Memacu Ekonomi dengan Literasi Sains
Oleh Abdul Haris Booegies
Pasar tunggal
ASEAN berlangsung pada 2015. Kemudian pasar
bebas tujuh tahun lagi. Sementara tahun
2030 berjarak 17 tahun. 2030 merupakan
mimpi indah elite pemegang kendali struktur kekuasaan negeri ini. Di tarikh itu, Indonesia diklaim menjadi
kekuatan ekonomi nomor tujuh di dunia.
Dari utak-atik
sini-sana kanan-kiri, “Mimpi 2030” boleh dirindukan. Sebab, Indonesia memiliki potensi geologi, demografi,
geografi dan lingkungan strategis.
Dewasa ini, kabar
gembira tiada lain daya tahan ekonomi Indonesia yang bisa meredam guncangan
ekonomi global. Ekonomi Indonesia tetap
ereksi di tengah krisis berkepanjangan Eropa.
Ekonomi Indonesia masih tegak pada pusaran beban utang negara-negara maju.
Ekonomi Indonesia
tidak melempem berkat konsumsi masyarakat serta pergerakan investasi. Konsumsi masyarakat menyemarakkan Indonesia
sebagai pasar bagi produk yang dihasilkan.
Di sisi lain, Indonesia menjadi tujuan investasi urutan tiga di Asia
setelah China dan India. Selama tiga
tahun belakangan ini, pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,3 persen dengan standar
deviasi 0,2.
Kesaktian sumber
daya alam jelas tidak disangsikan.
Masalah yang sekarang harus dikedepankan yaitu politik serta literasi
sains.
Kekuatan politik
mutlak diandalkan. Dalam mendukung ekonomi
Indonesia, diperlukan transformasi politik.
Instrumen ini menjadi motor
penggerak dalam mengubah kemakmuran bangsa.
Institusi berupa rezim politik yang stabil dan kapasitas negara, enteng
mengendalikan rakyat. Institusi yang
mapan dapat mengatur kekuasaan politik untuk didistribusikan kepada masyarakat. Aplikasi terhadap warga tentu mempengaruhi sistem
pendidikan.
Sikaaporo’ vs Pie
Institusi politik
yang kuat jelas gampang mendorong laju ekonomi.
Interaksi politik dengan ekonomi memicu stimulasi bagi dunia
bisnis. Alhasil, menciptakann kegiatan
perdagangan yang kompetitif. Maklum, partisipasi
politik mudah mengayomi pertumbuhan bisnis.
Daya perkasa politik
dalam pengembangan ekonomi tersua pada Amerika Serikat. Pasca Perang Dunia II, politik AS mendominasi
negara-negara yang berada di bawah kolong langit.
Dengan kekuatan
politik, Paman Sam menumbuh-kembangkan ekonomi.
Bisnis AS dilapis kekuatan politik.
Contoh kecil, hanya sedikit pemimpin negara berani menolak memasarkan
film-film Hollywood di negaranya.
Akibatnya, kultur AS leluasa merangsek.
Breakdance, Harlem Shake,
Halloween, makanan cepat saji, mendadak akrab dalam kehidupan. Sekiranya politik Indonesia perkasa, niscaya Gandrang Bulo lebih top ketimbang Gangnam Style. Sikaaporo’
(penganan nomor satu di Sidenreng Rappang) lebih mendunia dibanding pie asal AS. Di sini terbukti bahwa superioritas politik sanggup
mendistribusikan bisnis serta budaya.
Dalam membangun
politik dan budaya, maka, Indonesia wajib fokus pada literasi sains. Melek pengetahuan alam menjadi landasan bagi
pengembangan masa depan bangsa.
“Mimpi 2030” mesti
dikejar dengan upaya membaja. “Mimpi 2030”
tidak datang begitu saja. Mitos akbar
itu harus direbut dengan kerja keras.
Ongkang-ongkang
kaki sambil menunggu rezeki tiba sendiri, tak berlaku di era generasi Avatar
ini. Semua butuh pengorbanan. Tahun 70-an, Indonesia setara China dengan
Korea Selatan. Tiba-tiba kita
terkesiap. China melibas ekonomi AS,
Jepang, Jerman, Perancis serta Inggris.
Korea Selatan lewat Samsung
berani berduel dengan Apple.
Di kesempatan
sama, Indonesia sibuk mengirim tenaga kerja.
Peruntungan TKI justru sering apes.
Disiksa majikan atau dihajar pihak kepolisian di suatu negara.
Generasi Proaktif
Literasi sains bakal
membentuk kualitas manusia dalam mengarungi kehidupan. Pijakan ilmu alam akan menstimulasi otak
murid-murid. Begitu dewasa, mereka tidak
konyol soal sains dan teknologi. Pada
periode ini, pasti masih ada siswa yang berteori jika matahari mengelilingi
bumi.
Sains merupakan
ilmu tentang fenomena alam yang meliputi produk serta proses. Sedangkan literasi sains menegaskan pemahaman
terhadap sains sekaligus penerapannya bagi kebutuhan masyarakat.
Literasi sains
merupakan keterampilan menggunakan pengetahuan sains demi mengidentifikasi
persoalan. Kemudian menarik kesimpulan
berdasarkan bukti-bukti. Dari mekanisme
ini diambil keputusan buat menyimpulkan perubahan yang terjadi pada alam karena
perbuatan manusia. Dengan demikian,
literasi sains memacu siswa untuk mengidentifikasi dan menginterpretasi. Literasi sains mengajak siswa agar andal
berpikir logis serta kreatif.
Literasi sains mutlak
bagi siswa lantaran mendorong untuk memahami lingkungan hidup, kesehatan,
ekonomi maupun perkara lain yang dihadapi masyarakat ultramutakhir. Terlebih penduduk global sangat bergantung
pada teknologi. Ini menandaskan bahwa
berpikir ilmiah merupakan tuntutan warganegara.
Dengan panduan
literasi sains bagi anak-anak Indonesia, maka, didambakan lahir generasi
proaktif dan produktif. Dari daya nalar
mereka diharap muncul komitmen terhadap iklim investasi yang kondusif. Hingga, ekonomi Indonesia mampu merespons
tantangan global.
Mereka yang sudah
mencicipi literasi sains kelak menata supaya tiada aral pengganjal bagi investor
asing. Selama ini, Indonesia dituding
punya birokrasi yang tak efisien.
Apalagi, stabilitas politik acap kisruh.
Di samping itu, infrastruktur begitu minim. Pembangunan akses pada pasar belum ditata
elok. Pengganjal investasi lain ialah
tenaga kerja bermutu juga terbatas.
Sementara aturan ketenagakerjaan dikategorikan kaku. Paling dahsyat tentu korupsi yang membuat
bulu kuduk merinding. Rule of law serta rezim demokrasi
menjadi syarat prima bagi investor asing.
Literasi sains diproyeksikan
lugas mengembangkan ekonomi. Patut dicamkan
bahwa di tahun 2030, tertoreh tiga komponen krusial. Trio disiplin tersebut yakni ekonomi, ekologi
dan astronomi.
Dalam mewujudkan
“Mimpi 2030”, pemangku amanat rakyat di negara ini mesti sigap secepatnya mengaplikasikan
literasi sains untuk anak-anak bangsa.
Usaha hari ini menentukan masa depan negeri ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar