Kunci Surga Hilang
Cerpen Abdul Haris Booegies
Hari ini, kami vakansi. Santri Pesantren Modern Pendidikan al-Qur'an IMMIM, libur selama dua pekan. Saya, Hapip Berru, Ahmad Tirta serta Andi Rian punya rencana eksklusif. Kami akan ke Bone, ke kediaman Rian.
Rumah Rian terletak di Tanjung Pallette. Bila berdiri di pesisir pantai Bone, acap terlihat tujuh kapal nelayan milik keluarga Rian. Dari tujuh kapal, dua terbesar. Panjangnya 32 meter dengan lebar tujuh meter. Kedua kapal penangkap ikan tersebut masing-masing bernama Joget Ombak dan Penjelajah Gelombang. Ayahanda Rian terkenal di Bone sebagai pengekspor komoditas udang ke Amerika Serikat, Uni Eropa serta Jepang.
Kini, kami kuartet santri IMMIM hendak menuju ke Tanjung Pallette. Kami sedang menunggu mobil Rian yang dalam perjalanan ke Tamalanrea.
Bakda Zhuhur, kami berempat menanti di kamar Hapip di asrama Datuk Ribandang. Di atas ranjang, kami saling beraktivitas santai. Saya dengan Rian menikmati dendang Michael Jackson. Hapip bermain gitar. Sementara Tirta membaca komik serial Viking.
"Sebelum Ashar mobil sudah sampai di sini", ungkap Rian. Hapip menoleh memandang Rian sambil tetap bermain gitar. Sedangkan Tirta tampak asyik menyimak komik.
Tiba-tiba dari komik yang dibaca Tirta, menyembul cahaya. Tirta mendorong mundur kepalanya karena heran. Saya, Hapip dan Rian takjub campur kaget. Tubuh Tirta kemudian seolah ditarik masuk ke dalam komik. Saya langsung loncat merangkul Tirta agar tidak terisap ke lorong cahaya yang terpantul dari komik. Hapip serta Rian memegangku supaya dapat mempertahankan raga Tirta.
"Pegang besi ranjang!" Pekik Hapip ke Rian ketika kepala Tirta telah masuk ke buku. Upaya kami sia-sia. Sebab, terowongan cahaya dari komik terus menyerap kami.
Semua akhirnya terasa aneh. Sekonyong-konyong, kami berdiri di sisi danau. Di sekeliling telaga, terhampar hutan.
"Kita sudah tiba di Tanjung Pallette", gumam Tirta.
"Bukan!" timpal Rian sambil menggeleng.
"Ini danau Bone?" bisik Hapip tak yakin.
"Bukan", sahut Rian.
"Astaga, pelangi itu mirip di komik Viking yang tadi kubaca. Kuil berundak tersebut juga tergambar di komik", pekik Tirta.
"Kita terdampar di dunia dongeng Nordik kuno", sahutku.
"Di mana kita?" Suara Hapip melemah.
"Di kerajaan Midgard. Pelangi itu adalah Bifrost, jembatan yang menghubungkan Midgard dengan Asgard. Kerajaan Asgard yang terletak di langit merupakan puri para dewa. Di sana bertahta mahadewa Odin bersama Frigg, sang permaisuri", jawabku.
Tahu-tahu terdengar bunyi melengking. Anak panah melesat di dekat kami. Saya, Hapip, Tirta dan Rian, bertukar pandang. Ini alamat buruk. Terserempak sebuah tombak nyaris mengenai kakiku. Mengapa ada orang mau mencelakakan kami.
"Ayo lari", ajak Tirta.
Kami pun berlari menyusuri pinggir danau.
"Kita ke rimba", pekik Hapip sembari melompati sebatang kongeegen, pohon ek masyhur di Denmark. Di momen tersebut, serombongan prajurit terlihat mengejar.
"Lari terus, jangan menoleh", sembur Rian.
Setelah berlari sekitar 100 meter, Hapip mengarahkan kami menyerong ke kiri.
Tirta serta Rian melirikku. Saya mafhum maksud Hapip. Ia menuju ke tempat asal serangan anak panah dan lembing. Pengejar niscaya kehilangan jejak kami. Menyangka kami berlari terus menerobos ke jantung jenggala belantara.
"Sepertinya di sini tadi mereka menyerang kita. Sayang, kita tidak leluasa menengok Bifrost serta griya berundak karena pohon-pohon di sini lebat", ucap Hapip.
"Kenapa mereka ingin membunuh kita", tanya Rian cemas.
"Entahlah, mereka pasti salah orang. Menduga kita penjahat. Padahal, kita remaja baik-baik. Kita santri IMMIM", timpal Hapip.
"Jadi Bifrost dan graha berundak itu serupa di komik yang tadi kamu baca?" Rian bertanya ke Tirta.
"Persis sekali", jawab Tirta.
"Apa judul komik itu", tanyaku.
"Kunci Surga Hilang".
"Pantas kita diuber. Mereka pasti mengira kita pencurinya", kataku lesu.
Silih berganti Hapip, Tirta serta Rian saling menatap.
"Kita dalam bahaya besar", aku Rian.
"Tirta, coba ingat bagaimana cerita di komik tersebut sampai kunci Surga bisa hilang. Siapa pencurinya. Disembunyikan di mana kunci itu", ujar Hapip.
"Ada kekacauan di Valgrind, gerbang suci Valhalla akibat pintu tergembok. Kunci lenyap dicoleng maling", cetus Tirta.
"Valhalla itu sebuah area pelesir dengan 540 pintu", timpalku.
Valhalla dideskripsikan indah berkat beratap perisai emas. Di atap Valhalla bermukim Eikþyrnir, rusa raksasa. Ada pula Heiðrún, kambing betina sakti.
Gerbang Valhalla dijaga serigala dan elang. Di pintu utama Valhalla, tumbuh pohon Glasir dengan daun berwarna emas kemerahan.
Viking beranggapan bahwa kematian terindah serta agung ialah mati dalam perang. Tatkala terbunuh, maka, mereka dituntun oleh Valkyrie ke Valhalla. Kesatria yang tewas tersebut dinamakan einherjar atau pejuang tunggal. Sementara Valkyrie merupakan dewi bersayap dengan paras cantik. Kendati ayu, ia terkadang ganas. Valkyrie ibarat paduan bidadari dan malaikat maut.
Di Valhalla, para einherjar tetap beraktivitas duniawi. Siang, mereka belajar bertempur. Kala malam, einherjar berfoya-foya dengan makan maupun minum sepuasnya. Di Valhalla, berjejer sofa berlapis mantel dengan hiasan pelat logam.
Einherjar wajib latihan perang untuk menyongsong Ragnarok. Ragnarok yang bermakna senja kala para dewa merupakan pertempuran apokaliptik antara dewa-dewi dengan raksasa. Di Ragnarok, perang melibatkan makhluk supranatural serta kosmologi.
"Nyawa kita di ujung tanduk. Hikayat di komik itu jalan keluar kita dari masalah ini", ujarku dengan dada berdebar-debar.
"Siapa yang curi kunci Valhalla", desak Hapip pada Tirta.
"Loki Laufeyjarson", tukas Tirta.
"Di mana Loki menaruh kunci tersebut", tanyaku.
"Ia membuangnya".
"Di mana?"
"Di Arresø di tengah hutan Nordsjælland".
"Apa itu Arresø?" Rian bersoal.
"Loki melemparkan kunci Valhalla ke Arresø di rimba Nordsjælland. Hingga, airnya menyembur laksana cendawan raksasa. Begitu tertulis di komik".
"Apa itu Arresø?" Rian mengulang pertanyaannya.
"Barangkali perigi atau sungai", celetuk Hapip.
"Cobalah ingat saat Loki mencampakkan kunci Valhalla. Di mana ia berpijak. Apa yang ada di dekat Loki ketika ia melontarkan kunci ke Arresø", pintaku pada Tirta.
"Ada bunga nikkende kobjaelde warna ungu", jelas Tirta.
"Nikkende kobjaelde merupakan flora langka di Denmark. Nama ilmiah kembang ini yakni pulsatilla pratensis", sahutku.
"Sekarang kita sudah punya bukti sahih jika kunci Valhalla dibuang ke sumur atau sungai yang di dekatnya ada nikkende kobjaelde di hutan Nordsjælland", papar Hapip.
"Ssst! Ada bunyi langkah kaki", bisik Rian.
Kami segera mengumpet di balik dedaunan dan rumput liar. Tak berselang lama, lewat pasukan Viking. Mereka tampak kekar dengan kumis serta janggut lebat. Rata-rata warna janggutnya seperti rambut jagung.
Seorang laskar membisik rekannya sambil tertawa. Ia lantas berhenti seraya mengangkat kain di bagian perutnya.
Ia rupanya buang air kecil tepat di tempat persembunyian kami. Air seninya terasa hangat saat terpercik di kulit. Bau pesing sontak mengusik hidung. Kami bergeming, tidak berani bergerak walau dikencingi.
Wajah tentara tersebut lega usai pipis. Ia lalu berlari ke barisannya. Sedangkan kami tepekur di balik ranting rimbun dan semak. Sumpah serapah berdentum-dentum di hati.
Secara perlahan, kami mengendap-endap ke telaga. Kami berempat tak saling bercakap. Pikiran serta batin rasanya terhina gara-gara dikencingi.
Di bibir danau, kami membasuh muka. Kami mencedok air ke tubuh. Terasa segar. Bau pesing pun sirna.
