Selasa, 03 September 2013

Terjemah Surah al-Ghasyiyah versi Abdul Haris Booegies



88. Al-Ghaasyiyah
(Malapetaka Dahsyat)
Dengan Nama Allah, Pemilik Kasih Sayang yang Mahapemurah

1.  Sudahkah sampai kepadamu (wahai Nabi Muhammad).  Berita perihal malapetaka dahsyat?
2.  Wajah pedosa pada hari itu tertunduk lantaran rasa hina.
3.  Berupaya keras (menghindari azab).  Mereka kepayahan (gara-gara terbelenggu).
4.  Mereka menderita oleh api Neraka yang sangat panas.
5.  Diberi minum dari sumber air yang menggelegak panas.
6.  Tiada makanan bagi mereka selain dari pohon-pohon berduri.
7.  Tidak menggemukkan.  Tak pula menghilangkan rasa lapar.
8.  Hari itu, paras insan saleh berseri-seri.
9.  Bersenang hati berkat jerih payahnya.
10.  Menetap di Surga yang tinggi.
11.  Tiada terdengar kata-kata sia-sia di situ.
12.  Aneka mata air mengalir.
13.  Ada pula pelamin-pelamin indah yang tinggi tempatnya.
14.  Gelas-gelas disediakan di dekatnya.
15.  Bantal-bantal sandaran tersusun rapi.
16.  Terhampar permadani-permadani elok.
17.  (Mengapa cecunguk kafir mengingkari Akhirat?)  Apakah mereka tidak memperhatikan unta?  Bagaimana ia diciptakan?
[1. Ketika Allah menerangkan suasana Surga, maka, kawanan kafir merasa heran. Lalu diturunkan ayat ini.
2. Semua tubuh unta bermanfaat. Kotorannya saja dipakai sebagai bahan bakar minyak. Kencingnya menjadi sampo. Bahkan, air seni itu diyakini bisa mengobati penyakit kanker]
18.  Kemudian langit.  Bagaimana ia ditinggikan.
19.  Lantas gunung-ganang.  Bagaimana ia ditegakkan.
20.  Lalu bumi.  Bagaimana ia dihamparkan.
21.  Beri saja peringatan (wahai Nabi Muhammad, jangan berduka jika ada yang menolak).  Kamu hanya Rasul pemberi peringatan.
22.  Kamu tidak berkuasa memaksa mereka (menerima Islam).
23.  Siapa menyimpang dari kebenaran serta mengingkari Allah.
24.  Allah pasti menyiksanya dengan azab dahsyat.
25.  Kepada Kami tempat mereka kembali.
26.  Kewajiban Kami melakukan perhitungan terhadap mereka.

Keterangan
     Nabi Muhammad membaca Surah al-Ghaasyiyah dalam shalat Jumat, Idul Fitri dan Idul Adha.





Derajat Terjemahan

     Terjemah al-Qur’an bukan al-Qur’an sesungguhnya.  Bukan al-Qur’an sejati yang diwahyukan kepada Maharasul Muhammad.  Al-Qur’an senantiasa berbahasa Arab klasik.  Tidak dinamakan al-Qur’an jika firman-firman Allah tersebut disadur ke bahasa Bugis atau Perancis.  Soalnya, terjemahan muskil menampung seratus persen maksud al-Qur’an.  Alih bahasa mustahil sepadan dengan arti hakiki yang dimaksud Allah.  Apalagi, bahasa al-Qur’an bernas, ringkas, puitis sekaligus sarat makna.  Sedangkan aneka bahasa yang digunakan dalam terjemahan tak efektif serta efisien.
     Terjemah al-Qur’an hanya deretan kata manusia, bukan untaian Kalam Ilahi dari Lauhul Mahfuz.  Hingga, terjemah al-Qur’an tidak hidup, tak punya sukma yang bisa menggelorakan spirit.  Terjemah al-Qur’an selalu kaku dan acap membingungkan.  Dengan demikian, posisi terjemahan sekedar “pengantar” untuk membaca al-Qur’an.  Bukan “kunci” buat memahami al-Qur’an.
     Terjemah al-Qur’an tidak pernah serupa.  Terjemahan senantiasa tampil beda.  Aspek itu menandaskan bahwa terjemahan tak mungkin setara dengan al-Qur’an.  Maklum, Kalam Ilahi tersebut memiliki irama dalam teks, kejelasan arti, sintaks kalimat serta penggunaan kata.
     Terjemah al-Qur’an secara harfiah (letterlejk) termasuk repot diaplikasikan.  Mayoritas ulama berpendapat bahwa terjemahan harfiah rumit lantaran membutuhkan persyaratan yang berat direalisasikan.  Terjemahan harfiah susah karena ada mufradat (sinonim) per huruf antara bahasa penerjemah dengan bahasa al-Qur’an.  Kemudian ada tanda baca yang sama pada bahasa penerjemah terhadap tanda baca pada bahasa al-Qur’an.  Tanda baca tersebut minimal mirip.  Selain itu, terjemahan secara harfiah menuntut kesamaan susunan kata antara bahasa penerjemah dengan bahasa al-Qur’an.  Kesamaan tersebut mencakup kalimat, sifat atau tambahan-tambahannya.
     Terjemahan harfiah diharamkan ulama akibat makna yang dikandungnya kurang sempurna.  Hatta, jauh dari maksud al-Qur’an.
     Walau sukar, tetapi, ada terjemahan yang benar-benar setia pada kata-kata dalam al-Qur’an.   Mereka berusaha selaras dengan wahyu.  Sebab, khawatir mengaburkan arti.  Mereka menjaga interpolasi pikiran.
     Terjemahan tidak lepas pula dari platform sastra.  Terjemahan berdimensi puitis itu diperkaya dengan nuansa keindahan bahasa si penerjemah.  Dalam kasus ini, penerjemah dapat digolongkan sebagai figur liberal.  Pasalnya, menyuntikkan semangat bahasa ibu si penerjemah ke dalam terjemahan.  Mereka tak menyukai kesetiaan pada tiap kata-kata Arab.  Penerjemah semacam ini memakai kebebasan dengan kata-kata pilihan.
     Di berbagai bentala, ada terjemahan yang benar-benar akademis.   Ada juga sekedar informatif dengan bumbu bahasa jurnalistik sastrawi.  Tiap kalimat tidak setia dengan kata per kata al-Qur’an.  Spirit yang diemban ialah bagaimana al-Qur’an cepat diserap dan tak membosankan ditelaah.
     Pada akhirnya, seluruh terjemahan dilandasi vitalitas agar Kalam Ilahi tersebut membuncah di hati.  Tiada seorang pun ingin menampilkan terjemahan ala kadarnya.  Elemen itu pula yang membuat segenap terjemahan wajib dilengkapi di sisi kanan atau atasnya teks al-Qur’an yang berbahasa Arab.  Alhasil, bila ada yang salah atau keliru, maka, pembaca segera mengecek ke al-Qur’an asli.
     Terjemahan apa saja terasa sempurna kalau dilampiri teks tulen al-Qur’an.  Soalnya, al-Qur’an berbahasa Arab tersebut sanggup berpengaruh secara psikologis terhadap pembacanya, biarpun ia tidak mengerti bahasa Arab.
     Di luar negara-negara Arab, istilah paling membingungkan dalam al-Qur’an yakni kata nahnu.  Dhamir (kata ganti) nahnu bermakna “kita” atau “kami”.  Dalam ilmu Nahwu (sintaksis), nahnu bisa diterjemahkan “kita”, “kami”, “saya” atau yang lain tergantung konteks kalimat.
     Dalam bahasa Arab, istilah serta kata tak selalu berarti zahir atau apa adanya.  Sebagai contoh, kata antum (kalian).  Antum sering digunakan untuk menyapa lawan bicara kendati cuma satu orang.  Tidak dipakai kata anta (kamu).  Penggunaan antum yang plural dipandang lebih sopan sembari menghargai lawan bicara.
