35. Al-Faathir
(Sang Kreator)
Dengan Nama Allah, Pemilik Kasih Sayang yang Mahapemurah
1. Segala puji bagi
Allah. Pencipta langit dan bumi. Menjadikan
malaikat sebagai utusan yang punya sayap.
Ada bersayap dua, tiga atau empat.
Allah menambahkan pada ciptaanNya apa yang Ia inginkan. Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.
2. Rahmat apa saja
yang dianugerahkan Allah kepada manusia.
Tiada yang bisa menahannya. Apa
saja yang ditahan oleh Allah. Tak ada
yang mampu melepaskannya. Allah Mahaperkasa
lagi Mahabijaksana.
[Mahaperkasa menunjukkan kalau tiada makhluk yang sanggup membatalkan
ketetapan Allah. Sedangkan Mahabijaksana
menandaskan bahwa Allah bijak-bestari dalam menetapkan aturan-aturan bagi para
hambaNya]
3. Hai manusia! Kenanglah nikmat Allah yang dikaruniakan
kepada kalian. Adakah pencipta selain
Allah yang memberimu rezeki dari langit dan bumi? Tiada Tuhan selain Ia. Jadi, mengapa kalian tidak menyembahnya?
4. Kalau mereka
mendustakanmu (wahai Nabi Muhammad). Rasul-rasul
terdahulu juga disangkal kaumnya. Camkan, kepada Allah dikembalikan segala
urusan.
5. Hai manusia, janji
Allah membalas amalmu pasti benar. Jangan
terperdaya kemewahan hidup di dunia.
Jangan setan yang lihai menipu memperdayaimu agar durhaka kepada Allah.
[Setan di sini ialah dari golongan jin dan manusia. Bisikan setan terfokus pada tahta, harta dan
wanita]
6. Setan musuh kalian! Perlakukan ia sebagai musuh. Setan hanya mengajak pengikutnya menghuni Neraka
yang menyala-berkobar.
7. Kepada kawanan
kafir ada azab keras. Sementara bagi
insan saleh serta pelaku bajik tersedia ampunan serta pahala besar.
8. Gara-gara setan, ia
membayangkan perbuatannya baik persis insan yang memperoleh bimbingan. Allah menyesatkan siapa yang dikehendakiNya. Allah memberi hidayah kepada siapa Ia
berkenan. Jangan biarkan jiwamu merana
(wahai Nabi Muhammad) akibat kesesatan mereka. Allah Mahatahu yang dikerjakannya.
[1. Orang yang dikibuli setan
mengira perbuatan buruknya adalah kebaikan.
Mereka pun terlena.
2. Nabi Muhammad bermohon kepada
Allah. “Ya Allah, muliakan agamaMu
dengan Umar bin Khattab atau Abu Jahal bin Hisyam”.
Allah mengabulkan doa Rasulullah
dengan masuknya Umar ke dalam Islam. Ayat ini turun sebagai penegasan antara dua orang yang berbeda haluan. Umar memperoleh hidayah. Sedangkan Abu Jahal disesatkan oleh Allah]
9. Allah mengirim bayu. Lantas Angin menghalau awan-gemawan. Kami arahkan awan itu ke wilayah tandus. Dengan hujan, Kami menyuburkan bumi sesudah kering-kerontang. Begitu pula yang terjadi dengan kebangkitan.
[Berkat hujan, bumi hidup setelah mati]
10. Siapa mau
kemuliaan. Cari dengan cara mematuhi
perintah Allah. Milik Allah segenap
kemuliaan. Kepada Allah naik segala perkataan
baik yang menegaskan iman. Diangkat pula
amal baik sebagai kemuliaan bagi pelakunya.
Sebaliknya, orang yang merencanakan kejahatan terhadap insan saleh. Mereka dihukum siksa keras. Makarnya hancur sia-sia.
11. Allah menciptakanmu
dari tanah. Kemudian dari setetes mani. Ia jadikan kalian berpasangan, lelaki dengan
perempuan. Tiap perempuan yang
mengandung. Tiap wanita yang melahirkan. Pasti sepengetahuan Allah.
Tidak dipanjangkan
umur seseorang. Tidak pula dikurangi. Semua tertoreh dalam Kitab Ilahi (Lauh al-Mahfuz). Perkara begitu hanya sepele bagi Allah.
12. Tidak sama
keadaan dua laut. Ini air tawar dari
sungai. Memuaskan dahaga serta sedap
diminum. Lainnya asin lagi pahit. Masing-masing bermanfaat. Dari laut kalian makan ikan segar. Dapat pula kalian ambil perhiasan untuk bersolek. Kalian pun melihat kapal-kapal mengapung berlayar
membelah ombak. Semua itu supaya kalian leluasa
mencari rezeki Allah seraya bersyukur.
13. Ia silih-berganti
memasukkan malam ke siang. Memasukkan
siang ke malam. Ia memudahkan orbit matahari
serta bulan. Keduanya beredar sesuai tempo
yang ditetapkan. Pengaturnya yakni Allah,
Tuhanmu. Pada diriNya terletak kuasa
pemerintahan. Sementara yang kalian
sembah selain Allah. Tiada punya sesuatu
walau setipis kulit ari.
[Nabi Muhammad bersabda: “Secara
bergantian malaikat malam bersama malaikat siang berada di sisimu. Mereka berkumpul saat shalat Subuh dan
Ashar. Kemudian malaikat yang berjaga
malam naik kepada Allah. Bertanya
Tuhan. Bagaimana keadaan hambaKu yang
kamu tinggalkan? Mereka menjawab. Kami meninggalkannya ketika sedang
shalat. Kami datang kepadanya tatkala
mereka shalat”]
14. Kalau kamu
memohon kepada sesembahan itu. Mereka tak
mendengar seruanmu. Andai saja
mendengar, tetap tidak mampu memperkenankan permintaanmu. Di Hari Kiamat, mereka mengingkari perbuatan
syirik kalian. Camkan! Tiada yang kuasa memberitahumu (wahai Nabi Muhammad
perihal hakikat hakiki) sebagaimana Allah yang teramat detail pengetahuanNya.
15. Hai manusia, kalian
selalu berkepentingan dengan Allah. Ia Mahakaya, tidak butuh sesuatu. Mahaterpuji Allah!
[Nabi Muhammad melihat seorang tua dipapah dua anaknya. “Mengapa begini?” tanya Rasulullah. “Ia bernazar untuk berjalan”. Nabi Muhammad bersabda: “Allah Mahakaya! Ia tidak butuh orang ini menyiksa diri
begini!” Rasulullah lalu menyuruhnya
naik kendaraan]
16. Sekiranya Ia menghendaki,
niscaya dibinasakanNya kalian. Kemudian
mendatangkan makhluk baru.
17. Perlaksanaannya tidak
sulit bagi Allah.
18. Pedosa tidak memikul
dosa orang lain. Bila ada yang berat
kadar dosanya. Kemudian memanggil orang
lain memikulnya. Tidak akan dibebankan sedikit
pun sekalipun yang diminta pertolongan kerabatnya sendiri.
Kamu (wahai Nabi
Muhammad) hanya memberi peringatan kepada manusia yang takut melanggar hukum
Tuhan. Kendati mereka tidak melihat Allah. Mereka shalat. Siapa bersuci diri dari seluruh larangan,
maka, semua demi kebaikan dirinya. Kepada
Allah tempat kembali.
19. Tidak sama orang
buta dengan orang yang melihat.
[Buta mata buta hati]
20. Tidak sama
gelap-gulita dengan terang-benderang.
[Kekafiran berbeda dengan cahaya iman]
21. Tidak sama
suasana teduh dengan panas.
[Teduh di Surga, panas-membara di Neraka]
22. Tidak sama pula
manusia hidup dengan orang mati. Allah memperdengarkan
petunjukNya kepada siapa yang Ia kehendaki.
Kamu (wahai Nabi Muhammad) tidak sanggup menjadikan orang yang hatinya
mati seperti jasad dalam kubur, bisa mendengar!
[Nabi Muhammad tidak bisa membimbing orang yang hatinya mati]
23. Kamu hanya Rasul
pemberi peringatan!
24. Kami mengutusmu
dengan agama benar. Membawa berita
gembira kepada insan saleh. Memberi
peringatan kepada orang ingkar. Tiap
umat pernah ada dari kalangannya seorang Rasul pemberi peringatan.
[Nabi Muhammad mengutus seorang sahabat untuk suatu urusan. Ia berpesan: “Sampaikan kabar gembira. Jangan menakutinya. Permudah masalah. Jangan mempersulit!”]
25. Kalau cecunguk
kafir mendustakanmu. Orang bahari juga
mendustakan para Rasul. Kepada mereka datang
Rasul membawa keterangan-keterangan otentik.
Membawa Zabur serta kitab berisi penjelasan sempurna.
26. Kemudian Aku azab
cecunguk kafir. Perhatikan! Alangkah dahsyat akibat kemurkaanKu.
27. Tiadakah kalian lihat
bahwa Allah menurunkan hujan dari langit.
Kemudian Kami menghasilkan dengan hujan itu buah beraneka jenis. Di antara gunung-ganang ada garis-garis putih
serta merah. Ketajaman warnanya
berlainan. Bahkan, ada yang hitam-legam.
[Warna gunung terjadi karena materi yang dikandungnya]
28. Demikian pula di
antara manusia, binatang melata serta ternak.
Ada yang berbeda jenis dan warna. Sebenarnya, yang takut melanggar perintah Allah
di antara hamba-hambaNya hanya ulama. Allah
Mahaperkasa Mahapengampun.
[Ulama yakni manusia yang memiliki ilmu tentang kebesaran Allah]
29. Orang yang selalu
membaca al-Qur’an. Mendirikan shalat. Lantas mendermakan sebagian rezeki yang Kami
karuniakan kepada mereka, secara sembunyi-sembunyi atau terbuka. Mereka mengharap berbisnis dengan Allah agar
tidak pernah merugi.
30. Allah
menyempurnakan pahala mereka. Lalu menambahkan
karunia. Allah Mahapengampun. Ia senantiasa membalas sebaik-baiknya orang
yang bersyukur kepadaNya.
31. Al-Qur’an yang
Kami wahyukan kepadamu merupakan kebenaran total. Mengesahkan Kitab-kitab sebelumnya. Allah Mahatahu keadaan seluruh hambaNya. Ia Mahamelihat.
32. Kami mewariskan
al-Qur’an. Kepada orang yang Kami pilih
dari kalangan hamba Kami. Di antara
mereka ada yang berlaku zalim kepada dirinya (tidak mengindahkan al-Qur’an). Ada yang mengambil jalan tengah. Ada pula yang berlomba dalam kebajikan atas
izin Allah. Ihwal tersebut merupakan
karunia paling besar.
[Jalan tengah yaitu perbandingan sama antara kebaikan dengan keburukan]
33. Balasan mereka
ialah Surga Aden. Ketika memasukinya,
mereka dihias gelang-gelang emas sekaligus mutiara. Busananya berbahan sutera.
[Nabi Muhammad diberi hadiah sejenis pakaian luar dari sutera. Ia memakainya untuk shalat. Usai shalat, ia menanggalkannya dengan cara
menyentak pertanda tak suka. Rasulullah
lantas bersabda: “Tidak pantas busana
ini untuk orang bertakwa”.
Sutera serta emas tidak
dianjurkan dipakai oleh pria di dunia]
34. Mereka berkata: “Segala puji bagi Allah yang menghapus
duka-cita kami. Tuhan kami benar-benar Mahapengampun. Ia memberi balasan sebaik-baiknya kepada pelakon
bajik”.