"Tadi saya hampir muntah", kata Rian.
"Saya juga. Air seninya pekat betul", desis Tirta sembari bergidik.
Ketika berjalan di samping telaga, mataku tertuju pada sebuah bunga ungu.
"Tirta! Ini nikkende kobjaelde. Apakah ini yang ada di komik?"
"Ya, ini dia", sahut Tirta dengan rupa berbinar.
"Berarti Arresø itu nama empang. Sementara Nordsjælland adalah rimba yang kini melingkupi kita", ujar Hapip sambil manggut-manggut.
"Di sini Loki melemparkannya", kata Tirta seraya menunjuk ke belukar dekat nikkende kobjaelde.
"Ogi, cuma kau yang mahir berenang. Waktu dan tempat dipersilakan", kilah Hapip.
Tiba-tiba dari arah hutan Nordsjælland, terdengar gemuruh membahana. Kiranya peleton yang tadi mengejar, balik lagi. Kali ini dengan legiun, berjumlah ribuan. Saya, Hapip, Tirta serta Rian, mundur ke tepi danau. Air telaga terasa dingin, menusuk pori-pori kaki. Mustahil lari. Soalnya, di sekeliling Nordsjælland, bermunculan prajurit Viking.
"Hvor er Valhallas nøgle!" Terdengar seruan dari seorang yang memegang godam. Itu pasti Thor dengan mjolnir, palu pemusnah sekaligus jimat kedewaan.
Hapip, Tirta dan Rian, termangu.
"Apa yang ia bilang", tanya Hapip.
"Ia bertanya mana kunci Valhalla", terangku.
"Vente!" Pekikku yang membuat angkatan bersenjata tersebut hening terpaku.
Saya menyuruhnya menunggu. Saya hendak menyelam mencari kunci Valhalla.
"Bagaimana bentuk kunci itu", tanyaku pada Tirta.
Suara Tirta bak desing bayu lantaran gentar dikepung legiun Viking.
Saya mencebur ke danau. Menyelam mencari kunci sesuai petunjuk Tirta.
Mataku tertuju pada sebuah benda semacam batu bata. Warnanya hitam. Saya mengelusnya untuk memastikan apakah ini kunci Valhalla.
Mengamati teksturnya, kunci ini terbuat dari meteorit, benda langit. Modelnya persegi panjang. Berarti kunci ini harus diletakkan di sebuah wadah untuk membuka pintu. Bentuk serta berat mutlak selaras demi menguak gerbang.
Saya muncul di permukaan telaga. Menghirup udara sebanyak-banyaknya karena dada terasa sakit. Saya kemudian berjalan ke ujung dangkal danau.
"Hvor er Valhallas nøgle", terdengar suara penuh wibawa. Saya mencari sumber suara. Dari sesosok individu tua berjanggut putih. Ia pasti Odin, kaisar Asgard yang merupakan ayahanda Thor, dewa petir.
Saya meraih kunci Valhalla yang terikat di punggungku.
"Valhallas nøgle", saya memekik dengan mengacungkan ke atas kunci Valhalla.
Segenap serdadu Viking langsung terduduk bertopang lutut.
"Thor, vi er ikke disse nøgletyve. Loki er synderen", saya sampaikan ke Thor bahwa kami bukan pencuri kunci Valhalla. Loki pelakunya.
"Vi ved det allerede", seru Thor. Ternyata Thor tahu siapa pencurinya.
Saya lantas melontarkan kunci tersebut ke Thor yang berjalan ke arahku. Di momen yang sama, menyembul cahaya dari kunci Valhalla. Sinar itu mencipratkan seberkas kilau terang sebesar tali. Makin lama, kerlap kemilau tersebut kian membesar. Berpusing mengelilingi kunci Valhalla yang tengah melayang di udara.
"Itu lorong cahaya seperti yang tadi keluar dari komik", seru Tirta. Kami berempat lalu tersedot saat terdengar gemuruh dari para laskar Viking; "mange tak", terima kasih.
*****
Kami tersungkur di atas ranjang Hapip. Berimpitan karena tiba bersamaan dari alam fiktif berlatar babad Viking.
"Kita sampai lagi di rayon Datuk Ribandang setelah terlontar ke dunia dongeng", tandas Hapip sembari berdiri. Ia meraih gitarnya yang ada di sisi ranjang.
"Saya mau ke sumur kibar (senior). Ingin mandi. Badanku masih berbau kencing Viking", tukas Tirta.
Dari arah pintu, muncul Iwan, sopir yang bakal membawa kami ke Bone.
"Saya sudah 10 menit menantimu. Kamu dari mana saja", tanya Iwan ke Rian.
"Berpetualang di Skandinavia mencari kunci Surga", sahut Rian dengan senyum tipis.