Kamis, 17 Januari 2013

Olimpiade Athena di Tengah Tragedi Darfur

  

Olimpiade di Tengah Tragedi Darfur
Oleh Abdul Haris Booegies

      Pesta olahraga akbar tiba. Sebanyak 10.500 atlet dari 202 negara bakal berlaga di Olimpide Athena pada 13-29 Agustus 2004. Mereka akan memperebutkan 986 medali emas, 986 medali perak serta 1.150 medali perunggu.
      Medali-medali Olimpiade Athena 2004, didesain Elena Votsi bersama Kostas Kazakos. Even akbar kali ini dianggap sebagai olimpiade pulang kampung. Sebab, Yunani merupakan pionir pesta olahraga terbesar antar-benua itu.
      Dalam mitologi Yunani kuno, Mahadewa Zeus yang bertahta di surgaloka mengutus Nike turun ke bumi. Dewi kemenangan di arena perang sekaligus di stadion tersebut, tiba di Olympia. Olimpiade diperkirakan bergemuruh sekitar tahun 1.370 sebelum Masehi. Olimpiade zaman kuno itu diselenggarakan di sebuah lapangan rumput dekat kuil pemujaan untuk Dewa Zeus di Olympia.
      Zaman dan generasi berputar. Hingga, Olimpide tiba di masa Kaisar Nero dari Kerajaan Romawi. Ketika Nero menginvasi Yunani, maka, semangat sportivitas diinjak-injak. Pasalnya, Nero mau menang dalam balap kereta tanpa perlawanan.
      Pergantian abad kemudian melupakan kawasan Olympia. Alhasil, datang Baron Pierre de Coubertin. Ia seorang penyair yang mencetuskan olimpiade modern. Di Paris, kala musim semi pada November 1892, Coubertin mengajak semua orang mengurangi perang lewat olimpiade. Penulis puisi serta politikus tersebut, mengimbau agar tercipta perdamaian di dunia.
      Pada 1896, diadakan olimpiade modern pertama di Stadion Panathinaikon yang intinya didasari semangat hidup rukun tanpa perang. Walau atlet dipacu merebut kehormatan buat mengalahkan lawan dengan otot, tetapi, sportivitas tetap di atas segalanya.

Ritus Barat
      Saat Yunani menjamu duta-duta olahraga dari seluruh dunia, maka, di belahan lain bumi terjadi pertikaian sengit. Amerika Serikat bersama Inggris kembali turun gunung bersiap melabrak Sudan.
      AS menuduh pemerintah Khartoum mendukung milisi Arab bernama Janjaweed (pasukan berkuda dengan senjata api). Kelompok yang dipersenjatai pemerintah itu, sekarang terus-menerus menyerang petani kulit hitam.
      Konflik antara pemberontak Darfur dengan kafilah Janjaweed dukungan pemerintah telah menewaskan 50 ribu orang. Lantas tercatat 1,2 juta penduduk meninggalkan kampung halamannya sejak Februari 2003. Lalu 2,2 juta orang sengsara dihimpit kesulitan pangan dan kesehatan.
      AS bersama konco-konconya kemudian meningkatkan tekanan atas pemerintah Sudan. Soalnya, negara tersebut dinilai tak punya komitmen guna melucuti senjata anggota milisi pro-pemerintah. Menurut PBB, terjadi penyiksaan secara sistematis serta perkosaan massal terhadap warga asli kulit hitam di Darfur, Sudan barat.
      Presiden Sudan Omar Hasan al-Bashir menganggap bahwa AS sengaja memojokkan Sudan lantaran dilatarbelakangi permusuhan terhadap Islam. AS yang tertoreh sebagai guru the lessons of terror, berniat menghambat perkembangan Islam di negara kaya minyak itu.
      Syariat Islam diterapkan di Sudan yang berada di Afrika Utara oleh Presiden Gaafar Muhammad Numayri pada 1983. Pemberlakuan tersebut lantas memperuncing situasi di Sudan yang dihuni 400 etnis.
      AS yang pernah membaiat diri sebagai globo cop (polisi dunia), kini ibarat jagoan tanpa lawan sepadan. Sesudah Uni Soviet hancur berkeping-keping, maka, musuh berwujud komunisme lenyap (the death of socialism).
      Perang Dingin (Cold War) di masa silam yang menjadi ritus bagi negara-negara Barat, sekarang telah almarhum. Tiada lagi Blok Timur (komunis-sosialis) dengan Pakta Warsawa yang berpolitik ekspansionis serta agresif. Islam, di mata AS adalah serpihan-serpihan kekuatan yang tercerai-berai. Tugas utama Paman Sam ialah menjaga supaya negara Islam tetap pecah berserakan.
      Kalau negara Islam bersatu, berarti akan lahir energi dahsyat. Apalagi, Sudan, Irak dan Afganistan kaya dengan minyak.

Takdir Mengenaskan
      Di gelanggang olimpiade, penonton bersorak-sorai mendukung atletnya meraih Citius Altius Fortius (tercepat, tertinggi, terkuat). Sedangkan di Sudan, air masa kesedihan berlinang serta ceceran darah tumpah oleh duka lara bencana kemanusiaan.
      Di Olimpiade Athena, persekutuan pertahanan Atlantik utara ikut berperan. Pengamanan di Yunani didukung unit pasukan khusus, patroli udara dan laut NATO.
      Kerangka pengamanan itu meliputi tirai buat mengatasi serangan nuklir, senjata kimia serta virus biologi. Di bandara militer Athena dipasang lima rudal Patriot, yang bisa ditembakkan langsung bila radar menangkap sesuatu yang mencurigakan.
      Misil-misil buatan AS tersebut, menjadi andalan Angkatan Udara Yunani dalam menghadapi ancaman selama olimpiade. Sementara rudal buatan Rusia S 300 ditempatkan di kota Heraklion guna melindungi kawasan selatan pulau Crete. Armada dan amunisi pelibas nyawa itu, teramat garang menciutkan nyali. Padahal, alat-alat perang tersebut sekedar rongsokan jika tidak ditopang dengan minyak.
      Sesudah Perang Dingin pamit dari arena kehidupan, maka, AS bersama segenap negara adikuasa kelompok Atlantik, mulai menggerayangi negara-negara Islam. Dewan Kemitraan Eropa-Atlantik lalu menghancurkan satu per satu negara Islam yang memiliki cadangan minyak serta gas alam. Diawali dari Afganistan dan Irak. Kini, sasaran berikutnva yakni Sudan.
      AS bersama komplotannya leluasa mencabik-cabik Afganistan serta Irak. Kemudian tanpa rasa malu berbondong-bondong merampas energi alam Afganistan dan Irak.
      Realitas tersebut cocok dengan tuduhan Michael Moore dalam buku Stupid White Man, bahwa Presiden George Bush itu thief in chief (kepala perampok). Ia tak ubahnya Kaisar Nero yang melecehkan martabat kemanusiaan demi menggapai ambisi negatif.
      Yunani menghabiskan 1,2 miliar euro (1,4 miliar dollar AS) untuk mengamankan pesta olahraga tersebut. Tercatat 70 ribu petugas keamanan diterjunkan guna melindungi olimpiade yang melibatkan 16 ribu atlet serta ofisial. Sedangkan di belahan bumi lain di Afrika, sebuah negara bernama Sudan siap dikangkangi AS.
      Ketika penonton olimpiade gegap-gempita oleh azimat winning is everything, maka, Sudan harus menerima suratan takdir yang memilukan. Padahal, Pierre de Coubertin menghendaki olimpiade terlaksana agar tercipta perdamaian. Impian pencetus pesta akbar olahraga itu, rupanya sirna. Sebab, cita maupun asa Sudan, kalah nyaring oleh extravaganza olimpiade.

(Tribun Timur, Senin, 9 Agustus 2004)














Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Amazing People