Minggu, 19 Februari 2023

Tujuh Ikon Pesantren IMMIM Era 80-an


Tujuh Ikon Pesantren IMMIM Era 80-an
Oleh Abdul Haris Booegies


     Enam tahun di Pesantren Modern Pendidikan al-Qur'an IMMIM, bukan waktu sedikit.  Suka-duka datang silih berganti.  Kami menghitung hari, pekan, bulan dan tahun.  Kami terkadang melamun, kapan waktu genap enam tahun?  Kami santriwan-santriwati IMMIM bertekad tamat, apa pun aral yang melintang.  Kami berkehendak menjadi bagian utuh Pesantren IMMIM sebagai alumni.
     Sejak khatam pada pertengahan 1986 sampai pertengahan Februari 2023, saya lebih 50 kali bermimpi melihat almamater.  Mimpi ini baragkali dipicu ketika mendaftar untuk jadi santri.  Kala itu, saya menilai Pesantren IMMIM sebagai landasan semua cita-cita.  Di kampus Islami ini, terhampar segala harapan.  Sebab, tiap santri memiliki talenta yang siap menggemparkan setelah tamat.
     Kami santri IMMIM dibekali pengetahuan agama serta umum.  Jiwa kami disuntik dengan petuah-petuah sejuk.  Masa depan kami terbentang bak cakrawala, namun, masih kabur.
     Kalau sampai waktunya, santri IMMIM bakal meledak.  Menebar gagasan-gagasan brilian.  Menabur ide-ide orisinal yang selaras zaman.  Bukan menyebar kebohongan atau kepalsuan.  Kami diajar jujur agar kelak saat berjaya, tak dipanggil untuk dipermalukan.  "Bapak disuruh menghadap ke istana dengan membawa ijazah asli".
     Selama enam tahun di Pesantren IMMIM yang berada di Jalan Perintis Kemerdekaan, saya terkenang dengan sejumlah artefak dan prasasti.  Artefak serta prasasti ini membawa kenangan begitu dalam.  Hatta, sering muncul dalam interaksi sosial.  Ada tujuh ikhwal yang sarat memori manis di Pesantren IMMIM pada periode 80-an.

Sumur Kibar
     Perigi ini disebut kibar (senior) karena penggunanya santri Aliyah.  Santri Tsanawiyah yang nekat pasti kena damprat para senior.
     Pada 1980, ada empat sumur di Pesantren IMMIM.  Empat perigi ini digunakan oleh sekitar 400 santri.  Dari empat sumur, kibar yang paling besar.
     Saya pernah lompat dengan kepala di bawah di kibar.  Sedangkan di tiga perigi lain, saya loncat dengan kaki di bawah.  Soalnya, tiga sumur lain sempit.  Sangat berbahaya.

TV
     Tatkala masih santri baru, televisi terletak di belakang aula di sisi Utara.  TV hitam putih ini dikerubuti santri pada pukul 22.00.
     Seluruh santri meninggalkan ruang kelas pada pukul 22.00 sesudah belajar sejak pukul 20.00.  Santri pun bergegas pulang ke bangsal untuk tidur.  Sebagian singgah di depan televisi untuk nonton Dunia dalam Berita.  Program TVRI ini cukup menarik.  Pasalnya, mewartakan informasi mancanegara.  Di ujung acara, ada berita olahraga dari belahan dunia.
     Ketika naik kelas II pada 1981, televisi dipindahkan ke beranda masjid.  Ahad bakda Zhuhur, serambi penuh dengan santri untuk memirsa serial si Unyil dan Little House on the Prairie.
     Di akhir 1983, TV hitam putih ini rusak.  Sepekan berikutnya, kami berbinar-binar berkat gembira.  Maklum, ada televisi baru, warna lagi.

Gerbang Selatan
     Portal pojok Tenggara merupakan pintu kedua Pesantren IMMIM.  Jika berdiri di depan gerbang besi ini, tampak sebuah lorong yang ditumbuhi ilalang.  Lintasan tersebut merupakan arah ke pasar.
     Sisi kanan gang merupakan area Bharata.  Sisi kiri adalah hamparan tanah dengan setumpuk cadas besar.  Tanah kosong itu becek di musim hujan, menjelma comberan.
     Portal Selatan merupakan akses bolos santri bandel.  Mereka memanjat pintu besi setinggi sekitar dua meter untuk ke pasar atau kabur ke kota.
     Gerbang Selatan selalu ramai dilewati usai Isya.  Santri ke pasar untuk mengaso.  Mereka minum kopi, soda atau limun.  Tersedia pula aneka kue serta ubi goreng.  Bahkan, ada nasi goreng.
     Sekali peristiwa sehabis santap siang pada 1983.  Alkisah, seorang santri mencoba peruntungan.  Ia melompati portal Selatan.  Malang nian nasibnya gara-gara tidak waspada.  Pantatnya tertikam tombak pagar.  Inilah satu-satunya santri yang bokongnya bolong oleh lembing pagar sejak dibangun sembilan tahun silam.
     Tusukan maut tersebut kiranya mempunyai efek ganda.  Santri bersangkutan tak tamat.  Tidak masalah bila pendidikannya di pondok tak selesai, yang penting namanya abadi.  Ia satu-satunya santri yang tercucuk tombak gerbang Selatan.

Pos Piket
     Pos piket Pesantren IMMIM terletak di gerbang utama di Utara.  Di pos ini, berjaga tiga piket sejak pukul 07.00 sampai pukul 18.00.  Piket berasal dari kelas I maupun II.  Mereka mengenakan selempang hijau setrip putih.
     Pos piket merupakan tempat pertemuan santri dengan tamu.  Di sini segenap curahan hati santri kepada keluarganya berdentang.  Interaksi acap sendu, santai atau syahdu.

Percetakan
     Percetakan di Pesantren IMMIM terletak di deretan kelas Tsawaniyah, 15 meter dari masjid.  Percetakan ini menjadi pusat perhatian santri badung kalau ulangan semester.  Santri nakal yang rata-rata malas belajar, bergerak lincah otaknya mencari solusi jitu menghadapi ujian.  Akalnya kemudian tertumpu pada percetakan.  Di situlah dicetak soal-soal yang akan dibagikan besok pagi.
     Beberapa kali percetakan dibobol maling intelektual dari kalangan santri.  Biasanya pencuri mencoleng barang berharga.  Maling di percetakan pesantren justru cuma menilap sejumlah kertas soal ulangan.
     Puncak dari semua pembobolan terjadi pada 1981.  Eksekutornya tujuh santri dari Angkatan 8086.  Enam pelaku dari asrama Sultan Hasanuddin.  Satu pelakon dengan fisik raksasa berasal dari rayon Datuk Ribandang.
     Aksi terjadi saat tengah malam.  Dua bandit amatir yang dikawal lima kompatriotnya bertekad menerobos percetakan lewat ventilasi yang berkatup miring.
     Dua maling dengan tubuh kontet berhasil masuk.  Ketika berjingkrak-jingkrak di keremangan, mereka sontak tersentak.  Kedua bramacorah menganggap misi gagal.  Musababnya, mereka menginjak tinta yang ditebar bagai ranjau.
     Kedua garong langsung panik.  Mereka pun bergegas memanjat dinding untuk meloloskan diri lewat ventilasi.  Apes, seorang penjarah terjepit kepalanya di ventilasi.  Akibatnya, kaki cecunguk durjana itu terjuntai-juntai.  Ia berusaha mencari pijakan dengan meronta-ronta.  Lima konconya di luar percetakan, tegang di tengah kemelut.  Tidak tahu bagaimana harus menolong.
     Adegan mendebarkan tersebut akhirnya berakhir happy ending.  Mereka puas karena terbebas dari petaka buruk, kendati gagal total mencuri berkas soal.
     Di luar perkiraan, hikayat ini belum tuntas.  Selepas subuh, ustaz Laode Mangasa bergerak cepat saat mengetahui percetakan dibobol.
     Ustaz Mangasa ke perigi.  Di sumur di belakang asrama Hasanuddin, ia menyaksikan dua santri berbadan kecil sedang membersihkan kakinya yang berlumur tinta.  Ustaz Laode pun tersenyum sebelum mencokoknya.  Inilah begundal yang membobol percetakan.

Superpower
     Di Pesantren IMMIM, ada banyak majalah dinding.  Satu di antaranya ialah Superpower.  Majalah dinding ini di luar pakem.  Sebab, tak terkait dengan pelajaran atau agenda kelas.  Superpower menampilkan kabar Hollywood.
     Selama satu setengah tahun, Superpower mewartakan film dan musik rok.  Superpower ibarat menginvasi Pesantren IMMIM dengan bacaan versi Amerika.  Saban terbit, Superpower dikerubungi pembaca.  Tiap menyapa penggemar, Superpower senantiasa hadir dengan berita perihal Michael Jackson sekaligus breakdance.
     Sisa-sisa kesaktian Superpower masih tampak sampai sekarang.  Beberapa foto koleksi Superpower kerap terpublikasi di media sosial.

20 Toilet
     Ketika saya kelas III, 20 WC mulai dipakai oleh 500 santri.  Terletak di bagian belakang kampus.  Bersebelahan dengan danau Unhas.  Penerangan di 20 peturasan hanya dua yang berada di tiap ujung.  Di ruang kakus tidak ada lampu.
     Saat tinggal bersama wakil pimpinan kampus di Wisma Guru, saya memasang plang bertulis Jalan Bugis.  Jalan Bugis merupakan jalur tunggal ke 20 kloset.
     Di suatu malam, seorang santri menjerit-jerit.  Rupanya ia melihat hantu di kegelapan.  Sejak itu, 20 toilet sepi pengunjung.
     Santri memilih buang air besar (BAB) di sawah di depan rayon Raja Khalik.  Sehabis Magrib, puluhan santri mengendap-endap.  Di distrik berak nan lapang ini, tak ada lampu.  Gelap laksana dalam gua.  Jika mata kurang awas, kita bisa menabrak orang yang tengah mengejan mengeluarkan tahi dari perutnya.  Berhati-hatilah berjalan seraya menajamkan pendengaran.  Bila tidak, kotoran yang masih hangat bisa terinjak.  Terasa geli di telapak kaki.  Sementara mulut mau muntah karena mual.  Jorok sekali.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Amazing People