Sabtu, 02 April 2022

Kafetaria ath-Thalabah


Kafetaria ath-Thalabah
Oleh Abdul Haris Booegies


     Di awal 2016, menggelegar kabar dari Randers.  Kota di Denmark itu mengeluarkan aturan diskriminatif.  Seluruh kantin di Randers mutlak menyediakan menu berbahan babi.
     Kantin sekolah (مَقْصَفُ الـمَدْرَسَةُ) yang tidak menyediakan menu babi bagi peserta didik bakal kena denda 6.000 dolar AS.  Aturan ini juga berlaku bagi madrasah Muslim.  Di Denmark, populasi pemeluk Islam mencapai lima persen.
     "Budaya hidangan Denmark tak terpisahkan dari daging babi", ujar Frank Noegaard, anggota legislatif Randers.
     Di Denmark, babi merupakan makanan sehari-hari.  Sajian khas Denmark berbahan babi antara lain flæskesteg.  Ada pula stegt flaesk med persillesovs og kartofler.  Ini daging babi goreng yang disuguhkan dengan saus peterseli dan kentang rebus.
     Syahdan, seorang mahasiswi Muslim asal Libya dipaksa mencicipi masakan berbahan babi.  Tentu saja ia tidak sudi mengunyah hidangan haram.  Guru-guru Holstebro Culinary School pun berang atas penolakan sang mahasiswi.
     Kasus ini sampai ke Pengadilan Tinggi Denmark.  Sekolah kuliner tersebut dianggap bersalah.  Holstebro Culinary School diwajibkan membayar kompensasi senilai Rp 526 juta.
     Noura Bendali, bidan yang tinggal di Copenhagen tak rela Islam dipojokkan.  Ia akhirnya mencoba peruntungan dengan masuk ke dunia politik.  Bendali bersuara lantang lantaran marak sentimen anti-Islam serta anti-imigran di Denmark.  Apalagi, kantin-kantin sekolah dipaksa menyediakan menu berbahan babi.
     Di Amerika Serikat, belahan bentala lain.  Hikayat berbeda lagi.  Di Atlantic City, New Jersey, kantin menyediakan makanan halal bagi murid sekolah dasar dan siswa sekolah menengah.
     Di San Diego, metropolitan lain di Amrik, siswa-siswi diakomodasi oleh kantin dengan sajian halal.  Di Crawford High School, tersedia chili lime chicken bowl versi halalan thayyiban (حَلَٰلًا طَيِّبًا).

Daeng Halima
     Kantin bukan sekedar tempat membeli makanan serta minuman.  Di situ terjadi banyak fragmen.  Bukan cuma perputaran duit yang begitu masif.  Ada juga produksi gosip yang teramat riuh.  Kantin laksana pasar hiruk-pikuk dalam lingkungan sekolah.
     Pada 1980 kala saya kelas I di Pesantren IMMIM, kantin belum ada.  Walau tidak ada, namun, ada kue dijual di dapur.  Istilah dapur di Pesantren IMMIM merujuk ke ruang makan yang terletak di belakang masjid.
     Penganan yang dijual di dapur berada di balik jendela tempat koki kongko kalau sore.  Jajanan yang tersedia kerap hanya tiga macam.  Sangat terbatas di tarikh 1980.  Harga kudapan dibanderol Rp 25.
     Ada satu kue yang tak luntur dalam kenangan.  Saya lupa namanya, tetapi, mirip roti goreng.  Komposisi adonannya dari parutan singkong.  Tekstur bulat dengan gula merah di tengah.  Sesudah digoreng, siap dinikmati.
     Penganan ini sempat saya cicipi di bawah kelas dekat perigi kibar (senior).  Kalau istirahat (keluar main), di kolong kelas ada penjaja jajanan bernama Daeng Halima.  Santri yang kelaparan lalu mengelilingi bakul berisi kudapan.  Ada yang duduk, ada pula berdiri sambil makan.
     Ketika tamat di pesantren, kue tradisional ini sulit ditemukan di warung-warung penganan.  Saya mencarinya bukan untuk mengenyam lagi.  Jajanan kuno itu meninggalkannya kesan buruk dalam memori.  Saat dulu mengunyahnya, saya repot menelannya.  Mengendap di tenggorokan gara-gara liat.  Tidak ada air minum disiapkan Daeng Halima.  Akhirnya, mata terbelalak-melotot karena memaksa kudapan primitif tersebut masuk ke perut.