35. “Tuhan
menempatkan kami di kediaman lestari berkat karuniaNya. Kami tak lelah. Tidak pula kehabisan tenaga”.
[Nabi Muhammad ditanya: “Wahai
Rasulullah, tidur adalah nikmat Allah.
Apakah di Surga kita juga tidur?”
Nabi Muhammad menjawab: “Di Surga
tidak ada tidur. Sebab, tidur rekannya
kematian! Sementara kematian tidak ada
di Surga. Tiada penat di sana. Semua urusan menyenangkan”. Ayat ini lalu diwahyukan]
36. Gerombolan kafir
disediakan Neraka Jahanam. Mereka tidak
dihukum di dunia yang mengakibatkannya mati.
Tidak diringankan azabnya.
Begitulah Kami membalas manusia yang keterlaluan kafirnya.
37. Mereka meraung-raung
di Neraka sembari membujuk. “Tuhan
kami. Keluarkan kami. Kami bakal mengerjakan perbuatan bajik. Bukan seperti yang telah kami lakukan!” Allah berfirman: “Kami memanjangkan umurmu. Memberi kesempatan yang cukup untuk berpikir bagi
pemilik nalar. Datang pula Rasul memberi
peringatan. Kini, rasakan ulahmu! Tiada penolong bagi manusia durjana!”
38. Allah tahu semua
rahasia langit dan bumi. Ia Mahatahu
segenap isi hati.
39. Ia menjadikan
kalian silih-berganti penguasa di dunia.
Siapa kafir, niscaya balasan keingkarannya menimpa dirinya. Kekafiran mereka cuma menambah kemurkaan Allah. Sedangkan bagi dirinya hanya menambah
kerugian belaka.
[Nabi Muhammad bersabda: “Dulu,
bani Israil dipimpin para Nabi. Tiap
seorang Nabi mangkat, ia digantikan Nabi lain. Tidak ada lagi Nabi sesudahku. Khalifah yang banyak bakal bermunculan”.
Bertanya sahabat. “Apa yang kamu perintahkan kepada kami?”
Rasulullah menjawab: “Setia kepada baiat khalifah pertama dan seterusnya. Beri mereka haknya. Allah pasti menuntut tanggung-jawab mereka
atas kepemimpinannya”]
40. Katakan (wahai Nabi
Muhammad): “Jelaskan kekuasaan makhluk-makhluk yang menjadi sekutumu. Kalian menyembahnya selain Allah? Tunjukkan padaku bagian mana yang
diciptakannya di bumi ini? Apakah mereka
punya secuil saham dalam penciptaan langit?”
Pernahkah Kami
memberi mereka sebuah Kitab. Hingga, mereka
memahami keterangan-keterangan secara apik?
Sungguh, orang zalim hanya saling menjanjikan tipuan belaka.
41. Allah menopang
langit dan bumi supaya jangan lenyap.
Kalau keduanya sirna. Tidak ada
yang sanggup menopangnya selain Allah. Ia
Mahapenyantun Mahapengampun.
42. Mereka bersumpah
dengan nama Allah sebagai ikrar sejati. Bila
datang Rasul pemberi peringatan, pasti mereka mengikuti bimbingannya. Bertekad menjadi umat yang lebih baik
ketimbang umat lain. Kala tiba Rasul
pemberi peringatan. Mereka justru
bertambah liar menjauh dari kebenaran.
[Etnis Quraisy berkoar: “Kalau
Allah mengutus Nabi dari kalangan kami. Tiada umat yang lebih beriman kepada Allah, sangat taat kepada Nabi
serta kokoh berpegang teguh pada Kitab Allah, kecuali kami!”
Sesumbar itu rupanya bualan
omong kosong. Sumpah yang digaungkan
tidak ditepati]
43. Mereka bersikap
angkuh di bumi sambil merancang rencana jahat terhadap Rasul. Makar itu ternyata menimpa perencananya
sendiri.
Mereka hanya menanti
berlakunya undang-undang Allah sebagaimana yang menimpa kawanan kafir terdahulu.
Kamu tidak bakal mengalami perubahan berkenaan
undang-undang Allah. Tidak pula menemui penyimpangan
di dalamnya.
[Sunnatullah alias undang-undang
Allah adalah azab. Sunnatullah merupakan kebiasaan Allah dalam menghukum
pendusta Rasul serta manusia durjana]
44. Apakah mereka
tidak berkelana di bumi. Kemudian menyimak
akhir riwayat gerombolan kafir bahari.
Cecunguk kafir terdahulu itu lebih unggul dalam kekuatan. Tidak sesuatu pun bisa melemahkan Allah, baik
di langit maupun di bumi. Ia Mahatahu
lagi Mahakuasa.
[Musyrik Mekkah bukan tandingan kafir kuno dalam kekokohan
kekuatan. Bandit-bandit Lembah Bakkah
cuma kucing di hadapan singa]
45. Andai Allah harus
menyiksa manusia karena perbuatannya.
Tentu Ia tidak membiarkan tinggal di dunia ini satu pun makhluk hidup. Tuhan menangguhkan hukumannya sampai waktu
yang ditetapkan. Bila tiba ajal, maka, Allah
membalas mereka secara adil. Allah senantiasa
melihat keadaan hamba-hambaNya.
Derajat Terjemahan
Terjemah
al-Qur’an bukan al-Qur’an sesungguhnya.
Bukan al-Qur’an sejati yang diwahyukan kepada Maharasul Muhammad. Al-Qur’an senantiasa berbahasa Arab
klasik. Tidak dinamakan al-Qur’an jika
firman-firman Allah tersebut disadur ke bahasa Bugis atau Perancis. Soalnya, terjemahan muskil menampung seratus
persen maksud al-Qur’an. Alih bahasa mustahil
sepadan dengan arti hakiki yang dimaksud Allah.
Apalagi, bahasa al-Qur’an bernas, ringkas, puitis sekaligus sarat makna.
Sedangkan aneka bahasa yang digunakan
dalam terjemahan tak efektif serta efisien.
Terjemah
al-Qur’an hanya deretan kata manusia, bukan untaian Kalam Ilahi dari Lauhul Mahfuz. Hingga, terjemah al-Qur’an tidak hidup, tak
punya sukma yang bisa menggelorakan spirit.
Terjemah al-Qur’an selalu kaku dan acap membingungkan. Dengan demikian, posisi terjemahan sekedar
“pengantar” untuk membaca al-Qur’an.
Bukan “kunci” buat memahami al-Qur’an.
Terjemah
al-Qur’an tidak pernah serupa.
Terjemahan senantiasa tampil beda.
Aspek itu menandaskan bahwa terjemahan tak mungkin setara dengan
al-Qur’an. Maklum, Kalam Ilahi tersebut
memiliki irama dalam teks, kejelasan arti, sintaks kalimat serta penggunaan
kata.
Terjemah
al-Qur’an secara harfiah (letterlejk) termasuk
repot diaplikasikan. Mayoritas ulama
berpendapat bahwa terjemahan harfiah rumit lantaran membutuhkan persyaratan
yang berat direalisasikan. Terjemahan
harfiah susah karena ada mufradat
(sinonim) per huruf antara bahasa penerjemah dengan bahasa al-Qur’an. Kemudian ada tanda baca yang sama pada bahasa
penerjemah terhadap tanda baca pada bahasa al-Qur’an. Tanda baca tersebut minimal mirip. Selain itu, terjemahan secara harfiah
menuntut kesamaan susunan kata antara bahasa penerjemah dengan bahasa
al-Qur’an. Kesamaan tersebut mencakup
kalimat, sifat atau tambahan-tambahannya.
Terjemahan
harfiah diharamkan ulama akibat makna yang dikandungnya kurang sempurna. Hatta, jauh dari maksud al-Qur’an.
Walau sukar,
tetapi, ada terjemahan yang benar-benar setia pada kata-kata dalam
al-Qur’an. Mereka berusaha selaras
dengan wahyu. Sebab, khawatir
mengaburkan arti. Mereka menjaga
interpolasi pikiran.
Terjemahan tidak
lepas pula dari platform sastra.
Terjemahan berdimensi puitis itu diperkaya dengan nuansa keindahan
bahasa si penerjemah. Dalam kasus ini,
penerjemah dapat digolongkan sebagai figur liberal. Pasalnya, menyuntikkan semangat bahasa ibu si
penerjemah ke dalam terjemahan. Mereka tak
menyukai kesetiaan pada tiap kata-kata Arab.
Penerjemah semacam ini memakai kebebasan dengan kata-kata pilihan.
Di berbagai bentala,
ada terjemahan yang benar-benar akademis.
Ada juga sekedar informatif dengan bumbu bahasa jurnalistik
sastrawi. Tiap kalimat tidak setia
dengan kata per kata al-Qur’an. Spirit
yang diemban ialah bagaimana al-Qur’an cepat diserap dan tak membosankan
ditelaah.
Pada akhirnya, seluruh
terjemahan dilandasi vitalitas agar Kalam Ilahi tersebut membuncah di hati. Tiada seorang pun ingin menampilkan
terjemahan ala kadarnya. Elemen itu pula
yang membuat segenap terjemahan wajib dilengkapi di sisi kanan atau atasnya
teks al-Qur’an yang berbahasa Arab. Alhasil,
bila ada yang salah atau keliru, maka, pembaca segera mengecek ke al-Qur’an asli.
Terjemahan apa
saja terasa sempurna kalau dilampiri teks tulen al-Qur’an. Soalnya, al-Qur’an berbahasa Arab tersebut
sanggup berpengaruh secara psikologis terhadap pembacanya, biarpun ia tidak
mengerti bahasa Arab.
Di luar
negara-negara Arab, istilah paling membingungkan dalam al-Qur’an yakni kata nahnu.
Dhamir (kata ganti) nahnu bermakna “kita” atau “kami”. Dalam ilmu Nahwu (sintaksis), nahnu bisa
diterjemahkan “kita”, “kami”, “saya” atau yang lain tergantung konteks kalimat.
Dalam bahasa
Arab, istilah serta kata tak selalu berarti zahir atau apa adanya. Sebagai contoh, kata antum (kalian). Antum sering digunakan untuk menyapa
lawan bicara kendati cuma satu orang. Tidak
dipakai kata anta (kamu). Penggunaan antum yang plural dipandang lebih sopan sembari menghargai lawan bicara.
Di Indonesia,
orang menyapa lawan bicara dengan kamu, Anda atau tuan. Kamu, Anda dan tuan punya rasa bahasa yang
berbeda. Kamu biasa dipakai untuk lawan
bicara yang lebih muda atau di kalangan sebaya.
Anda digunakan kepada lawan bicara yang dituakan. Sementara tuan buat orang yang
dimuliakan. Anda serta tuan dalam
sosio-linguistik Arab bermakna ta’zim
alias kata beradab terhadap lawan bicara yang memiliki derajat tinggi atau
kepada khalayak.
“Kami” merupakan
sebutan Allah untuk diriNya. Dalam
bahasa Arab, ada jamak kuantitas dan jamak kualitas. Jamak kuantitas (al-mutakallim ma’a ghairihi) menunjukkan jumlah banyak atau kata
ganti orang pertama plural. Sedangkan jamak
kualitas (al-mutakallim al-muazzim li
nafsih) menerangkan pola tunggal dengan banyak predikat atau berarti
keagungan atas dirinya.
Dalam tata bahasa
Arab, terdapat kata ganti pertama singular “ana”
(saya). Lantas ada kata ganti pertama
plural “nahnu” (kami atau kita). Lazim terjadi pada bahasa lain jika kata
ganti pertama plural bisa berperan sebagai singular. Dalam nahwu
sharaf (Arabic grammar), inilah
yang dinamakan al-mutakallim al-muazzim
li nafsih (kata ganti pertama yang mengagungkan diri sendiri).
Allah menegaskan
diri dengan “Kami” berkat predikat di sisi-Nya berjumlah banyak. Zat Esa itu tercantum sebagai pencipta,
pengatur, pemelihara, pemaaf, penyayang serta Raja Diraja alam semesta. Allah tak tidur! Ia sibuk terus mencipta seraya mendengar doa
insan saleh.
“Semua makhluk di
langit dan bumi senantiasa memohon kepada-Nya.
Tiap waktu Ia sibuk (mencipta serta memelihara makhluk-makhluk-Nya)” (ar-Rahman: 29).
Saat membaca
al-Qur’an, maka, bertabur kata Allah dalam Kitab Suci. Harap dimafhumi bahwa nama asli penguasa
langit dan bumi tiada lain Allah. “Aku
ini Allah. Tiada Tuhan kecuali Aku!” (Thaha: 14).
Allah sendiri memaklumatkan
bila nama-Nya adalah Allah. Allah
merupakan nama diri (proper name)
dari Zat Mahakuasa. Dalam kaidah bahasa
Arab, kata Allah berwujud ism jamid. Kategori tersebut menjabarkan kalau kata
Allah bukan ism (kata benda) yang
diambil dari kata kerja. Arkian, tidak
boleh diubah dalam bentuk apa pun! Ini
berbeda dengan kata rabbun (tuhan). Rabbun
modelnya ism musytaq (kata benda yang
dibentuk dari kata lain dengan arti berbeda dari kata pembentuknya). Rabbun
terambil dari kata kerja rabba, rabbi
atau tarbiyatan.
Istilah Allah bagi
umat Islam teramat jelas posisinya.
Berbeda dengan Yahudi. Mereka tak
mengerti bagaimana mengucapkan fonem יהוה (YHVH) dalam Perjanjian Lama. Ini gara-gara tidak ada tradisi sanad (rentetan
jalur sumber) yang sampai kepada Nabi Musa.
Akibatnya, Yahudi bingung bin bimbang membaca YHWH (tetragrammaton alias empat huruf nama tuhan). Bahkan, Yahudi Ortodoks ogah
melafalkannya. Mereka terpaksa
membacanya adonai (tuhan atau tuan). Di kamus tersua bahwa adonai ialah a Hebrew name
for God, usually translated in the Old Testament by the word “Lord”.
Untuk mengibuli
umatnya serta penduduk planet biru ini, maka, YHWH diinformasikan sebagai
sebutan dalam bentuk orang ketiga tunggal.
YHWH dicelotehkan sebagai “Dialah yang ada, Dialah Dia”.
Pada esensinya, empat
konsonan itu sekedar ditebak pengucapannya.
Kadang dibaca Yahweh, Yahuweh,
Yehuwa, Yahavah, Yaheveh, Yahaveh atau apa saja sesuai selera. Dengan demikian, Yahweh atau Yehovah
sekedar nama jadi-jadian bagi tuhan mereka.
Ini sungguh aneh. Sebab, nama
tuhan mereka sendiri tak diketahui secara pasti.
Di kalangan
Kristen, istilah Allah bukan nama diri sebagaimana konsep Islam. Kristen menganggap jika Allah merupakan
sebutan untuk “wujud yang disembah” (al-ilah). Hingga, tuhan boleh dipanggil Allah, Yahweh, God atau Lord. Mereka cuma paham bahwa nama tersebut merujuk
pada sesuatu yang disembah.
Terkutuk
sekawanan agen Thaghut (sesembahan
paling nista) berlabel Islam progresif berasas liberal yang berceloteh: “Tiada
tuhan selain Tuhan”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar