Minggu, 17 Oktober 2021

Ketawa Gaya Santri (4)

 

Ketaa Gaya Santri (4)
Oleh Abdul Haris Booegies


Episode Kesembilan:
Pigura Raib

     Ketika libur, kami para santri Pesantren IMMIM, bergembira-ria.  Ini momen untuk pulang ke rumah bertemu orang-orang yang dikasihi.  Kalau libur, saya biasa tinggal di pesantren.  Apalagi sekarang sudah kelas IV.  Malas ke rumah yang berjarak 15 km.
     Kala mentari menanjak ke puncak, saya menyusuri selasar kelas yang sejajar Gedung Majelis Guru.  Bagian Timur bangunan kelas ini merupakan ruang Tsanawiyah.  Di sebelah Barat adalah ruang kelas IV.
     Di bilik kelas IV, santri terkadang makan coto, sate atau kue tradisional.  Sebab, ada warung di sisi lorong.  Santri hanya berseru menyebut apa yang diinginkan.  Makanan pun diantar oleh Dewi, anak gadis pemilik warung.
     Santri tinggal segelintir di kampus saat saya masuk ke ruang kelas IV IPA.  Saya tertegun, langkah kaki terhenti.  Saya mengamati dinding depan kelas.  Ada yang tidak lazim.
     Saya kemudian ke ruang kelas sebelah.  Sama.  Dua pigura yang terpajang di dinding, hilang.  Ada maling masuk ke pesantren.
     Saya bergegas memeriksa kelas lain.  Semua pigura di kelas Tsawnawiyah, raib.  Saya menyusuri serambi kelas ke belakang, arah Barat.
     Siapa yang mengambil pigura-pigura itu?  Tadi pagi masih ada.  Berarti pencurinya bertindak tatkala santri berbondong-bondong menuju kampung halaman masing-masing.
     Pigura ini bergambar pahlawan-pahlawan nasional seperti Pangeran Diponegoro, Sultan Hasanuddin atau Panglima Polem.  Bingkainya berukuran 40 x 30 cm.
     Di kelas paling ujung, terdengar langkah kaki.  Saya memperlambat jalan sambil menguping.  Ketika membuka pintu, saya terpana.  Ternyata La Gode (ini nama palsu).  Rekan sekamar di rayon Imam Bonjol.  Kami sama-sama kelas IV.  La Gode "seilmu sepengetahuan" dengan saya jika bolos ke bioskop.  Kami serupa karena rajin alpa di kelas.  Ia juga tak canggung dalam kenakalan.  Riwayatnya di pesantren "tidak putih tidak hitan", tetapi, kelabu.
     La Gode tersenyum kecut saat menatapku.  Di meja, tergeletak puluhan pigura.  Rupanya, La Gode bingung.  Bagaimana harus mengangkut pigura sebanyak itu ke kamar I Imam Bonjol.
     Mau lewat di belakang masjid, ada koki yang sedang bersenda-gurau di dapur serta kantin.  Mencoba lewat depan masjid, terlalu kentara terlihat dari ruang pimpinan kampus.  Gerak-gerik pasti terdeteksi sebagai aksi negatif.  Akibatnya, La Gode risau sendiri di kelas.
     Saya lantas berpura-pura mengingat sesuatu.  Ini sekedar alasan supaya saya meninggalkan La Gode seorang diri di kelas.  Saya tidak sudi terlibat dalam eksperimen unscientific ini.  Dosanya berlimpah.

Episode Kesepuluh:
Papan Ranjang

     Usai libur, kami para santri senang tiada terkira.  Bersemangat berbagi kisah.  Tiap diksi yang terlontar selalu kaya dengan kenangan.  Semua karena rindu telah berlabuh selama beberapa hari.  Mitra yang baru datang digoda agar membagi kue kering yang ditaruh di kaleng.  Cerita tak seru bila tidak ada kue.
     Di suatu peristiwa, ada insiden di hari pertama di kampus sesudah libur.  Kami di asrama Imam Bonjol saling mengklaim papan ranjang.  Sebuah selisih pendapat bergema.  Simpang-siur bergemuruh demi mencari wujud sekaligus ujung teka-teki papan.
     "Ini papanku", ujar A.
     "Bukan punyamu, ini papanku", sahut B.
     "Papanku mana?".  C bertanya.
     "Ke mana semua papan!"  Pekik D.
     Pertanyaan bagus, ke mana papan ranjang selama libur?  Mustahil binti muskil pencuri masuk ke pesantren untuk membopong papan.  Tak seberapa harganya.  Pencapaian target finansial begitu minim kalau cuma papan dicuri.  Apalagi, kamar disegel aksesnya dengan gembok.
     Misteri ini akhirnya tersibak.  Dilampiri bukti sahih.  Papan-papan tersebut kiranya telah berubah bentuk.  Seorang santri yang tinggal di kampus selama libur mengumpulkan sejumlah papan terbaik.  Dengan ilmu pertukangan ala kadarnya, ia membuat lemari.  Pantas ada lemari baru yang kasar serutannya di kamar, mirip peti mayat.
     Gara-gara lemari yang dibikin sembunyi-sembunyi secara manual itu, kami saling mengklaim papan.  Kami saling bertikai.  Kini, ada sahabat yang papan ranjangnya hanya dua.  Salah sedikit bisa jatuh jika tidur.  Ada-ada saja kreativitas anak Pesantren IMMIM.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Amazing People