Rabu, 22 Juni 2022

Telepon Iapim


Telepon Iapim
Oleh Abdul Haris Booegies


     Telepon umum koin hadir di Indonesia pada 1981.  Sementara telepon umum kartu diperkenalkan di tarikh 1988.  Telepon umum merupakan fasilitas layanan telepon publik yang dikelola PT Indosat.
     Sebelum masuk pada 1990, telepon umum koin yang terpasang sekitar 5.800 unit di seluruh pelosok Tanah Air.  Pada 2011, mencapai 30 ribu unit.
     Alat komunikasi yang menjadi fasilitas umum ini tersebar di wilayah publik.  Telepon umum koin merupakan primadona jaka-dara di periode 90-an.  Anak-anak muda leluasa terhubung dengan percakapan jarak jauh di suatu daerah.
     Telepon umum ditemukan oleh William Gray pada 1889.  Awalnya diletakkan di sebuah bank di Hartford, Connecticut, Amerika Serikat.  Pada 1960-an di Amrik, terpasang lebih satu juta unit telepon umum.
     Tanpa disadari, riwayat telepon umum sebenarnya mulai dicabut pelan-pelan dari peradaban pada Selasa, 29 Shafar 1393 Hijriah (3 April 1973).  Saat itu, Martin Cooper dari Motorola menghubungi Joel S Engel dari Bell System.  Perangkat yang dioperasikan Martin Cooper yakni telepon portabel.  Ini merupakan penetrasi layanan seluler yang pertama.  Jaringan konvensional tinggal menanti kematian.

Segepok Koin
     Di awal 90-an, ada telepon umum koin di Gedung IMMIM.  Letaknya tepat di dinding luar kantor Fadeli Luran.  Banyak yang datang memakai jasa Indosat yang murah-meriah ini.  Dengan koin nominal Rp 50, pengguna dapat berkomunikasi dengan durasi tiga menit.
     Kehadiran telepon umum di Islamic Centre, turut menopang kegiatan Iapim.  Pengurus serta panitia tidak perlu lagi bersusah-payah mencari telepon umum.
     Telepon umum mudah dioperasikan.  Pertama, mengangkat gagang.  Kedua, memasukkan koin Rp 50 di lubang bagian atas.  Koin yang dicemplungkan pasti terdengar.  Kalau ada bunyi koin seperti terantuk, berarti hubungan tersambung.  Bila gagal, koin keluar ke wadah bagian bawah.  Ketiga, jika koin diterima, maka, pengguna dipersilakan menekan tombol nomor tujuan.  Tersedia tiga menit untuk berbicara.
     Pembicaraan yang panjang bisa disambung dengan memasukkan kembali koin.  Ada sinyal berdenging kalau waktu tiga menit tersisa 10 detik.
     Telepon umum di Gedung IMMIM, mulai padat menjelang pukul 22.00.  Penggunanya remaja.  Patut diduga tanpa ragu, mereka sedang menelepon kekasih.  Biasanya, remaja membawa stok koin.
     Pengguna yang mengobrol lama, acap menaruh tumpukan koin di sisi atas telepon.  Ini semacam aksi gertak.  Orang antre pun mafhum, bila mereka bakal lama menunggu.
     Di suatu malam nan khidmat, Mustafa Irate antre di telepon umum Islamic Centre.  Ketika giliran tiba, ia mempersilakan wanita di belakangnya untuk menelepon lebih dahulu.
     "Pembicaraan saya lama", ujar Mustafa sembari memamerkan lima koin di jemarinya.  Mustafa sontak terhenyak saat perempuan muda tersebut membuka kepalan tangannya.  Puluhan koin bercecer dalam genggamannya.  Gadis itu kemudian tersenyum, seolah baru saja memenangkan pertarungan.  Di masa tersebut, cewek-cewek jika hendak menelepon, niscaya membopong sekantung koin.

Kegilaan Alumni
     Di sekretariat Iapim, meja ketua terletak di sudut Barat Daya menghadap ke Utara.  Pintu sekretariat di sudut Barat Laut. sejajar meja majikan Iapim.
     Di belakang kursi ketua, ada pintu.  Di balik pintu itu, terhampar kamar karyawati Gedung IMMIM.  Pintu ini mustahil dibuka.  Sebab, dipaku sampai tembus ke kosen.  Ini untuk menghindari alumni binal bin genit yang sewaktu-waktu khilaf secara sengaja dengan masuk ke bilik karyawati.  Perawan mana tak ngeri dengan alumni yang rata-rata berada di puncak puber.  Mereka bisa saja salah masuk kamar untuk melakukan keonaran asmara.
     Dari balik pintu, karyawati enteng mengamati ruang sekretariat lewat lubang kunci.  Sedangkan awak Iapim tidak dapat mengintip ke bilik karyawati.  Pasalnya, karyawati menutup lubang kunci tersebut dengan kayu.
     Di suatu hari, sejumlah warga Iapim, resah.  Ini gara-gara telepon umum di Islamic Centre, dicabut.  Indosat mencabut akibat ada laporan dari pegawai Gedung IMMIM.  Sejak telepon umum dipasang, banyak muda-mudi masuk ke area Islamic Centre.  Mereka antre untuk menelepon pacar.  Tak elok rasanya kalau lokasi IMMIM menjelma altar cinta bagi remaja yang mabuk berahi.
     Anggota Iapim tentu risau pascapencabutan telepon umum.  Soalnya, untuk menelepon harus menyeberang ke lapangan tenis di sudut Lapangan Hasanuddin.  Ini menyulitkan lantaran lapangan tenis hanya terbuka pada siang sampai sore.
     Untuk menghibur diri, ada aktivis Iapim menaruh pesawat telepon rusak di meja ketua Iapim.  Kendati tidak berfungsi, namun, pesawat telepon bergagang itu bisa mengobati rasa kecewa.
     Sejak ada pesawat telepon di meja juragan Iapim, banyak awak Iapim terkecoh.  Mereka mengira telepon tersebut dapat mengirim dan menerima panggilan.
     Syahdan di suatu siang, Khaeruddin Muchtar duduk mengaso di kursi khusus bos Iapim.  Khaeruddin yang merupakan alumnus 84, akrab disapa Udin Gila sejak masih di Pesantren Modern Pendidian al-Qur'an IMMIM.
     Tatkala Khaeruddin berselonjor, di luar seorang pria mondar-mandir.  Ia tampak gelisah.  Lelaki itu lantas berdiri di depan pintu seraya menatap Khaeruddin.
     "Boleh saya pinjam telepon?"
     Khaeruddin lalu berdiri sambil mengangkat pesawat telepon Iapim sejajar dada, tanpa mengucap sepatah kata.  Kabel putusnya yang cuma sejengkal terjuntai serupa ekor tikus.
     Pria tersebut seolah tersedak.  Ia terkesima memandang pesawat telepon berdebu itu.  Benda di sekretariat Iapim tersebut sudah pantas digolongkan sebuah artefak yang layak masuk museum.
     Laki-laki itu tak habis pikir.  Mengapa ada kantor alumni pesantren punya telepon rongsokan.  Barangkali kembara khayalnya berceloteh persis emak judes; untuk apa memajang telepon tanpa saluran bila tidak bisa dipakai.
     Orang tersebut sesungguhnya tak sadar jika berhadapan dengan Udin Gila.  Pria itu tidak tahu kalau kegilaan adalah bagian dari dinamika Iapim di awal era 90-an.
     "Banyak yang menganggap saya gila.  Pada akhirnya mereka melihat kesuksesanku berkat kegilaanku" (Bob Sadino).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Amazing People