Mantang
     Tatkala duduk di kelas III pada 1983, ada kantin di Pesantren IMMIM.  Saya menamakannya Kafetaria ath-Thalabah.  Lokasi kantin berada di antara bilik Anwar Sadat dengan dapur.  Lahannya cukup luas.  Ada meja panjang melintang dilengkapi bangku.  Penempatan bangku demi memuat beberapa santri.  Selain itu, menawarkan kebebasan gerak bagi pengunjung.
     Kafetaria ath-Thalabah berfungsi ganda.  Kantin bagi santri dan ruang makan untuk guru.  Meski agak luas, namun, ragam kue terkadang cuma lima.  Tak ada minuman yang dijual.  Rancangannya masih sederhana.
     Mantang, koki serbabisa kemudian ditarik memperkuat kantin.  Ia menangani penjualan mi kuah.  Konternya di sebelah kanan arah masuk Kafetaria ath-Thalabah.  Mendadak kantin menjelma food park.
     Kantin sesungguhnya membimbing pola makan sehat serta halal kepada civitas akademika di lingkungan Pesantren IMMIM.  Alhasil, akreditasi Kafetaria ath-Thalabah berbasis halal, bergizi, enak dan murah-meriah.
     Setelah berbilang tahun, konsep Kafetaria ath-Thalabah terus bermetamorfosis.  Pembenahan dilakukan supaya selaras semangat zaman.
     Identitas Kafetaria ath-Thalabah mesti cocok dengan dinamika santri.  Food court pesantren harus menjadi ruang alternatif untuk interaksi serta hiburan.  Elemen ini mendeklarasikan jika desain interior Kafetaria ath-Thalabah seyogianya mempengaruhi kembara inspirasi santri.  Sudah pasti zona nyaman kantin tergantung pada variasi masakan, chef yang sigap melayani, sistem self service, tersedia wastafel, eco-friendly maupun kehadiran ahli nutrisi yang memantau lalu-lintas kuliner.

Go Green
     Beberapa tahun mendatang, Kafetaria ath-Thalabah layak memperluas kemitraan.  Bukan ihwal muskil untuk berekspansi berupa kerja sama dengan kedai bermerek internasional.  Rekan usaha potensial antara lain Nestle, Dunkin' Donuts, Starbucks, Kraft Foods atau Caribou.  Apalagi, sejumlah aliansi strategis dilakukan oleh perusahaan produsen makanan dan minuman guna mencapai target gigantik.
     Akselerasi penetrasi megakorporasi akan membuat Kafetaria ath-Thalabah tampil elegan bak urban food court.  Bahkan, mendukung visi kantin Pesantren IMMIM yang halalan thayyiban serta go green, ramah lingkungan.
     Kerja sama pengelolaan kantin memungkinkan santri menikmati suguhan menu global.  Mereka bakal akrab dengan americano, frappe blended coffee, frappuccino, doubleshot, espresso, vanilla latte, cappuccino dan macchiato.  Ini merupakan magnet penarik minat para santri serta alumni.
     Modifikasi Kafetaria ath-Thalabah merupakan rebranding.  Ini untuk mengubah karakteristik sekaligus menyesuaikan dinamika santri.  Kantin pesantren wajib berorientasi millenial friendly.  Di samping itu, mendesain komitmen dengan menawarkan harga terjangkau.
     Jalinan usaha dengan perusahaan multinasional memungkinkan santri mencicipi halal chili lime chicken bowl ala Amerika.  Ini berkat aktivitas integrated marketing.  Ada koordinasi aneka saluran guna memuaskan konsumen.  Hingga, sejalan selera santri milenial.
     Kerja sama niscaya mengangkat brand awareness Kafetaria ath-Thalabah.  Ini menimbulkan citra positif bagi Pesantren IMMIM.  Sekolah asrama Tamalanrea, Minasa Te'ne dan Moncongloe bukan sekedar institusi pendidikan.  Kampus Islami tersebut juga pemain brilian dengan inovasi kekinian di sektor bisnis pada dasawarsa ketiga milenium kedua.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Amazing People