Menyongsong
Pemilu Perancis 22 April 2007
Nicolas
Sarkozy
dan Hubungan Bilateral
Perancis-Indonesia
dan Hubungan Bilateral
Perancis-Indonesia
Oleh Abdul
Haris Booegies
Peminat
Masalah Perancis
Pada 22 April 2007, pemilihan
presiden Perancis berlangsung. Dua nama selebriti politik negeri
Gallia mencuat sebagai kandidat. Mereka adalah Nicolas Paul Stephane
Sarkozy de Nagy-Bocsa yang biasa dipanggil Sarko serta Marie Segolene
Royal.
Peluang Sarkozy tetap menggelegak
berkat keterlibatannya yang menonjol dalam perpolitikan selama ini.
Sarkozy memang terkesan dikepung musuh gara-gara mulutnya yang
cerewet mengecam ke sana ke mari. Kendati tubuhnya tergolong pendek,
tetapi nyalinya besar nian. Hingga, ia dianggap titisan Napoleon
Bonaparte.
Turki yang berniat bergabung
dengan Uni Eropa (UE), ditentangnya. Ia menilai Turki tak punya
tempat di UE. Diktum Sarkozy yang paling kontroversial terjadi di
awal November 2005. Ketika Perancis dilanda huru-hara oleh kematian
dua imigran, ia justru menambah kemarahan massa. Tewasnya Zyed Benna
keturunan Tunisia dan Bouna Traore asal Mali menjadi minyak mesin
kerusuhan. Sarkozy menyebut perusuh Afrika Utara maupun Afrika hitam
sebagai sampah. Ia malahan memerintahkan agar mendeportasi orang
asing yang terbukti melakukan tindak kekerasan selama kerusuhan.
Pernyataan pedas Sarkozy bak
jerami tersulut api. Ia bukannya menawarkan buluh perindu, namun,
menerapkan prinsip kebijakan zero-tolerance. Akibatnya,
Perancis yang berpenduduk 50.656.178 jiwa, sontak diguncang keonaran
yang teramat parah. 9.000 kendaraan hangus dilalap si jago merah.
Sementara puluhan gedung publik serta bisnis diobrak-abrik massa.
Kantor, sekolah, mal, pabrik,
gudang, stasiun pengisian bahan bakar, toko furniture dan elektronik,
luluh-lantak menjadi puing-puing. Disamping itu, para perusuh
membakar pula kantor surat kabar Nice-Matin di Grasse yang
terletak di Perancis tenggara.
Massa yang beringas juga melabrak
pos polisi. Bahkan, berperang secara terbuka dengan polisi.
“Intifada ala Perancis” tersebut, menyisakan ratusan orang
cedera. Sedangkan yang ditangkap melebihi angka 2.000.
Fase itu seolah membuat Perancis
kolaps. Sebab, ekonomi langsung porak-poranda. Arkian, industri
asuransi rugi 200 miliar euro.
Kepul asap kerusuhan sosial yang
brutal belum benar-benar sirna. Kini, ambisi Sarkozy yang dipandang
representase partai berhaluan kanan (nasionalis), kembali dihadang
ganjalan berat dari Royal. Calon dari kubu Sosialis tersebut
diibaratkan oleh masyarakat Perancis sebagai Jeanne d’Arc. Joan of
Arc adalah jagoan tomboi abad ke-15 yang dipercaya masih perawan.
Borjuis Perancis
Sarkozy ataukah Royal yang
terpilih, tetap akan menghadapi realita ekonomi yang murung. Ekonomi
Tiongkok, Jepang serta Jerman yang mengkilap dengan chiffre
d’affaires (omzet) raksasa, membuat Perancis ngiler dengan air
liur yang meleleh-leleh. Alhasil, presiden Perancis yang kelak
terpilih mesti aktif merebut pengaruh di kawasan lain dunia.
Indonesia merupakan negeri yang
memiliki ikatan bisnis dengan Perancis. Hatta, agresivitas Perancis
dalam mencari mitra merupakan berkah terhadap Indonesia. Respons
positif itu bakal menjadi gerbang bagi Indonesia guna bersentuhan
dengan negara-negara Eropa.
Sarkozy lahir di Paris pada 28
Januari 1955. Ia lalu dibaptis sebagai pemeluk Katolik. Ayahnya,
Paul Nagy-Bocsa Sarkozy merupakan pelarian dari Hongaria. Ia
meninggalkan negaranya saat Rusia merangsek masuk pada 1944.
Ibunda Sarkozy bernama Andree
Mallah. Ia keturunan Yahudi dari Salonica. Ranah tersebut dulu
bagian dari Kekaisaran Ottoman. Sekarang, Salonica termasuk belahan
negeri Yunani. Di Negeri Anggur, keluarga Sarkozy gemar menampakkan
diri sebagai mainstream borjuis Katolik dari sebelah barat
Perancis.
Sarkozy menempuh pendidikan di
sekolah Katolik Cours Saint-Louis de Monceau. Ia meraih diploma
hukum dari Universitas Paris di Nanterre.
Pada 1983, Sarkozy menjabat
Walikota Neuilly-sur-Seine. Pada 1993-1995, ia menduduki jabatan
Menteri Anggaran dalam kabinet Perdana Menteri Edouard Balladur. Ia
lantas ditunjuk sebagai Menteri Dalam Negeri pada 2002. Sarkozy
kemudian menjadi Menteri Ekonomi, Keuangan dan Industri di era
Perdana Menteri Jean-Pierre Raffarin. Di bawah Perdana Menteri
Dominique de Villepin, kembali Sarkozy menjabat Menteri Dalam Negeri.
Pro-AS
Pada Mei 2005, Sarkozy diangkat
sebagai Presiden Union pour un Mouvement Populaire (UMP).
Partai konservatif itu yang kini berfungsi sebagai kendaraan
politiknya demi menggapai tujuan besarnya menjadi presiden.
Dalam merebut hati rakyat, maka,
Sarkozy yang workaholic, ambisius, otoriter, hiperaktif,
populis serta punya insting proteksi, menawarkan beberapa program.
Ia, misalnya, berencana melonggarkan Undang-undang Perburuhan yang
merugikan pemerintah. Lalu mengurangi jumlah pegawai negeri. Selain
itu, ia berniat pula menerapkan diskriminasi khusus terhadap imigran,
terutama umat Islam.
Darah Sarkozy yang berlumur gen
Hongaria, Yahudi dan Perancis, makin berwarna-warni lantaran ia
dikenal sebagai politisi yang pro-Amerika Serikat. Sarkozy dituding
meninggalkan nilai-nilai tradisional Perancis seraya menganut
reformasi ekonomi model Paman Sam. Akibatnya, ia ditentang jemaah
yang tidak menyokong ekonomi laissez-faire (hak individu untuk
bebas berekspresi dalam perekonomian kapitalis). Di samping itu,
pengaruh politik utamanya diadopsi dari Inggris. Ia mengidolakan
Tony Blair yang sanggup menggoda media.
Sarkozy atau Royal yang terpilih
sebagai presiden, bukan perkara bagi Indonesia. Sebab, siapa saja
yang bertahta pasti berkehendak mengawal Perancis menuju puncak
peradaban. Sarkozy maupun Royal tentu memiliki ambisi supaya
Perancis berperan secara signifikan di tataran global.
Il y va de la survie de ce que
nous avons de plus cher, nos cultures, notre histoire, notre facon
d’imaginer et de construire le monde (Perancis cuma perlu
mempertahankan kepunyaannya yang paling berharga berupa kebudayaan,
sejarah, cara membayangkan sekaligus metode membangun dunia).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar