Ketawa Gaya Santri (5)
Oleh Abdul Haris Booegies
Episode Kesebelas:
Pelapis Celana
Pagi dan sore merupakan jam sibuk bagi pelajar, termasuk santri Pesantren IMMIM. Pada 1980, hampir semua santri mandi di sumur. Kamar mandi asrama sudah tidak berfungsi. Di perigi, santri berkumpul demi membersihkan tubuh. Mereka terlihat senang mengguyur badan dengan air segar yang menyejukkan.
Terdengar percakapan dalam bahasa Arab Tamalanrea (Ararea) dengan logat Bugis Makassar. Mandi sambil berkisah merupakan hal lumrah bagi santri. Ada pula yang mencuci. Kalau tak punya sabun cuci, ia menggunakan sabun mandi. Pokoknya tercuci kendati daki yang melekat di pakaian masih tersisa.
Sumur merupakan tempat pertemuan santri dari berbagai rayon. Perigi kibar (senior) kadang sesak karena didatangi penghuni asrama Imam Bonjol, Datuk Ribandang (Fadeli Luran), Panglima Polem serta Pangeran Diponegoro. Pada 1982, sumur dekat dapur ada dua. Satu di belakang kantin, satu di samping kantin. Kedua perigi didatangi penghuni rayon Sultan Hasanuddin, Raja Faisal dan Raja Khalik. Sedangkan asrama Al-Gazali memiliki sumur tua di sisi rumah ustaz Syukri Basondeng. Perigi tersebut telah ada tiga tahun sebelum pembangunan rayon Al-Gazali.
Rata-rata santri yang mandi memakai celana pendek olahraga. Ada pemandangan yang sampai sekarang masih menjadi teka-teki besar. Mengapa santri yang mandi di sumur senantiasa membalik celana. Bagian dalam di luar. Hatta, terlihat pelapisnya yang putih berbentuk segitiga.
Ini sebuah misteri di perigi Pesantren IMMIM. Tidak satu pun santri sanggup memecahkan rahasia pemakaian secara terbalik celana.
Episode Keduabelas:
Digigit Lipan
Selepas Ashar, saya mengisi teka-teki silang (TTS). Tempatku di kamar I Panglima Polem. Kala asyik menyusun kata, muncul AA (D5).
Ia memperhatikanku sedang mencari kata untuk disusun sesuai kotak-kotak kosong. Saat itu, AA hendak ke sumur. Ia cuma melilit tubuhnya dengan handuk, tentu tak mengenakan celana. Polos bagian dalam alias setengah telanjang.
Kami kemudian sama-sama mengisi TTS. Bila ada kata-kata rumit, kami saling berpikir. AA duduk di tepi ranjangku. Tiba-tiba ia terlonjak sembari meringis. Tangannya mengibas-ibas di sekitar pangkal paha. AA lantas membelakangiku seraya memeriksa bagian vitalnya.
Saya mundur, ada apa ini? Ia setengah menjerit memekik dalam bahasa Arab Tamalanrea (Ararea). "Burungku digigit lipan".
Saya kaget, bagaimana mungkin ada lipan di kasurku. AA lalu meninggalkanku menuju perigi senior. Ia berjalan agak gontai gara-gara disengat serangga. Saya segera mengatur ulang dua kasurku; karet busa serta kapuk. Khawatir bernasib sama, digigit lipan betina di pesantren putra.
Episode ketigabelas:
Santri Striptis
Di Pesantren IMMIM, ada sejumlah santri nyentrik dan ugal-ugalan. Ada satu santri dari generasi 8086 yang begitu mashur. Tatkala menyusun 100 SANTRI POPULER, saya langsung memasukkan Abdul Hafid alias Havid de Berru.
Syahdan di suatu malam nan pekat bakda Isya. Lampu di pesantren padam lantaran listrik mati. Sebagian santri memilih duduk-duduk atau berbaring di ranjang.
Mendadak terdengar suara riuh di area sumur kibar. Ada apa gerangan? Rupanya Hafid yang penghuni Datuk Ribandang (Fadeli Luran) bertandang ke asrama Imam Bonjol.
Ia memeluk beberapa teman sambil terkekeh-kekeh. Rekan yang dirangkul hanya diam di kegelapan kamar. Menganggap ini semacam tingkah pengisi waktu ketika lampu tidak menyala.
Sahabat yang dipeluk kemudian terkejut. Berteriak-teriak sembari terbahak-bahak. Musababnya, Hafid ternyata bugil. Tak selembar benang di raganya.
Hafid dari rayon Datuk Ribandang menyeberang ke asrama Imam Bonjol dalam keadaan telanjang bulat. Masuk ke bilik merangkul satu per satu teman. Inilah pertunjukan striptis pertama di Pesantren IMMIM yang diperankan oleh aktor Iapim 8086. Betul-betul sinting.
(Bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar