Selasa, 03 September 2013

Terjemah Surah al-Jumuah versi Abdul Haris Booegies

62. Al-Jumuah
(Hari Jum’at)
Dengan Nama Allah, Pemilik Kasih Sayang yang Mahapemurah

1.  Segala yang di langit serta bumi.  Mengucap puja-puji kepada Allah, Maharaja alam raya.  Ia Mahasuci, Mahakuasa lagi Mahabijaksana.

2.  Allah mengutus kepada masyarakat Arab ummiyyin.  Seorang Rasul (Nabi Muhammad) dari kalangan mereka sendiri.  Ia membacakan ayat-ayat Allah.  Menyucikan dari iktikad sesat.  Mengajar al-Qur’an dan Hikmah (Hadis).  Sebelum kedatangan Nabi Muhammad, mereka berkubang total dalam kesesatan.

[Di sini, Ummiyyin atau Ummi bukan berarti buta huruf. Nabi Muhammad pandai baca-tulis. Ia dididik oleh Abi Thalib. Semua putra Abi Thalib sederajat sarjana untuk pendidikan modern.

  Ummi ialah “manusia yang tidak punya akses ke kitab suci samawi’. Ia terputus dari ayat-ayat Allah yang diterima para Nabi serta Rasul terdahulu. Nabi Muhammad termasuk ummi karena tak memiliki akses mempelajari Shuhuf Nabi Ibrahim, Taurat, Zabur dan Injil. Semua pengetahuannya tentang kitab samawi diperoleh langsung dari Allah]

3.  Diutus pula Nabi Muhammad kepada bangsa lain yang belum bergabung dengan mereka.  Allah Mahaperkasa.  Ia Mahabijaksana.

4.  Pengutusan Nabi Muhammad kepada segenap manusia merupakan karunia Allah.  Ia berikan kepada siapa yang dikehendakiNya.  Allah pemilik karunia besar.

5.  Tamsil orang yang dibebani Taurat.  Kemudian tidak mengamalkannya.  Serupa keledai yang memikul buku-buku tebal, namun, tidak paham kandungannya.  Sangat nista perumpamaan orang yang mendustakan ayat-ayat Allah.  Allah tidak membimbing kaum zalim.

6.  Katakan (wahai Nabi Muhammad): “Hai penganut Yahudi.  Jika kalian menganggap dirimu saja yang dikasihi Allah.  Umat lain bukan!  Berharaplah kematian sekarang juga!  Hal itu kalau kalian orang benar”.

7.  Niscaya mereka tidak menginginkan mati untuk selamanya.  Semua gara-gara kejahatan yang diperbuatnya.  Allah selalu tahu orang zalim.

8.  Katakan (wahai Nabi Muhammad): “Bila kalian lari dari maut.  Tetap ia menyusulmu.  Kalian pasti dikembalikan kepada Allah yang mengerti segala perkara ghaib maupun riil.  Ia memberitahumu apa saja yang kau perbuat”.

9.  Hai insan saleh!  Kalau dikumandangkan azan untuk shalat Jumat.  Bergegaslah ke masjid mengingat Allah.  Tinggalkan bisnismu.  Aspek itu lebih baik.  Andai saja kalian paham hakikat sebenarnya.

10.  Usai shalat, berpencarlah beraktivitas di muka bumi.  Cari karunia Allah.  Ingat Allah sebanyak-banyaknya supaya berjaya di dunia dan Akhirat.

11.  Bila mereka tahu ada barang niaga baru tiba atau mendengar hiburan.  Mereka berbondong-bondong mendatanginya.  Meninggalkan kamu (wahai Nabi Muhammad) berkhotbah di atas mimbar.  Katakan:  ”Pahala di sisi Allah lebih baik ketimbang hiburan atau barang niaga.  Allah paling baik sebagai pemberi rezeki”.

[Ayat ini berkenaan dengan kedatangan kafilah bisnis. Sebagian besar jemaah Jumat lari berhamburan menghampiri kafilah itu. 12 orang saja yang bertahan menyimak khotbah Nabi Muhammad]



Keterangan

     Nabi Muhammad membaca Surah al-Jumuah dan al-Munaafiqun dalam shalat Jumat.

     Rasulullah menganjurkan kaum Muslim untuk mandi bila hendak menunaikan shalat Jumat.  Sekali peristiwa, serombongan tamu ingin menemui Rasulullah.  Tubuh mereka berdebu dan berpeluh mengarungi gurun.  Mereka pun diimbau mandi sebelum ikut shalat Jumat.

     Jumat sebagai hari istimewa sering dikaitkan dengan kebersihan hati serta fisik.  Di hari Jumat, dianjurkan membaca Surah al-Kahfi.  Memotong kuku, mencukur kumis sembari merapikan jenggot.  Kemudian memakai siwak atau menggosok gigi.  Bila punya parfum, maka, boleh memercikkan ke tubuh jika menuju ke masjid.

httpswww.facebook.comphoto.phpfbid=217533045074930&set=pb.215896088571959.-2207520000.1382161496.&type=3&theater
httpswww.facebook.comVoiceOfIslamIsalameraKatha

Derajat Terjemahan

     Terjemah al-Qur’an bukan al-Qur’an sesungguhnya.  Bukan al-Qur’an sejati yang diwahyukan kepada Maharasul Muhammad.  Al-Qur’an senantiasa berbahasa Arab klasik.  Tidak dinamakan al-Qur’an jika firman-firman Allah tersebut disadur ke bahasa Bugis atau Perancis.  Soalnya, terjemahan muskil menampung seratus persen maksud al-Qur’an.  Alih bahasa mustahil sepadan dengan arti hakiki yang dimaksud Allah.  Apalagi, bahasa al-Qur’an bernas, ringkas, puitis sekaligus sarat makna.  Sedangkan aneka bahasa yang digunakan dalam terjemahan tak efektif serta efisien.

     Terjemah al-Qur’an hanya deretan kata manusia, bukan untaian Kalam Ilahi dari Lauhul Mahfuz.  Hingga, terjemah al-Qur’an tidak hidup, tak punya sukma yang bisa menggelorakan spirit.  Terjemah al-Qur’an selalu kaku dan acap membingungkan.  Dengan demikian, posisi terjemahan sekedar “pengantar” untuk membaca al-Qur’an.  Bukan “kunci” buat memahami al-Qur’an.

     Terjemah al-Qur’an tidak pernah serupa.  Terjemahan senantiasa tampil beda.  Aspek itu menandaskan bahwa terjemahan tak mungkin setara dengan al-Qur’an.  Maklum, Kalam Ilahi tersebut memiliki irama dalam teks, kejelasan arti, sintaks kalimat serta penggunaan kata.

     Terjemah al-Qur’an secara harfiah (letterlejk) termasuk repot diaplikasikan.  Mayoritas ulama berpendapat bahwa terjemahan harfiah rumit lantaran membutuhkan persyaratan yang berat direalisasikan.  Terjemahan harfiah susah karena ada mufradat (sinonim) per huruf antara bahasa penerjemah dengan bahasa al-Qur’an.  Kemudian ada tanda baca yang sama pada bahasa penerjemah terhadap tanda baca pada bahasa al-Qur’an.  Tanda baca tersebut minimal mirip.  Selain itu, terjemahan secara harfiah menuntut kesamaan susunan kata antara bahasa penerjemah dengan bahasa al-Qur’an.  Kesamaan tersebut mencakup kalimat, sifat atau tambahan-tambahannya.

     Terjemahan harfiah diharamkan ulama akibat makna yang dikandungnya kurang sempurna.  Hatta, jauh dari maksud al-Qur’an.

     Walau sukar, tetapi, ada terjemahan yang benar-benar setia pada kata-kata dalam al-Qur’an.   Mereka berusaha selaras dengan wahyu.  Sebab, khawatir mengaburkan arti.  Mereka menjaga interpolasi pikiran.

     Terjemahan tidak lepas pula dari platform sastra.  Terjemahan berdimensi puitis itu diperkaya dengan nuansa keindahan bahasa si penerjemah.  Dalam kasus ini, penerjemah dapat digolongkan sebagai figur liberal.  Pasalnya, menyuntikkan semangat bahasa ibu si penerjemah ke dalam terjemahan.  Mereka tak menyukai kesetiaan pada tiap kata-kata Arab.  Penerjemah semacam ini memakai kebebasan dengan kata-kata pilihan.

     Di berbagai bentala, ada terjemahan yang benar-benar akademis.   Ada juga sekedar informatif dengan bumbu bahasa jurnalistik sastrawi.  Tiap kalimat tidak setia dengan kata per kata al-Qur’an.  Spirit yang diemban ialah bagaimana al-Qur’an cepat diserap dan tak membosankan ditelaah.

     Pada akhirnya, seluruh terjemahan dilandasi vitalitas agar Kalam Ilahi tersebut membuncah di hati.  Tiada seorang pun ingin menampilkan terjemahan ala kadarnya.  Elemen itu pula yang membuat segenap terjemahan wajib dilengkapi di sisi kanan atau atasnya teks al-Qur’an yang berbahasa Arab.  Alhasil, bila ada yang salah atau keliru, maka, pembaca segera mengecek ke al-Qur’an asli.

     Terjemahan apa saja terasa sempurna kalau dilampiri teks tulen al-Qur’an.  Soalnya, al-Qur’an berbahasa Arab tersebut sanggup berpengaruh secara psikologis terhadap pembacanya, biarpun ia tidak mengerti bahasa Arab.

     Di luar negara-negara Arab, istilah paling membingungkan dalam al-Qur’an yakni kata nahnuDhamir (kata ganti) nahnu bermakna “kita” atau “kami”.  Dalam ilmu Nahwu (sintaksis), nahnu bisa diterjemahkan “kita”, “kami”, “saya” atau yang lain tergantung konteks kalimat.

     Dalam bahasa Arab, istilah serta kata tak selalu berarti zahir atau apa adanya.  Sebagai contoh, kata antum (kalian).  Antum sering digunakan untuk menyapa lawan bicara kendati cuma satu orang.  Tidak dipakai kata anta (kamu).  Penggunaan antum yang plural dipandang lebih sopan sembari menghargai lawan bicara.

     Di Indonesia, orang menyapa lawan bicara dengan kamu, Anda atau tuan.  Kamu, Anda dan tuan punya rasa bahasa yang berbeda.  Kamu biasa dipakai untuk lawan bicara yang lebih muda atau di kalangan sebaya.  Anda digunakan kepada lawan bicara yang dituakan.  Sementara tuan buat orang yang dimuliakan.  Anda serta tuan dalam sosio-linguistik Arab bermakna ta’zim alias kata beradab terhadap lawan bicara yang memiliki derajat tinggi atau kepada khalayak.

     “Kami” merupakan sebutan Allah untuk diriNya.  Dalam bahasa Arab, ada jamak kuantitas dan jamak kualitas.  Jamak kuantitas (al-mutakallim ma’a ghairihi) menunjukkan jumlah banyak atau kata ganti orang pertama plural.  Sedangkan jamak kualitas (al-mutakallim al-muazzim li nafsih) menerangkan pola tunggal dengan banyak predikat atau berarti keagungan atas dirinya.

     Dalam tata bahasa Arab, terdapat kata ganti pertama singular “ana” (saya).  Lantas ada kata ganti pertama plural “nahnu” (kami atau kita).  Lazim terjadi pada bahasa lain jika kata ganti pertama plural bisa berperan sebagai singular.  Dalam nahwu sharaf (Arabic grammar), inilah yang dinamakan al-mutakallim al-muazzim li nafsih (kata ganti pertama yang mengagungkan diri sendiri).

     Allah menegaskan diri dengan “Kami” berkat predikat di sisi-Nya berjumlah banyak.  Zat Esa itu tercantum sebagai pencipta, pengatur, pemelihara, pemaaf, penyayang serta Raja Diraja alam semesta.  Allah tak tidur!  Ia sibuk terus mencipta seraya mendengar doa insan saleh.

     “Semua makhluk di langit dan bumi senantiasa memohon kepada-Nya.  Tiap waktu Ia sibuk (mencipta serta memelihara makhluk-makhluk-Nya)” (ar-Rahman: 29).

     Saat membaca al-Qur’an, maka, bertabur kata Allah dalam Kitab Suci.  Harap dimafhumi bahwa nama asli penguasa langit dan bumi tiada lain Allah.  “Aku ini Allah.  Tiada Tuhan kecuali Aku!” (Thaha: 14).

     Allah sendiri memaklumatkan bila nama-Nya adalah Allah.  Allah merupakan nama diri (proper name) dari Zat Mahakuasa.  Dalam kaidah bahasa Arab, kata Allah berwujud ism jamid.  Kategori tersebut menjabarkan kalau kata Allah bukan ism (kata benda) yang diambil dari kata kerja.  Arkian, tidak boleh diubah dalam bentuk apa pun!  Ini berbeda dengan kata rabbun (tuhan).  Rabbun modelnya ism musytaq (kata benda yang dibentuk dari kata lain dengan arti berbeda dari kata pembentuknya).  Rabbun terambil dari kata kerja rabba, rabbi atau tarbiyatan.

    Istilah Allah bagi umat Islam teramat jelas posisinya.  Berbeda dengan Yahudi.  Mereka tak mengerti bagaimana mengucapkan fonem יהוה (YHVH) dalam Perjanjian Lama.  Ini gara-gara tidak ada tradisi sanad (rentetan jalur sumber) yang sampai kepada Nabi Musa.  Akibatnya, Yahudi bingung bin bimbang membaca YHWH (tetragrammaton alias empat huruf nama tuhan).  Bahkan, Yahudi Ortodoks ogah melafalkannya.  Mereka terpaksa membacanya adonai (tuhan atau tuan).  Di kamus tersua bahwa adonai ialah a Hebrew name for God, usually translated in the Old Testament by the word “Lord”.

     Untuk mengibuli umatnya serta penduduk planet biru ini, maka, YHWH diinformasikan sebagai sebutan dalam bentuk orang ketiga tunggal.  YHWH dicelotehkan sebagai “Dialah yang ada, Dialah Dia”.

     Pada esensinya, empat konsonan itu sekedar ditebak pengucapannya.  Kadang dibaca Yahweh, Yahuweh, Yehuwa, Yahavah, Yaheveh, Yahaveh atau apa saja sesuai selera.  Dengan demikian, Yahweh atau Yehovah sekedar nama jadi-jadian bagi tuhan mereka.  Ini sungguh aneh.  Sebab, nama tuhan mereka sendiri tak diketahui secara pasti.

     Di kalangan Kristen, istilah Allah bukan nama diri sebagaimana konsep Islam.  Kristen menganggap jika Allah merupakan sebutan untuk “wujud yang disembah” (al-ilah).  Hingga, tuhan boleh dipanggil Allah, Yahweh, God atau Lord.  Mereka cuma paham bahwa nama tersebut merujuk pada sesuatu yang disembah.

     Terkutuk sekawanan agen Thaghut (sesembahan paling nista) berlabel Islam progresif berasas liberal yang berceloteh: “Tiada tuhan selain Tuhan”.


Abdul Haris Booegies





































































Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Amazing People