Bumbu Cerita Umar bin Khattab
Oleh Abdul Haris Booegies
Ketika Umar bin Khattab menyadari kalau pengikut Islam makin banyak, ia pun sangat murka. Pada Zulhijjah tarikh keenam kenabian, Umar bergegas meraih pedang untuk menghukum mati Maharasul Muhammad. Musababnya, Umar menilai bahwa figur sentral Islam tersebut yang menyebabkan penduduk Mekah terbelah. Ada yang beriman kepada Allah, ada pula tetap beriman kepada Lata, Uzza serta Hubal.
Umar yang menenteng golok panjang seraya berlalu-lalang di lorong-lorong Mekah, membuat beberapa orang heran. Bahkan, takut bakal ada petaka besar yang ditimbulkan oleh Umar.
Di sudut jalan, seseorang kemudian memberi tahu Umar kalau adiknya maupun Said bin Zaid, sepupunya, justru sudah masuk Islam. Ini membuat Umar kian marah sekaligus panik. Ia segera mengarah ke rumah Fatimah binti al-Khattab, saudarinya. Dari balik dinding rumah terdengar Khabbab bin al-Arat melantunkan surah Tha Ha.
Umar lantas merangsek masuk. Menghajar Fatimah sampai hidungnya berdarah. Ketika ia merampas mushaf al-Qur'an yang dipegang Fatimah, hati Umar tergetar. Ia pun takluk seraya menyatakan diri masuk Islam
Kisah ini begitu populer dalam sejarah Islam. Hikayat ini seolah realitas suci yang begitu gemilang.
Ada yang luput dari cerita ini. Benarkah Umar secara terang-terangan membawa pedang berkeliling Mekah mencari Rasulullah? Benarkah ia hendak membunuh Rasulullah?
Bila betul Umar membawa pedang, maka, ini kasus maut. Sama artinya Umar mendaftar ke Neraka jika mengusik keselamatan nabi utusan Allah. Kalau cerita ini dikonversi ke masa sekarang, mungkin alurnya begini. Mantan Presiden Amerika Donald Trump marah kepada Nancy Pelosi, ketua DPR Amerika. Trump pun membawa senapan mesin bergaya bak Rambo. Ia berkeliling Washington mencari Pelosi.
Babad ini pasti antiklimaks. Sebab, mustahil Trump bisa seenaknya bergentayangan di Washington membawa senapan mesin untuk membunuh. Pasti polisi membekuknya sebelum ada korban.
Umar membawa pedang berkeliling Mekah terasa kurang masuk akal. Apalagi mau membunuh Rasulullah. Perlu dipahami bahwa kasta Rasulullah berada di posisi tertinggi. Sementara kasta Umar berada dua tingkat di bawah bani Hasyim.
Kalau Umar yang kastanya rendah ingin membunuh Rasulullah, apakah keturunan Hasyim diam tanpa perlawanan? Tentu mereka memberontak! Utang darah dibayar darah. Nyawa dibayar nyawa. Pasalnya, Rasulullah merupakan cicit Hasyim, Menteri Luar Negeri Quraisy. Rasulullah adalah cucu Abdul Muthalib, Wali Kota Mekah. Tidak semudah memindahkan gunung untuk melukai Rasulullah.
Kisah Umar masuk Islam yang mendunia ini, sesungguhnya versi Medinah. Penduduk asli Medinah yang tidak paham situasi Mekah, merasa nyaman dengan secuil hikayat Umar. Padahal, cerita ini kurang lengkap dengan fakta lain.
Kisah keislaman Umar versi Mekah, tidak instan. Kala itu, Umar mengalami pergolakan batin. Sejumlah sejawatnya memilih memeluk Islam.
Umar makin terguncang saat sahabat-sahabatnya eksodus ke Abisinia (Habasyah) pada tahun 613-615. Ia dengan wajah sendu sempat mendekati seorang rekannya yang bersiap mengungsi ke Abisinia.
Di suatu malam, Umar kehabisan arak. Sementara di rumah, tak seorang pun yang ada untuk disuruh. Ia akhirnya keluar menuju kedai.
Di sebuah tikungan, Umar melihat Rasulullah menuju ke Kabah untuk shalat. Umar menguntit. Memperhatikan gerak-gerik Rasulullah yang shalat.
Umar berkali-kali mengintai Rasulullah yang sedang shalat. Di suatu malam tatkala Rasulullah pulang, Umar kembali mengikutinya dari belakang. Di lorong sebelum tiba di rumah, Rasulullah berhenti. Ia menegur Umar. "Rupanya kamu, Umar. Tidak henti-hentinya kau membuntutiku".
Umar yang tidak menyangka aksinya tepergok, cuma berdiri terpaku dengan muka malu.
Cerita ini merupakan versi Mekah. Apakah versi Medinah, salah? Tentu tidak. Kisah dalam versi Medinah merupakan klimaks pencarian Islam bagi Umar. Versi Mekah dengan versi Medinah merupakan sebuah kesatuan yang mempertontonkan heroisme Umar demi memperoleh hidayah. Tidak bisa dipungkiri kalau versi Medinah diberi bumbu berupa pedang terhunus ketika Umar mencari Rasulullah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar