Ilmu
dan Teknologi
Mitos
Masa Depan
Pembangunan
Bangsa
Oleh Abdul
Haris Booegies
Bumi,
terpilih sebagai “Planet of the
Year” untuk tahun 1988. Mengapa
mesti planet biru ini memperoleh kehormatan dari majalah paling
bergengsi Amerika Serikat, Time?
Ada dua indikasi yang menyentuh sampai planet ini disorot. Alasan
pertama karena Bumi yang telah dihuni lebih lima miliar anak manusia,
makin mencemaskan. Pada abad mendatang, jumlahnya diramalkan
berlipat dua mencapai 90 persen. Mereka menumpuk di negara-negara
berkembang yang miskin.
Laju
pertumbuhan penduduk tercepat selama tiga puluh tahun ke depan akan
dialami bangsa-bangsa Afrika. Kenya bakal melonjak dari 23 juta jiwa
menjadi 97 juta jiwa. Sedangkan Nigeria akan meningkat tajam, dari
112 juta jiwa menjadi 274 juta jiwa.
Ironis,
karena penghuni Bumi yang terbagi oleh perbedaan bangsa, negara,
agama (ideologi) serta posisi dalam waktu, terbelah dalam tiga
kelompok. Pertama,
manusia zaman silam. Jumlahnya, sekitar 70 persen dari segenap umat
manusia. Golongan ini menggantungkan hidup dari perburuan dan
pertanian. Kedua,
manusia masa kini. Jumlahnya ditaksir 24 persen. Kelompok ini
dianggap sebagai masyarakat industrial yang menjalani kehidupan
modern. Mereka dibentuk oleh mekanisme serta pendidikan massa.
Ketiga,
manusia masa depan. Jumlahnya kira-kira tiga persen. Manusia yang
sudah menjalani kehidupan masa depan itu, terlihat pada pusat-pusat
utama perubahan teknologi dan budaya di Santa Monica, California,
Cambridge, Massachusetts, New York, Chicago, Dallas, Paris,
Frankfurt, London serta Tokyo. Ihwal ini sebagaimana diungkap
futurolog keturunan Yahudi-Polandia, Alvin Toffler dalam buku Kejutan
Masa Depan (Future Shock).
Meski
merupakan persentase kecil dari penduduk Bumi sekarang, namun,
manusia masa depan telah menjadi suatu bangsa internasional
(international nation).
Mereka dinilai sebagai agen kemajuan umat manusia, warga negara dini
masyarakat dunia superindustrial.
Indikasi
kedua mengapa Bumi menjadi pilihan untuk dibicarakan karena filter
Bumi kian memprihatinkan. Lapisan ozon yang terbentuk dari diatonik
oksigen (02) di atmosfir Bumi, makin menipis akibat gas
chlorofluorokarbon
(CFC). Menurut Sherwood dan Rowland, pakar kimia dari Universitas
California Amerika, bahwa kadar CFC di atmosfir tahun 1974 adalah 1,8
bagian per miliar (ppb). Kini, kadar CFC sudah 3,5 ppb. Di akhir
1989, bakal menjadi 5 ppb.
CFC yang
kian mencemari atmosfir tersebut akhirnya merobek ozon yang berfungsi
menyerap ultraviolet serta radiasi inframerah, penentu struktur
temperatur atmosfir. Ulah CFC ini bukan cuma mencemaskan para
ilmuwan dan pencinta lingkungan, tetapi, juga politisi. Bahkan,
seniman ikut gusar. Demi mengatasi efek negatif CFC, masyarakat
internasional akhirnya bersidang di Montreal, Kanada, pada 1987.
Pertemuan itu menghasilkan Protokol Montreal, yang berperan sebagai
perangkat hukum penting guna mengatur ozon.
Kegaduhan
oleh ledakan penduduk yang diperkirakan mencapai delapan miliar di
tahun 2020. Disusul kengerian atas rusaknya ozon, telah menyeret
para ilmuwan agar menemukan ilmu pamungkas. Hingga, umat manusia
tidak menjadi nisan bagi kuburnya sendiri. Selain itu, tak kepanasan
di tengah banjir lantaran Kutub Utara serta Kutub Selatan mencair.
Keandalan
berpikir manusia yang sistematis, analitis, mendalam dan jangka
panjang, berhasil menghasilkan ilmu. Ilmu melahirkan teknologi,
cara-cara ilmiah untuk menghasilkan barang maupun jasa. Teknologi
merupakan pilihan tepat yang mampu membangun peradaban manusia.
Teknologi tidak dapat dipisahkan dari manusia. Sebab, terkandung
dalam diri serta cara-cara hidup dalam masyarakat. Sekalipun
teknologi tergantung pada lingkungan, namun, tak tergolong universal.
Di samping
dipengaruhi lingkungan fisik seperti geografi dan lingkungan biotik,
ilmu serta teknologi dipengaruhi pula budaya, termasuk kondisi
sosial, ekonomi, politik dan agama. Ilmu serta teknologi tumbuh dan
berkembang pesat, melebihi daya serap otak manusia yang punya sistem
memori berupa tahap rekaman, penyimpanan serta penggunaan. Biarpun
begitu, akal mustahil bisa memahami seluruh produk ilmu dan
teknologi. Kendati sudah dipakai atau menjadi obyek. Manusia pada
hakikatnya terfragmentasi dengan ilmu. Arkian, tidak utuh lagi.
Demikian juga alam lingkungan.
Kemajuan
teknologi, lantas menimbulkan lecutan-lecutan mengejutkan ke berbagai
bidang ilmu serta teknologi. Dalam tiga puluh tahun saja, telah
berlalu beberapa generasi komputer. Pertama,
teknologi tabung hampa, disusul teknologi transistor. Kemudian
muncul chip
berupa LSI. Inilah yang sekarang diaplikasikan dalam komputer.
Era
mendatang, ilmu dan teknologi makin sarat dengan ”kebingungan”
yang berseliweran. Istilah-istilah semacam technotronic,
masyarakat teknokrasi, teknostruktur dalam masyarakat post-industri
serta tentang kultus teknologi, akan akrab di telinga. Masa depan,
jelas penuh shock,
ketidakpastian dan kecemasan karena lingkungan yang begitu gesit
berubah.
Percepatan
yang menjadi ciri masyarakat Gelombang Ketiga (The
Third Wave) di era Informasi abad
Ruang Angkasa, akhirnya mengilhami beberapa futurolog dengan
gagasan-gagasan bombastis. Kolumnis asal Swiss, Henri Frederic Amiel
menyimpulkan empat dimensi berkat kemajuan teknologi untuk memenuhi
kebutuhan manusia yang kian konsumtif. Keempat persepsi tersebut
yakni (1) kegunaan menggeser keindahan, (2) industri menghapus seni,
(3) politik ekonomi mengubur agama, (4) ilmu hitung menelan puisi.
Ilmu serta
teknologi sebagai jasa yang meringankan kerja manusia tiada lain
sebuah wujud yang memberi keseimbangan hidup. Kemajuan teknologi
memberi angin segar dalam kehidupan. Maklum, membentuk kualitas diri
buat menjangkau masa depan yang sarat kejutan dan penuh
ketidakpastian. Bukan hal muskil jika para ilmuwan meramal bahwa
sekitar tahun 2050, bakal diadakan Olimpiade Antarplanet pertama di
Armstrong, Ibu Kota Bulan. Ada pula Astropolis, kota ruang angkasa
pertama. Bandar ini akan diresmikan sebagai kota pengekspor listrik
serta produksi-produksi ruang angkasa. Manusia malahan dapat
berkomunikasi lewat telepon dengan roh orang mati yang beratnya 200
gram.
Mengingat
pentingnya ilmu dan teknologi di masa datang, maka, produk yang
tercipta dari kedalaman serta kejernihan kreativitas berpikir itu,
harus “disetubuhi” sampai tak menimbulkan keruwetan dalam
kehidupan. Ilmu dan teknologi mesti dirangkul, dipeluk serta dicumbu
untuk menghalau penderitaan Bumi bersama isinya.
Patut diduga
keras bahwa hanya ilmu dan teknologi yang bisa menyingkirkan 30 juta
anak yang hidup di jalan-jalan di kota- kota Dunia Ketiga. Lebih
dari itu, ilmu serta teknologi diharap sanggup mengikis 50 persen
penduduk kota-kota Dunia Ketiga yang bermukim di daerah buruk
(slums).
Pasalnya, mampu menghasilkan produk pangan, sandang, pangan dan
energi yang memadai. Hasil ini, tentu dapat pula mengurangi angka 50
ribu orang, sebagian besar anak-anak yang meninggal saban hari
gara-gara penyakit yang berkaitan dengan lingkungan buruk.
Manusia masa
depan jelas dihadapkan pada perkara pelik yang banyak variatifnya.
Alhasil, keragaman kondisi guna mengatasi masalah manusia masa depan,
membutuhkan keuletan seleksi informasi, analisis informasi serta
pengambilan keputusan serba cepat dan tepat. Dengan demikian,
pendidikan harus bisa mengajarkan solusi.
Di Amerika
Serikat, pengembangan suku cadang untuk manusia sudah pula
digalakkan. Ratusan warga Amerika menyatakan memperoleh manfaat
besar berkat pengembangan suku cadang tersebut lewat operasi serta
percobaan-percobaan medis. Semua dilakukan oleh dokter, peneliti dan
pakar biologi. “Kita sedang menuju ke arah keandalan untuk
mengganti hampir tiap organ serta tulang dalam tubuh dengan buatan
manusia”, kata Donald E. O’Neill, wakil presiden perusahaan
farmasi Warner-Lambert Company.
Manusia masa
depan yang hidup di era informasi dan zaman robot sangat dipengaruhi
oleh faktor-faktor supraorganis. Mereka pun terkait dengan
ikhtiar-ikhtiar pembangunan. Di abad supermutakhir itu, yang
dipandang sebagai “final” dari kreativitas manusia, pembangunan
telah disusupi alam lingkungan seperti pertanian, pertambangan,
industri, konsentrasi perumahan, jaringan lalu lintas yang makin
luas, cepat serta padat. Selain itu, peningkatan kesehatan
masyarakat. Kemudian pembangunan pertahanan dan persenjataan. Di
samping faktor tersebut, juga kemajuan kedokteran, pemakaian zat-zat
sintesis, algeni serta penyelidikan samudera dan angkasa teramat
mempengaruhi evolusi manusia.
Kemajuan
ilmu serta teknologi di masa depan memungkinkan pula pembuatan
manusia photocopy.
Temuan-temuan baru di bidang biologi, biokimia, mikrobiologi dan
genetika, sudah melebarkan alternatif terhadap manusia photocopy
itu. Para pakar bioteknologi tidak rumit lagi mengutak-atik rekayasa
genetik via teknik DNA-Rekombinan. Hatta, manusia cacat enteng
“direparasi” dengan mengganti alat tubuhnya. Hingga, muncul
“species baru”, manusia bionic (biology
electronic). Impian perihal Steve
Austin (The Six Million Dollar Man)
pun jadi nyata. Herkules modern telah lahir yang kekuatannya bukan
berasal dari dewa, melainkan perkembangan teknologi.
Di Eropa,
Amerika serta Uni Soviet, kini dibangun reaktor nuklir fusi
“Tokamak”, yang dapat menyediakan banyak energi bagi masyarakat
di masa datang. “Tokamak” bisa menghasilkan medan magnet sangat
kuat dalam ruang reaksi demi membakar atom-atom deuterium
dan tritium
yang memproduksi panas serta sinar.
Hasil-hasil
teknologi inilah yang sanggup membangun masyarakat masa depan.
Soalnya, keluhan dan kengerian mampu diatasi cuma dengan
“menyetubuhi” ilmu serta teknologi. Negara-negara maju semacam
Amerika, Perancis, Jerman, Kanada, Inggris, Italia dan Jepang, tak
terlalu pusing dengan masyarakatnya. Sebab, ilmu dan teknologi yang
mereka miliki sanggup menjawab tantangan lapangan kerja serta
kekurangan gizi. Jadi, mitos ilmu dan teknologi, yang punya
kebenaran ideal sekaligus memiliki dimensi serta kekuatan normatif
guna mengatur dan mempersatukan masyarakat, mesti dihidupkan di tiap
lembah mana saja di dunia ini. Walhasil, kedamaian serta
kesejahteraan senantiasa menaungi penduduk Bumi yang kian melonjak
dan bergolak.
(Pedoman
Rakyat, Jumat, 2 Februari
1990)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar