Imperium 8086
Oleh Abdul Haris Booegies
Di ujung abad 20, Ikatan Alumni Pesantren IMMIM (Iapim) ibarat noktah di galaksi. Hanya sebuah organisasi kecil yang jauh dari publikasi.
Memasuki abad 21, Iapim bertransformasi. Anggotanya yang dulu bisa dihitung dengan jari, sekarang berbiak dengan jumlah 4.000 warga.
Dalam meniti perjalanan waktu, Iapim saban tahun terisi dengan alumni yang baru tamat. Dewasa ini, terhimpun 40 lichting dengan warna-warni talenta.
Sesungguhnya, Iapim bukan organisasi sembarang. Maklum, penghuninya -saya istilahkan sebagai- homo santrinicus (pelajar religius). Gerak-gerik mereka terdeteksi di segala persada Bumi sebagai makhluk pencari pengetahuan serta kebijaksanaan.
Iapim merupakan alat ikat komunal antar-alumni Pesantren IMMIM. Saya membayangkan Iapim merupakan wadah untuk membangun trilogi ulama intelek di intra-angkatan, antar-angkatan dan antara Iapim dengan umat.
Iapim tidak mengenal persaingan antar-angkatan. Segenap alumni tak tersekat oleh batas demarkasi. Walau tiap lichting merupakan entitas mandiri, namun, tidak pernah ada kompetisi. Tiap angkatan menyatu sebagai mata rantai.
Seluruh lichting tak bisa memungkiri kewajiban bergaul dengan angkatan lain maupun umat. Individu terbaik di suatu lichting merupakan kebanggaan semua alumni. Ia menjadi milik Iapim, IMMIM sekaligus umat.
Kalah Perang
Petualangan-petualangan elok sering dipertontonkan anggota Iapim. Alumni sempat terpesona dengan kehebatan Iapim 8086. Kini, Iapim 8086 bak serdadu kalah perang. Luruh serta lemas. Seolah diinfus di ruang gawat darurat dalam kondisi stadium yang kritis.
Iapim 8086 mustahil kembali untuk mengubah awal. "Tidak dapat mengubah awal, tetapi, bisa memulai dari posisi sekarang untuk mengubah akhir", tutur CS Lewis. Pasalnya, masa depan dimulai sekarang, ungkap Mark Strand.
Iapim 8086 wajib bergerak cepat. Mutlak siaga satu demi menyongsong era berikut yang sarat kejutan. Pepatah Arab berbunyi: "Apa yang akan datang lebih baik dibandingkan yang telah lampau".
Kaisar Karier
Apa dan siapa Iapim 8086? Ini konstruksi objektifnya. Fakta pertama, Iapim 8086 merupakan penyempurna eksistensi Pesantren IMMIM. Kehadiran Iapim 8086 menjadi tonggak baru. Pimpinan kampus dua kali mengumandangkan di masjid pada 1980. "Ini tahun istimewa. Sebab, ada kelas VI". Tak ada kelas VI (Iapim 7581) di pesantren andai tidak ada kelas I (Iapim 8086).
Fakta kedua, jumlah anggota Iapim 8086 yang finis mencapai 78 dari 155 santri. Ini angka fantastis. Bertahan sekitar dua dekade sebelum ditumbangkan alumni milenial.
Iapim 8086 dua kali mencetak prestasi di penghujung masa pengabdian sebagai santri. Pertama, memotori 150 karateka Black Panther ke Malino pada Ahad, 3 November 1985. Ini acara pemasangan sabuk putih ke ungu. Kedua, Iapim 8086 melakukan studi perbandingan ke daerah selama tiga hari sejak Sabtu 1 Februari 1986. Comparative study ini merupahan tur pertama sejak berdiri Pesantren IMMIM.
Selama dua dasawarsa sejak tamat, Iapim 8086 merupakan kaisar. Mereka ada di tiap lintasan karier. Memasuki dekade pertama (2001-2010) milenium ketiga, Iapim 8086 mulai goyah. Sejarahnya retak. Iapim 8086 mengalami degradasi. Tak terbayang dalam imajinasi paling liar jika Iapim 8086 tidak punya wakil sebagai ketua Iapim.
Dalam kalkulasi saya, ada dua penyebab runtuhnya hegemoni Imperium 8086. Pertama, terlena oleh puja-puji sebagai "terbesar dan terbaik" di masa silam. Angka ikonis "86" merupakan penanda identitas yang mendominasi Iapim selama 20 tahun. Kini baru terasa, populasi gemuk Iapim 8086 tak berkutik menghadapi angkatan dengan jumlah penduduk minim.
Elemen kedua yang memaksa Iapim 8086 terhempas dari panggung sejarah ialah medan laga. Ini zaman serba praktis. Ada media sosial yang membuat dunia berada di ujung jari. Semua serba mudah berkat internet. Apalagi, manusia sudah tiba di era Revolusi Industri 4.0.
Media sosial serta Revolusi Industri 4.0 sebagai primadona teknologi, tidak dikuasai sepenuhnya oleh alumni 80-an. Soalnya, mereka tak pernah mempelajari seluk-beluk komputer di bangku sekolah.
Generasi 80-an tidak didoktrin secara spesifik guna mengoperasikan komputer. Mereka tak memiliki rujukan sains dan teknologi. Alumni 80-an masih berpijak pada agrikultural. Belum bermetamorfosis ke fase teknologi. Akibatnya, megap-megap di tengah gelombang revolusi saintifik.
Poligami Janda
"Terbesar dan terbaik" merupakan filosofi Iapim 8086 yang dulu nyaring bergema. Hari ini, diksi sakti tersebut telah usang dikebiri sang kala. Tanpa gagasan serta tekad besar untuk berbenah di usia senja, niscaya Iapim 8086 wassalam dari klimaks sejarah kejayaan Pesantren IMMIM.
Tugas Iapim 8086 di era Revolusi Industri 4.0 ialah menemukan metode baru dalam kompetisi. Tidak boleh gagap dengan gagasan Revolusi Industri 4.0 sebagai transformasi komprehensif yang menekankan teknologi otomatisasi dan siber. Apalagi, Revolusi Industri 4.0 perlahan dalam kepastian terus mengubah fenomena sosial secara mondial.
Iapim 8086 seyogianya mendesain langkah fenomenal di tengah narasi makro global. Tanggung jawab terhadap kemajuan mesti dipegang erat. Apalagi, tiga sumber daya melingkupi Iapim 8086; alumni, IMMIM serta umat.
Peluang Angkatan 86 untuk kembali menjadi kaisar Iapim masih terbuka, masih tersisa percik cahaya cemerlang. Minimal Iapim 8086 menjelma pangeran yang kukuh sebagai living tradition (teladan yang hidup) dalam organisasi. Apa lacur, di grup Whatsapp IMMIM 86, cuma terdengar diskusi mengenai janda, poligami dan obat kuat. Seolah ada tendensi agresif secara seksual yang merajam. Hatta, mereka terpesona hedonisme di tengah gemuruh politik demokrasi, sistem ekonomi kapitalis serta struktur sosial rasisme. Ada-ada saja alumni 1980-1986 di usia uzur ketika malaikat maut saban hari mengunjunginya 70 kali dalam 24 jam.