman seadanya yang tidak lagi dilirik dengan mata berbinar cerah-ceria.
     Nasib DHT serupa buras.  Sepekan setelah Idul Fitri, buras tidak lagi menjadi santapan lezat.  Takdirnya nelangsa bakda Lebaran.  Kita cuma berharap, di Ramadan berikut masih dapat menyeruput DHT sekaligus mengunyah buras di momen Idul Fitri.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Amazing People