     Di Indonesia, orang menyapa lawan bicara dengan kamu, Anda atau tuan.  Kamu, Anda dan tuan punya rasa bahasa yang berbeda.  Kamu biasa dipakai untuk lawan bicara yang lebih muda atau di kalangan sebaya.  Anda digunakan kepada lawan bicara yang dituakan.  Sementara tuan buat orang yang dimuliakan.  Anda serta tuan dalam sosio-linguistik Arab bermakna ta’zim alias kata beradab terhadap lawan bicara yang memiliki derajat tinggi atau kepada khalayak.
     “Kami” merupakan sebutan Allah untuk diriNya.  Dalam bahasa Arab, ada jamak kuantitas dan jamak kualitas.  Jamak kuantitas (al-mutakallim ma’a ghairihi) menunjukkan jumlah banyak atau kata ganti orang pertama plural.  Sedangkan jamak kualitas (al-mutakallim al-muazzim li nafsih) menerangkan pola tunggal dengan banyak predikat atau berarti keagungan atas dirinya.
     Dalam tata bahasa Arab, terdapat kata ganti pertama singular “ana” (saya).  Lantas ada kata ganti pertama plural “nahnu” (kami atau kita).  Lazim terjadi pada bahasa lain jika kata ganti pertama plural bisa berperan sebagai singular.  Dalam nahwu sharaf (Arabic grammar), inilah yang dinamakan al-mutakallim al-muazzim li nafsih (kata ganti pertama yang mengagungkan diri sendiri).
     Allah menegaskan diri dengan “Kami” berkat predikat di sisi-Nya berjumlah banyak.  Zat Esa itu tercantum sebagai pencipta, pengatur, pemelihara, pemaaf, penyayang serta Raja Diraja alam semesta.  Allah tak tidur!  Ia sibuk terus mencipta seraya mendengar doa insan saleh.
     “Semua makhluk di langit dan bumi senantiasa memohon kepada-Nya.  Tiap waktu Ia sibuk (mencipta serta memelihara makhluk-makhluk-Nya)” (ar-Rahman: 29).
     Saat membaca al-Qur’an, maka, bertabur kata Allah dalam Kitab Suci.  Harap dimafhumi bahwa nama asli penguasa langit dan bumi tiada lain Allah.  “Aku ini Allah.  Tiada Tuhan kecuali Aku!” (Thaha: 14).
     Allah sendiri memaklumatkan bila nama-Nya adalah Allah.  Allah merupakan nama diri (proper name) dari Zat Mahakuasa.  Dalam kaidah bahasa Arab, kata Allah berwujud ism jamid.  Kategori tersebut menjabarkan kalau kata Allah bukan ism (kata benda) yang diambil dari kata kerja.  Arkian, tidak boleh diubah dalam bentuk apa pun!  Ini berbeda dengan kata rabbun (tuhan).  Rabbun modelnya ism musytaq (kata benda yang dibentuk dari kata lain dengan arti berbeda dari kata pembentuknya).  Rabbun terambil dari kata kerja rabba, rabbi atau tarbiyatan.
    Istilah Allah bagi umat Islam teramat jelas posisinya.  Berbeda dengan Yahudi.  Mereka tak mengerti bagaimana mengucapkan fonem יהוה (YHVH) dalam Perjanjian Lama.  Ini gara-gara tidak ada tradisi sanad (rentetan jalur sumber) yang sampai kepada Nabi Musa.  Akibatnya, Yahudi bingung bin bimbang membaca YHWH (tetragrammaton alias empat huruf nama tuhan).  Bahkan, Yahudi Ortodoks ogah melafalkannya.  Mereka terpaksa membacanya adonai (tuhan atau tuan).  Di kamus tersua bahwa adonai ialah a Hebrew name for God, usually translated in the Old Testament by the word “Lord”.
     Untuk mengibuli umatnya serta penduduk planet biru ini, maka, YHWH diinformasikan sebagai sebutan dalam bentuk orang ketiga tunggal.  YHWH dicelotehkan sebagai “Dialah yang ada, Dialah Dia”.
     Pada esensinya, empat konsonan itu sekedar ditebak pengucapannya.  Kadang dibaca Yahweh, Yahuweh, Yehuwa, Yahavah, Yaheveh, Yahaveh atau apa saja sesuai selera.  Dengan demikian, Yahweh atau Yehovah sekedar nama jadi-jadian bagi tuhan mereka.  Ini sungguh aneh.  Sebab, nama tuhan mereka sendiri tak diketahui secara pasti.
     Di kalangan Kristen, istilah Allah bukan nama diri sebagaimana konsep Islam.  Kristen menganggap jika Allah merupakan sebutan untuk “wujud yang disembah” (al-ilah).  Hingga, tuhan boleh dipanggil Allah, Yahweh, God atau Lord.  Mereka cuma paham bahwa nama tersebut merujuk pada sesuatu yang disembah.
     Terkutuk sekawanan agen Thaghut (sesembahan paling nista) berlabel Islam progresif berasas liberal yang berceloteh: “Tiada tuhan selain Tuhan”.

Abdul Haris Booegies







































































Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Amazing People