Olimpiade
di Tengah Tragedi Darfur
Oleh Abdul
Haris Booegies
Pesta olahraga akbar tiba.
Sebanyak 10.500 atlet dari 202 negara bakal berlaga di Olimpide
Athena pada 13-29 Agustus 2004. Mereka akan memperebutkan 986
medali emas, 986 medali perak serta 1.150 medali perunggu.
Medali-medali Olimpiade Athena
2004, didesain Elena Votsi bersama Kostas Kazakos. Even akbar kali
ini dianggap sebagai olimpiade pulang kampung. Sebab, Yunani
merupakan pionir pesta olahraga terbesar antar-benua itu.
Dalam mitologi Yunani kuno,
Mahadewa Zeus yang bertahta di surgaloka mengutus Nike turun ke bumi.
Dewi kemenangan di arena perang sekaligus di stadion tersebut, tiba
di Olympia. Olimpiade diperkirakan bergemuruh sekitar tahun 1.370
sebelum Masehi. Olimpiade zaman kuno itu diselenggarakan di sebuah
lapangan rumput dekat kuil pemujaan untuk Dewa Zeus di Olympia.
Zaman dan generasi berputar.
Hingga, Olimpide tiba di masa Kaisar Nero dari Kerajaan Romawi.
Ketika Nero menginvasi Yunani, maka, semangat sportivitas
diinjak-injak. Pasalnya, Nero mau menang dalam balap kereta tanpa
perlawanan.
Pergantian abad kemudian melupakan
kawasan Olympia. Alhasil, datang Baron Pierre de Coubertin. Ia
seorang penyair yang mencetuskan olimpiade modern. Di Paris, kala
musim semi pada November 1892, Coubertin mengajak semua orang
mengurangi perang lewat olimpiade. Penulis puisi serta politikus
tersebut, mengimbau agar tercipta perdamaian di dunia.
Pada 1896, diadakan olimpiade
modern pertama di Stadion Panathinaikon yang intinya didasari
semangat hidup rukun tanpa perang. Walau atlet dipacu merebut
kehormatan buat mengalahkan lawan dengan otot, tetapi, sportivitas
tetap di atas segalanya.
Ritus Barat
Saat Yunani menjamu duta-duta
olahraga dari seluruh dunia, maka, di belahan lain bumi terjadi
pertikaian sengit. Amerika Serikat bersama Inggris kembali turun
gunung bersiap melabrak Sudan.
AS menuduh pemerintah Khartoum
mendukung milisi Arab bernama Janjaweed (pasukan berkuda
dengan senjata api). Kelompok yang dipersenjatai pemerintah itu,
sekarang terus-menerus menyerang petani kulit hitam.
Konflik antara pemberontak Darfur
dengan kafilah Janjaweed dukungan pemerintah telah menewaskan
50 ribu orang. Lantas tercatat 1,2 juta penduduk meninggalkan
kampung halamannya sejak Februari 2003. Lalu 2,2 juta orang sengsara
dihimpit kesulitan pangan dan kesehatan.
AS bersama konco-konconya kemudian
meningkatkan tekanan atas pemerintah Sudan. Soalnya, negara tersebut
dinilai tak punya komitmen guna melucuti senjata anggota milisi
pro-pemerintah. Menurut PBB, terjadi penyiksaan secara sistematis
serta perkosaan massal terhadap warga asli kulit hitam di Darfur,
Sudan barat.
Presiden Sudan Omar Hasan
al-Bashir menganggap bahwa AS sengaja memojokkan Sudan lantaran
dilatarbelakangi permusuhan terhadap Islam. AS yang tertoreh sebagai
guru the lessons of terror, berniat menghambat perkembangan
Islam di negara kaya minyak itu.
Syariat Islam diterapkan di Sudan
yang berada di Afrika Utara oleh Presiden Gaafar Muhammad Numayri pada 1983. Pemberlakuan tersebut lantas memperuncing situasi di
Sudan yang dihuni 400 etnis.
AS yang pernah membaiat diri
sebagai globo cop (polisi dunia), kini ibarat jagoan tanpa
lawan sepadan. Sesudah Uni Soviet hancur berkeping-keping, maka,
musuh berwujud komunisme lenyap (the death of socialism).
Perang Dingin (Cold War) di
masa silam yang menjadi ritus bagi negara-negara Barat, sekarang
telah almarhum. Tiada lagi Blok Timur (komunis-sosialis) dengan
Pakta Warsawa yang berpolitik ekspansionis serta agresif. Islam, di
mata AS adalah serpihan-serpihan kekuatan yang tercerai-berai. Tugas
utama Paman Sam ialah menjaga supaya negara Islam tetap pecah
berserakan.
Kalau negara Islam bersatu,
berarti akan lahir energi dahsyat. Apalagi, Sudan, Irak dan
Afganistan kaya dengan minyak.
Takdir Mengenaskan
Di gelanggang olimpiade, penonton
bersorak-sorai mendukung atletnya meraih Citius Altius Fortius
(tercepat, tertinggi, terkuat). Sedangkan di Sudan, air masa
kesedihan berlinang serta ceceran darah tumpah oleh duka lara bencana
kemanusiaan.
Di Olimpiade Athena, persekutuan
pertahanan Atlantik utara ikut berperan. Pengamanan di Yunani
didukung unit pasukan khusus, patroli udara dan laut NATO.
Kerangka pengamanan itu meliputi
tirai buat mengatasi serangan nuklir, senjata kimia serta virus
biologi. Di bandara militer Athena dipasang lima rudal Patriot,
yang bisa ditembakkan langsung bila radar menangkap sesuatu yang
mencurigakan.
Misil-misil buatan AS tersebut,
menjadi andalan Angkatan Udara Yunani dalam menghadapi ancaman selama
olimpiade. Sementara rudal buatan Rusia S 300 ditempatkan di kota
Heraklion guna melindungi kawasan selatan pulau Crete. Armada dan
amunisi pelibas nyawa itu, teramat garang menciutkan nyali. Padahal,
alat-alat perang tersebut sekedar rongsokan jika tidak ditopang
dengan minyak.
Sesudah Perang Dingin pamit dari
arena kehidupan, maka, AS bersama segenap negara adikuasa kelompok
Atlantik, mulai menggerayangi negara-negara Islam. Dewan Kemitraan
Eropa-Atlantik lalu menghancurkan satu per satu negara Islam yang
memiliki cadangan minyak serta gas alam. Diawali dari Afganistan dan
Irak. Kini, sasaran berikutnva yakni Sudan.
AS bersama komplotannya leluasa
mencabik-cabik Afganistan serta Irak. Kemudian tanpa rasa malu
berbondong-bondong merampas energi alam Afganistan dan Irak.
Realitas tersebut cocok dengan
tuduhan Michael Moore dalam buku Stupid White Man, bahwa
Presiden George Bush itu thief in chief (kepala perampok). Ia
tak ubahnya Kaisar Nero yang melecehkan martabat kemanusiaan demi
menggapai ambisi negatif.
Yunani menghabiskan 1,2 miliar
euro (1,4 miliar dollar AS) untuk mengamankan pesta olahraga
tersebut. Tercatat 70 ribu petugas keamanan diterjunkan guna
melindungi olimpiade yang melibatkan 16 ribu atlet serta ofisial.
Sedangkan di belahan bumi lain di Afrika, sebuah negara bernama Sudan
siap dikangkangi AS.
Ketika penonton olimpiade
gegap-gempita oleh azimat winning is everything, maka, Sudan
harus menerima suratan takdir yang memilukan. Padahal, Pierre de
Coubertin menghendaki olimpiade terlaksana agar tercipta perdamaian.
Impian pencetus pesta akbar olahraga itu, rupanya sirna. Sebab, cita
maupun asa Sudan, kalah nyaring oleh extravaganza olimpiade.
(Tribun Timur,
Senin, 9 Agustus 2004)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar