Kamis, 10 Januari 2013

Putu Setia dan Ayu Utami si Anti Islam

Putu Setia dan Ayu Utami
Duo Anti Islam
Kembali Menyerang
Lewat Jurus Mengangkang

Oleh Abdul Haris Booegies

      Pada Ahad, 6 Januari 2013, Seputar Indonesia serta Koran Tempo merilis tulisan Ayu Utami dengan Putu Setia. Seperti biasa, jika membahas Islam, pasti kedua penulis tersebut tidak luput dari rumus ejekan.
      Ayu menulis Ngangkang atau Tidak Ngangkang (Seputar Indonesia, Ahad, 6 Januari 2013). Sementara Putu meracik Ngangkang (Koran Tempo, 6 Ahad, Januari 2013). Tulisan itu muncul karena keduanya gerah dengan Pemerintah Kabupaten Lhokseumawe, Aceh. Sebagaimana dimafhumi, Lhokseumawe membuat aturan yang melarang perempuan duduk mengangkang tatkala dibonceng. Aturan inilah yang dianggap konyol oleh Ayu. Sedangkan Putu mengolok-oloknya sebagai istilah dengan rating tinggi.
      Ada catatan khusus bahwa Seputar Indonesia merupakan surat kabar yang tak laku di Makassar. Sementara Koran Tempo lebih parah lagi. Mengklaim diri “Korannya Makassar”, namun, yang berlangganan bisa dihitung jari. Tak mengherankan bila sejak pagi dua surat kabar ini diobral murah Rp 1.000 di perempatan jalan. Apesnya, tetap sepi pembeli alias tidak laku.  Kasihan.

Si Lonceng Setan
      Putu tertoreh sebagai pendeta Hindu dengan nama mentereng Ida Pandita Mpu Jaya Prema Ananda. Kalau ia pendeta, pasti punya tingkat pengetahuan agama. Ia pasti memiliki filter untuk menghindari pikiran dan perbuatan yang tak senonoh.
      Sialnya, pendeta Hindu ini punya kedengkian membara terhadap Front Pembela Islam (FPI). Bahkan, tidurnya terusik oleh kehadiran FPI. Tidak diketahui pasti apakah ia pernah diganggu langsung oleh FPI. Tiada pula keterangan jika ia barangkali pernah ditempeleng atau istrinya disiuli oleh jamaah FPI. Saya teringat petikan al-Qur’an yang begitu puitis. “Mereka menggigit ujung jari. Gara-gara geram bercampur benci terhadap Islam” (al-Imran: 119).
      Sebagai pendeta Hindu, seyogyanya Putu memaparkan mengapa ia teramat berang serta dendam kepada FPI. Bila ia marah lantaran FPI merusak tempat-tempat maksiat, ini sungguh aneh. Insan beragama biasanya tak menoleransi tempat maksiat, tetapi, ada pendeta Hindu jengkel akibat tempat maksiat dirusak.
      Putu dapat berkelit kalau ia tidak dengki terhadap FPI karena merusak tempat maksiat. Ia bisa berdalih jika kini era pluralisme. Bila boleh tahu, bagaimana perasaan Putu ketika Muslim Rohingya dibantai oleh gerombolan Budha di Myanmar. Bandit-bandit Budha membunuh 15 ribu kaum Muslim, merampok, membakar 21 masjid sembari memperkosa Muslimah. 30 ribu umat Islam hilang. Sedangkan 5.000 ditahan. Apa reaksimu!  Apa reaksimu, Putu! Saya tidak tahu apakah kau pernah mengecam pembantaian Muslim Rohingya atau tersenyum puas gembira. Inilah kesaktian pluralisme yang diusung si Gus Dur.
      Putu menyebut Goenawan Mohamad dalam tulisan Ngangkang. Goenawan tentu cecunguk Putu dalam melawan Islam. Begitu mengherankan bahwa Goenawan yang anti Islam tidak malu memakai nama Mohamad. Saya termasuk orang yang senang kalau Goenawan mengganti nama menjadi I Petu Goenawan atau Goenawan Utami. Keren sekali.
      Di usia yang lapuk, terlihat Goenawan makin agresif dengan tulisan-tulisan anti Islam. Semoga umurnya panjang. Aamiin.
      “Jangan orang kafir menyangka bahwa Kami membiarkan usianya panjang sebagai pertanda baik bagi dirinya. Kami sekedar menangguhkan. Hingga, bertambah dosanya. Di sisi mereka ada azab nista” (al-Imran: 178).
      Dalam Islam, ada Hadis bahwa “lonceng adalah seruling setan”. Saya sempat sekilas melihat foto Putu dengan busana pendeta di blognya. Ia menggunakan pula mahkota bak Kaisar Bokassa. Geli bercampur ngeri saya memandangnya. Arkian, cuma selintas menatapnya. Saya tak melihat saksama, apakah Putu juga memegang lonceng.
      Jika ia memiliki lonceng, pantas tulisan-tulisannya bernada anti Islam. Ia mungkin diilhami s… Ssst...kata tersebut jangan diteruskan. Nanti Putu bersama kaki-tangannya marah atau saya dituduh SARA (suku, agama, ras dan antar-golongan).
      “Insan saleh berperang di jalan Allah. Sementara gerombolan kafir berjuang demi Thaghut (sesembahan selain Allah). Perangi konco-konco setan itu. Sungguh, tipu daya setan begitu lemah” (an-Nisa: 76).

Si Pendekar Porno
      Bukan hanya Putu yang mengangkangi aturan pemerintah daerah bernada Islam. Ayu membebek pula. Sebagai non-Muslim, tidak pantas makhluk betina ini berkotek-kotek dalam masalah duduk mengangkang. Pasalnya, warga Lhoksemawe punya tradisi Islam yang kental. Nabi Muhammad bersabda: “Allah melaknat para wanita yang menyerupai pria serta para lelaki yang bergaya perempuan”.
      Hadis ini bagi insan saleh dimaknai sebagai penghormatan kepada wanita. Mereka dilarang dengan undang-undang ketat agar tak mengumbar aurat. Sedangkan kaum liberal mengartikan Hadis tersebut sebagai kerangkeng bagi perempuan dalam beraktivitas. Ayu seolah tuhan saat melirik aturan mengangkang Lhokseumawe. Dengan untaian huruf, ia pun melakukan kampanye untuk menistai aturan Islami warga Lhokseumawe.
      “Mereka juga mengatakan: Raa’ina (perhatikan kami) sambil memutar-mutar lidahnya seraya mencela Islam” (an-Nisa: 46).
      Tulisan anti Islam Ayu di Seputar Indonesia selalu menempatkan dirinya sebagai wanita bermoral. Hatta, enteng merendahkan Islam. Ia berkhotbah soal moral lewat kata-kata di media. Seolah dirinya putri mahadewa dari gunung Olympus.
      “Mayoritas Ahl al-Kitab bernafsu menjadikan kalian kafir setelah beriman. Sebab, kedengkian dalam dirinya” (al-Baqarah: 109).
      Saya ingin bertanya kepada Ayu si pendekar aurat. Memangnya kau ini siapa di sisi Allah yang tidak beranak. Kau menyusun kalimat yang bertentangan dengan aturan hakiki Allah. Kau mau menjadi jagoan perempuan lewat emansipasi. Sementara tulisanmu tak risih menyebut kontol dan vagina. Wanita macam apa yang mengumbar kata-kata begitu di tengah publik pembaca?
      Sampai sekarang saya tidak tahu apa agama yang dianut Ayu. Saya cuma mengerti bahwa yang dibaca menunjukkan pribadi. Penikmat kalimat sensual jelas melahirkan frasa cabul.
      “Mereka bersundal di Mesir, mereka bersundal pada masa mudanya, di sana susunya dijamah-jamah serta dada keperawanannya dipegang-pegang” (Yehezkiel 23:3).
      “Ia berahi kepada kawan-kawannya bersundal, yang auratnya mirip aurat keledai dan zakarnya seperti zakar kuda” (Yehezkiel 23:20). Nauzubillah.
      Bila bukan Islam, tak usah geregetan dengan Pemerintah Kabupaten Lhokseumawe. Urus saja selangkanganmu serta agamamu. Bagimu agamamu, bagiku agamaku.
      “Kamu harus menjalankan hukum di antara mereka sebagaimana yang diwahyukan Allah. Jangan menuruti hawa nafsu mereka. Berhati-hatilah terhadapnya supaya tidak memalingkanmu dari hukum yang diturunkan Allah kepadamu” (al-Maidah: 49).
      Kepada kaum Muslim diimbau. Kalau sudah membaca tulisan anti Islam Putu, Goenawan, Ayu atau siapa pun laskar Dajjalis agar berdoa: “Ya Tuhan kami! Jangan condongkan hati kami pada kesesatan setelah Engkau membimbing kami. Curahkan kami kasih sayang dari sisi-Mu. Engkau Tuhan yang melimpah-ruah karunia-Nya” (al-Imran: 8).



































Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Amazing People