Jumat, 01 Oktober 2021

Detik-detik Kelahiran IMMIM


Detik-detik Kelahiran IMMIM
Oleh Abdul Haris Booegies


     Di era 60-an, fenomena umat Islam di Indonesia sering menggelisahkan Fadeli Luran.  Ia gundah-gulana melihat kaum Muslim terdiri atas beberapa firqah (golongan yang berbeda akidah).
      Terbetik hasrat Fadeli Luran untuk mempersatukan kelompok-kelompok itu ke dalam sebuah wadah.  Ia ingin ada konsep yang mengatur tata-cara mengarungi kehidupan religius.
     Ramadan pada 1963 di kediaman Baso Amir di Jalan Gunung Latimojong No 22, berkumpul 50 pengurus masjid serta musala se-Makassar.  Dalam acara ramah-tamah tersebut, Fadeli Luran menjelaskan adanya keragaman dalam penafsiran fikih (hukum Islam).  Masalah shalat, umpamanya, terlihat pelaksanaannya berbeda dengan mazhab lain.
     Fadeli Luran terpanggil untuk mengembalikan pemahaman aneh itu ke sumber asli.  Ia berhasrat merangkai iman umat selaras konsep langit.
     Gagasan ini radikal.  Soalnya, Fadeli Luran mencuatkan paradigma dan orientasi baru.  Ia  berkehendak mengubah kelompok menjadi umat.

Embrio IMMIM
     Pada 1 Januari 1964, berdiri secara resmi organisasi nonpolitik yang dinamakan Ikatan Masjid Musala Indonesia (IMMI).  Organisasi ini dirancang untuk menciptakan kedamaian lewat refleksi serta kontemplasi.  Fadeli Luran yang punya strategi terukur pun dibaiat sebagai ketua
     Kehadiran IMMI kemudian secara perlahan menghapus pertentangan golongan serta mazhab.
IMMI menjadi titik temu berupa ketetapan tanpa perselisihan alias kalimatun sawa'.
     Fadeli Luran mengarahkan peralihan konsep untuk mencipta makna hakiki kerukunan umat.  Alhasil, menggerakkan solidaritas dan harmoni internal
Bahkan, pengurus kelompok-kelompok tersebut menjadi sokoguru kukuh IMMI.  Ini di luar dugaan.  Pasalnya, menghasilkan harapan lebih dari yang disadari.
     Pada 1966, dilangsungkan musyawarah kerja IMMI pertama di Markas Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) di Jalan Chairil Anwar.  Dalam musker itu, Fadeli Luran menyerahkan secara simbolis bendera IMMI ke segenap pengurus masjid serta musalla se-Makassar di Masjid Nurul Amin.  Ditegaskan oleh Fadeli Luran bahwa bendera IMMI merupakan lambang yang menandakan adanya kegiatan umat Islam.

Markas IMMIM
     Pada 25-29 Juli 1967 dalam musker kedua, IMMI kian kuat.  Musker yang dihadiri 278 peserta itu, berhasrat memperluas wilayah IMMI.  Gagasan tersebut seiring perubahan IMMI menjadi IMMIM (Ikatan Masjid Musalla Indonesia Muttahidah).
     HM Daeng Patompo yang merupakan eksponen 45 Sulsel, lalu menginginkan IMMIM tampil lebih intensif.  Ia pun menghibahkan rumah di Jalan Jenderal Sudirman untuk dijadikan markas komando.
     Rumah tersebut milik Dinas Pekerjaan Umum yang penghuninya dipindahkan setelah dibayar dengan uang zakat dari Pemerintah Daerah senilai Rp 750 ribu.  Di samping itu, juga ada tanah milik seorang warga Enrekang.  Hingga, atas kesediaannya, maka, tanah tersebut dibebaskan.  Sedangkan pendirian Gedung IMMIM tidak lepas dari jasa H Ince Naim Daeng Mamangun.  Gedung IMMIM kemudian diresmikan oleh Pangkowilham IV Mayor Jenderal Ahmad Kemal Idris pada 23 April 1970.
     Di gedung yang dijadikan markas itu, banyak dilakukan kegiatan-kegiatan diskusi, musyawarah maupun rapat untuk membangkitkan api Islam dalam dada generasi muda.  Aneka kegiatan tersebut membantu Pemerintah dalam pengembangan agama, pemerintahan sekaligus pemeliharaan stabilitas.
     Kehadiran IMMIM seolah anugerah yang membanggakan.  Maklum, semua pejabat di Makassar merestui kehadirannya.  Bahkan, menyokong segala kebutuhan primer.  Arkian, fungsi IMMIM menjadi markas Islam.  Apalagi, IMMIM berhasil mengadakan kursus mubalig yang menyebar ke seluruh masjid di Sulawesi Selatan.

Foto koleksi keluarga Haji Fadeli Luran

Fragmen ini diambil dari "Merangkai Iman Umat" yang ditulis oleh Abdul Haris Booegies.
Beberapa bagian tulisan "Merangkai Iman Umat" sempat dikutip oleh MA untuk buku "Haji Fadeli Luran Sang Pemersatu" serta "Kiprah IMMIM Membangun Umat".  Saya menyayangkan tindakan vulgar itu karena tidak menyebut sumber secara jelas.  KN (Angkatan 84) dan IW (Angkatan 90) juga mengutip secara tidak etis. Kedua alumni mempublikasikan di blog masing-masing.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Amazing People