Rabu, 22 Februari 2023

Santri IMMIM vs Santri IMMIM


Santri IMMIM vs Santri IMMIM
Oleh Abdul Haris Booegies


     Pada periode 80-an, ciri utama alumni Pesantren Modern Pendidikan al-Qur'an IMMIM dalam berkomunikasi ialah bahasa Arab.  Saat sesama anak IMMIM bertemu di tempat perkuliahan, pasti mereka mengamalkan bahasa Arab.
     Bahasa Arab anak IMMIM sesungguhnya terdengar aneh.  Pasalnya, dipengaruhi intonasi kedaerahan maupun bahasa sehari-hari.  Inilah yang membuat saya menamakan bahasa Arab santri IMMIM dengan Ararea (Arab Tamalanrea).
     Di Sulawesi Selatan, ada kata tambahan untuk penegasan.  Misalnya, "mi" dan "ji".  "Ini mi", tidak berarti "ini madrasah ibtidaiah" atau "ini makanan berbahan tepung berbentuk tali untuk tambahan bakso".  "Ini mi" dapat bermakna "sudah betul ini" atau "tak salah lagi".
     Hal serupa terjadi pada "ini ji".  "Ini ji" bisa diinterpretasikan sebagai "hanya ini".  "Ji" juga berpotensi sebagai aksentuasi pengingkaran.  Sebagai umpama, "tidak ji saya".  Ini dapat dipahami "tak usah saya" atau "jangan saya".
     Dalam bahasa Arab Tamalanrea alias Ararea, "tidak ji" diucapkan "la ji".  "Itu mi" menjadi "zalika mi".  Orang dari komunitas lain yang mengerti bahasa Arab, niscaya butuh waktu sejenak untuk mencernanya.  Ia bingung, ini bahasa Arab dari planet apa?  Apalagi, "la ji" terdengar "lajji".  Sudah menyalahi tata bahasa, norak pula terdengar dialeknya.
     Di Pesantren IMMIM, ada santri melakukan kreasi tafsir kata.  Akibatnya, arti hakiki terdistorsi.  Ini bisa ditelusuri dari kata "sariqun".  Kata ini aslinya bermakna "pencuri".  Di kalangan santri IMMIM berubah menjadi "kurang ajar" atau "bangsat".
     Istilah "sariqun" saban waktu terdengar di seluruh asrama, khususnya di bangsal santri Aliyah.  "Sariqun" tergolong identitas tulen Ararea.

Aktivis
     Pada era 80-an, UIN Alauddin merupakan rumah kedua alumni IMMIM setelah pesantren.  Hampir 50 persen alumni IMMIM berpredikat mahasiswa UIN.
     Mudah mengenal alumni IMMIM di UIN.  Sebab, doyan bergerombol sembari menggunakan bahasa Arab.  Selain kebiasaan dari pesantren, Ararea juga untuk gagah-gagahan demi menarik perhatian mahasiswi cantik.
     Pada kurun 80-an, alumni IMMIM di UIN teramat populer.  Apalagi, ada yang berstatus aktivis mahasiswa, aktivis kemahasiswaan serta aktivis kampus.  Aktivis mahasiswa merupakan pejuang kebenaran yang ulet bersuara lantang.  Aktivis kemahasiswaan yakni rajin kuliah.  Aktivis kampus adalah mahasiswa yang gemar menginap di kampus kendati bukan pengurus senat.
     Di suatu peristiwa, saya diberi tahu oleh seorang mahasiswa UIN nonpesantren jika ada sesama anak IMMIM tadi bertengkar.
     "Persoalan apa?"
     "Saya tak tahu karena mereka memakai bahasa Arab.  Keduanya selalu bilang; sarikong, sarikong!"
     Begitu mendengar penjelasan sahabat ini, saya langsung mafhum.  Pasti adu mulut tersebut sangat sengit.  Soalnya, keluar andalan santri IMMIM; "sariqun".


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Amazing People