Menanti Ajal Iapim 8086
Oleh Abdul Haris Booegies
Sampai tarikh 2021 ini sejak 1981, Pesantren IMMIM Putra-Putri telah menamatkan 40 angkatan (lichting). Kini, alumni mencapai sekitar 4.000. Sebagian lulusan junior berkiprah di Ikatan Alumni Pesantren IMMIM (Iapim).
Banyak alumni sekarang memegang posisi penting di pemerintahan maupun swasta. Tidak sedikit pula yang mengabdi di TNI, Polri serta perguruan tinggi.
Tiap lichting punya keistimewaan, khususnya individu yang mewarnai angkatan bersangkutan. Sebagai contoh, Iapim 7985 diisi satu profesor. Iapim 8187 memiliki dua profesor. Iapim 8288 punya satu profesor plus Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Peradilan yang digadang-gadang menjadi Ketua MA.
Keistimewaan yang dimiliki tiap angkatan merupakan kebanggaan yang sering diekspos sesama alumni. Seluruh 40 lichting, tak pernah bersaing. Semua sama ilmu sama akhlak. Kami menjunjung rasa persaudaraan sebagai sesama mantan santri yang ditempa enam tahun di pesantren.
Dua dasawarsa sesudah tamat, Iapim 8086 termasuk alumni terbesar. Bukan hanya dari segi kuantitas dengan 78 awak, namun, merangsek ke segenap aspek. Saya bangga berkat termaktub bagian Iapim 8086.
Pada 2021, saya mulai merasa ada yang perlu diperbarui di Iapim 8086. Mesti dicas selekasnya agar daya baterainya selalu ereksi. Sebab, setelah 35 tahun tamat, ternyata Iapim 8086 mulai terseok-seok. Tertinggal dari kompetisi meraih prestasi. Sesungguhnya, di Iapim tidak dikenal persaingan antar-angkatan. Saya sengaja menggunakan kata "kompetisi" demi aksentuasi belaka.
Iapim 8086 umpamanya keteteran akibat tak punya profesor. Pada pertengahan Oktober 2021, saya "dihibur" seorang Datuk 86. "Kita memiliki beberapa kandidat profesor". Saya pesimis mendengarnya karena cuma calon. Sementara saban tahun pesantren memproduksi alumni milenial yang lebih segar. Mereka kelak mampu bereksperimen di bidang new sciences semacam Teori Chaos, Geometri Faktal, Mekanika Kuantum, Fisika Kuantum, Teori Relativitas serta Big Bang.
Saya ingin menyapa Fuad Mahfuz Azuz, Lukman Sanusi dan Awaluddin Mustafa yang merupakan Datuk 86. Trio ini punya keandalan komunikasi sekaligus cerdas sebagai mediator. Iapim 8086 wajib mencari terobosan baru supaya bisa dikenang.
Dewasa ini, Iapim 8086 ibarat garam dalam air. Perlahan secara pasti garam terus larut, berubah wujud menjadi cair. 78 personel Iapim 8086 sudah ada yang pamit dari dunia. Perlahan dalam kepastian semua bakal wafat. Laksana garam, hilang wujudnya.
Sebelum seluruh personel bergeser ke alam lain, seyogianya trio Datuk 86 bertindak dengan gagasan. Mendesain taktik guna menggali perspektif baru dalam menelusuri era selanjutnya. Iapim 8086 mutlak memiliki warisan yang dapat dikenang. Ini agar Iapim 8086 leluasa tergiang dalam memori kolektif sejarah Pesantren IMMIM.
Saya acap berkhayal, andai Iapim 8086 punya gedung serbaguna. Gedung untuk pernikahan, seminar, pameran atau wisuda tersebut kemudian dilabeli angka ikonis "86". Kalau Iapim 8086 kukuh secara finansial, mengapa tidak membangun rumah bersalin. Ini untuk mengantisipasi lonjakan penduduk di tahun-tahun berikut. Kita berkarya untuk masa depan.
Bila berharap ada warga Iapim 8086 masih bisa mengukir prestasi, saya kurang yakin. Serba tiada kemungkinan, terlebih inovasi. Energi diri seolah sempoyongan demi mengakomodasi eksplorasi baru. Ekspektasi kian terkikis, makin tipis seperti kondom. Apalagi, Iapim 8086 rata-rata 55 tahun. Tinggal delapan tahun lagi mencapai 63, sama usia Maharasul Muhammad.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar