Kamis, 09 Februari 2023

Santri Die Hard


Santri Die Hard
Oleh Abdul Haris Booegies


     Pecandu film di antero jagat tentu pernah menyaksikan Die Hard.  Film yang dirilis pada Jumat, 15 Juli 1988 ini, disadur dari novel Nothing Lasts Forever karya Roderick Thorp.
     Film yang berdurasi 123 menit ini disutradarai oleh John McTiernan.  Bintangnya antara lain Bruce Willis, Alan Rickman, Reginald VelJohnson, Alexander Godunov, Paul Gleason serta Bonnie Bedelia.
     Hikayat Die Hard berfokus pada seorang polisi New York bernama John McClane.  Saat McClane menunggu istrinya di Nakatomi Plaza, Los Angeles, kiranya ada tamu tak diundang.  Petandang liar ini dipimpin Hans Gruber yang berniat merampok uang di gedung Nakatomi.  Mereka kemudian menyandera semua karyawan, termasuk Holly, istri McClane.
     Seorang diri, McClane yang berprinsip die hard (pantang menyerah), mengobrak-abrik rencana Hans Gruber.  Seluruh skema matang yang diusung Gruber ambruk gara-gara McClane.  Polisi New York tersebut tidak rela mati begitu saja.  Kalau pun harus tewas, maka, ia memilih mati dengan susah-payah.  Tentu setelah tuntas membabat segenap musuhnya.

Pengadil Diadili
     Di Pesantren Modern Pendidikan al-Qur'an IMMIM, ada kesepakatan tak tertulis tentang hierarki junior-senior.  Kategori ini menandaskan bahwa junior wajib menghormati senior.  Sesungguhnya, junior mustahil menantang senior.  Di pondok, makin tinggi kelas, niscaya yang bersangkutan kian berkuasa.  Bahkan, kelas V maupun VI terkadang seenaknya.  Mereka bersikap "semau gue".
     Sekalipun senior selalu merasa hebat, tetapi, ini tidak berlaku selamanya.  Siapa sangka, ada santri junior bermental die hard.
     Malam pada Selasa, 4 Desember 1984, Faturrahman yang kelas III (kelas III SMP), bertengkar.  Ia tak ciut kendati lawannya bukan santri sembarang.  Seterunya anak kelas V (kelas II SMA).  Namanya Burhan Daeng Nompo.
     Saya lantas memanggil Faturrahman ke kamarku.  Tidak berselang lama, sejumlah datuk kelas V berdatangan ke bilikku.  Faturrahman tampak pucat.  Ia seorang diri seperti John McClane.  Tanpa kawan di tengah pusaran kemelut yang entah kapan berakhir.  Batinnya digulung kesunyian.  Faturrahman berdiri lemas lantaran diadili 10 santri kelas V yang berjiwa labil.  Ini pasti mimpi kelam dalam hidupnya.
     Entah wirid apa yang dirapal Faturrahman, tiba-tiba keadaan berbalik.  Sekonyong-konyong muncul Amir Machmud.  Ini alumni pertama yang menjadi pembina di pesantren.  Kelas V yang sakti pun mendadak melempem sakit.
     Kami 10 orang yang mengadili Faturrahman, sekarang digiring ke kantor pimpinan kampus.  Kini, kami yang diadili!  Ini betul-betul repot dikalkulasi.  Bagaimana bisa pengadil diadili?  Dunia apa sebenarnya yang kami tempati berpijak?  Semua berubah dalam hitungan detik.
     Amir menuding kami sembrono.  "Kelas V jangan sombong.  Jangan sombong!"
     Saya paling disorot Amir.  "Kamu Haris, saya tahu kau benci saya.  Iya, kan".  Akibat sebal diadili, saya pun mengangguk-angguk dengan senyum sinis.  Siapa tak dongkol.  Saya sudah kelas V, namun, masih diadili ala qismul amni (algojo kampus) yang cuma cocok untuk kelas I sampai IV.
     Malam ini menjadi sebuah kenangan buruk.  Semua karena Burhan bertengkar dengan Faturrahman, santri die hard Pesantren IMMIM.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Amazing People