Selasa, 03 September 2013

Terjemah Surah al-Buruj versi Abdul Haris Booegies



85. Al-Buruj
(Gugusan Bintang)
Dengan Nama Allah, Pemilik Kasih Sayang yang Mahapemurah

1.  Demi langit yang berhias gugusan bintang.
2.  Demi Hari Kiamat yang dijanjikan.
3.  Demi makhluk-makhluk yang menyaksikan Hari Kiamat.  Kemudian semua yang disaksikan.
4.  Celaka pembuat parit.
[Al-Ukhduud berarti belahan memanjang pada tanah. Raja Himyar bernama Yusuf Zu Nuwas sangat hormat kepada Yahudi. Nasrani Najran di Yaman ditawarkan opsi, keluar dari agamanya atau dibakar di parit. Mereka menolak. Arkian, dibakar pada tahun 532 Masehi.
  Seorang ibu bimbang terjun ke parit api. Bayi dalam gendongannya mendadak berbicara. “Sabarlah, ibuku. Kamu dalam kebenaran”]
5.  Parit api dinyalakan dengan banyak bahan bakar.
6.  Mereka duduk di sekelilingnya.
7.  Melihat apa yang dilakukannya terhadap insan saleh.
[Insan saleh di sini ialah Nasrani. Dalam terjemahan ini, Nasrani bukan Kristen. Nasrani adalah ajaran Nabi Isa al-Masih. Sedangkan Kristen dan Yesus Kristus buatan gereja. Lihat penjelasan pada Keterangan di bawah]
8.  Mereka menyiksa insan saleh karena beriman kepada Allah yang Mahaperkasa lagi Mahaterpuji.
9.  Tuhan penguasa langit dan bumi.  Ingat!  Allah senantiasa menyaksikan segenap hal-ihwal.
10.  Penindas yang menyiksa pria maupun wanita dari kalangan insan saleh.  Jika tidak insaf.   Mereka diganjar azab Neraka Jahanam.  Kepada mereka ditimpakan api yang kuat membakar.
[Pemuka-pemuka Himyar dibakar secara khusus gara-gara penyiksaan yang dilakukan]
11.  Insan saleh dan pelaku bajik memperoleh Surga.  Mengalir di dekatnya beberapa sungai.  Begitulah keberuntungan besar.
12.  Azab Tuhanmu kepada cecunguk kafir sangat keras.
13.  Ia yang memulai penciptaan segenap makhluk.  Kemudian menghidupkan kembali.
14.  Ia Mahapengampun Mahapengasih.
15.  Tuhan punya Arasy yang tinggi kemuliaannya.
16.  Allah Mahapelaksana melakukan segala yang diinginkan.
17.  Sudahkah sampai kepadamu (wahai Nabi Muhammad).  Kabar tentang balatentara?
18.  Firaun dan Samud (umat Nabi Saleh).
19.  Kawanan kafir doyan menyangkal kebenaran!
20.  Padahal, Allah mengepung mereka dari belakang.
[“Allah mengepung dari belakang” bermakna mereka muskil lolos! Maksud lain ialah mereka disergap dari arah yang tak diperhitungkan, tanpa diduga]
21.  Sungguh terlalu!  Mereka mendustakan al-Qur’an yang mulia.
22.  Tersimpan apik di Lauh al-Mahfuz.
[Al-Qur’an terpelihara di Lauh al-Mahfuz (Mahakitab yang dijaga para malaikat perkasa). Alhasil, mustahil diubah, ditambah atau dikurangi]

Keterangan
     Nasrani merupakan ajaran Nabi Isa al-Masih.  Risalah ini beriman kepada Allah.  Sedangkan Kristen bertuhan pada trinitas.  Nabi Isa tidak pernah disalib.  Sedangkan Yesus sukses disalib demi menebus dosa pengikutnya.
     Kalau ada agama yang membiarkan semua perbuatan salah umatnya sudah ditebus, maka, bisa dipastikan agama tersebut tidak bertanggung jawab.  Islam menandaskan bahwa perbuatan yang dilakukan menjadi tanggung jawab sendiri.  Dosa seseorang tidak dipikul oleh orang lain.
     “Pedosa tidak memikul dosa orang lain.  Bila ada yang berat kadar dosanya.  Kemudian memanggil orang lain memikulnya.  Tidak akan dibebankan sedikit pun sekalipun yang diminta pertolongan kerabatnya sendiri” (al-Fathir: 18).
     Tahun 1975, UNESCO mempublikasikan naskah yang ditemukan di Nag Hammadi (Mesir) pada 1945.  Sebuah lembaran memuat tulisan sebagai berikut.
     “Sebenarnya yang kalian lihat gembira serta tertawa adalah Yasu’ (Nabi Isa) yang masih hidup.  Manusia yang dipaku kedua tangan dan kakinya oleh orang-orang ialah pengganti Yasu’.  Mereka memberi aib serta cela kepada orang yang diserupakan dengan Yasu’.
     Orang yang meminum air pahit dan cuka, bukan saya!  Ia Simon Peter.  Ia membawa salib di pundaknya.  Ada lagi orang yang menaruh mahkota duri di kepalanya.  Di atas ketinggian, saya menertawakan kebodohan mereka”.




Derajat Terjemahan

     Terjemah al-Qur’an bukan al-Qur’an sesungguhnya.  Bukan al-Qur’an sejati yang diwahyukan kepada Maharasul Muhammad.  Al-Qur’an senantiasa berbahasa Arab klasik.  Tidak dinamakan al-Qur’an jika firman-firman Allah tersebut disadur ke bahasa Bugis atau Perancis.  Soalnya, terjemahan muskil menampung seratus persen maksud al-Qur’an.  Alih bahasa mustahil sepadan dengan arti hakiki yang dimaksud Allah.  Apalagi, bahasa al-Qur’an bernas, ringkas, puitis sekaligus sarat makna.  Sedangkan aneka bahasa yang digunakan dalam terjemahan tak efektif serta efisien.
     Terjemah al-Qur’an hanya deretan kata manusia, bukan untaian Kalam Ilahi dari Lauhul Mahfuz.  Hingga, terjemah al-Qur’an tidak hidup, tak punya sukma yang bisa menggelorakan spirit.  Terjemah al-Qur’an selalu kaku dan acap membingungkan.  Dengan demikian, posisi terjemahan sekedar “pengantar” untuk membaca al-Qur’an.  Bukan “kunci” buat memahami al-Qur’an.
     Terjemah al-Qur’an tidak pernah serupa.  Terjemahan senantiasa tampil beda.  Aspek itu menandaskan bahwa terjemahan tak mungkin setara dengan al-Qur’an.  Maklum, Kalam Ilahi tersebut memiliki irama dalam teks, kejelasan arti, sintaks kalimat serta penggunaan kata.
     Terjemah al-Qur’an secara harfiah (letterlejk) termasuk repot diaplikasikan.  Mayoritas ulama berpendapat bahwa terjemahan harfiah rumit lantaran membutuhkan persyaratan yang berat direalisasikan.  Terjemahan harfiah susah karena ada mufradat (sinonim) per huruf antara bahasa penerjemah dengan bahasa al-Qur’an.  Kemudian ada tanda baca yang sama pada bahasa penerjemah terhadap tanda baca pada bahasa al-Qur’an.  Tanda baca tersebut minimal mirip.  Selain itu, terjemahan secara harfiah menuntut kesamaan susunan kata antara bahasa penerjemah dengan bahasa al-Qur’an.  Kesamaan tersebut mencakup kalimat, sifat atau tambahan-tambahannya.
     Terjemahan harfiah diharamkan ulama akibat makna yang dikandungnya kurang sempurna.  Hatta, jauh dari maksud al-Qur’an.
     Walau sukar, tetapi, ada terjemahan yang benar-benar setia pada kata-kata dalam al-Qur’an.   Mereka berusaha selaras dengan wahyu.  Sebab, khawatir mengaburkan arti.  Mereka menjaga interpolasi pikiran.
     Terjemahan tidak lepas pula dari platform sastra.  Terjemahan berdimensi puitis itu diperkaya dengan nuansa keindahan bahasa si penerjemah.  Dalam kasus ini, penerjemah dapat digolongkan sebagai figur liberal.  Pasalnya, menyuntikkan semangat bahasa ibu si penerjemah ke dalam terjemahan.  Mereka tak menyukai kesetiaan pada tiap kata-kata Arab.  Penerjemah semacam ini memakai kebebasan dengan kata-kata pilihan.
     Di berbagai bentala, ada terjemahan yang benar-benar akademis.   Ada juga sekedar informatif dengan bumbu bahasa jurnalistik sastrawi.  Tiap kalimat tidak setia dengan kata per kata al-Qur’an.  Spirit yang diemban ialah bagaimana al-Qur’an cepat diserap dan tak membosankan ditelaah.
     Pada akhirnya, seluruh terjemahan dilandasi vitalitas agar Kalam Ilahi tersebut membuncah di hati.  Tiada seorang pun ingin menampilkan terjemahan ala kadarnya.  Elemen itu pula yang membuat segenap terjemahan wajib dilengkapi di sisi kanan atau atasnya teks al-Qur’an yang berbahasa Arab.  Alhasil, bila ada yang salah atau keliru, maka, pembaca segera mengecek ke al-Qur’an asli.
     Terjemahan apa saja terasa sempurna kalau dilampiri teks tulen al-Qur’an.  Soalnya, al-Qur’an berbahasa Arab tersebut sanggup berpengaruh secara psikologis terhadap pembacanya, biarpun ia tidak mengerti bahasa Arab.
     Di luar negara-negara Arab, istilah paling membingungkan dalam al-Qur’an yakni kata nahnu.  Dhamir (kata ganti) nahnu bermakna “kita” atau “kami”.  Dalam ilmu Nahwu (sintaksis), nahnu bisa diterjemahkan “kita”, “kami”, “saya” atau yang lain tergantung konteks kalimat.
     Dalam bahasa Arab, istilah serta kata tak selalu berarti zahir atau apa adanya.  Sebagai contoh, kata antum (kalian).  Antum sering digunakan untuk menyapa lawan bicara kendati cuma satu orang.  Tidak dipakai kata anta (kamu).  Penggunaan antum yang plural dipandang lebih sopan sembari menghargai lawan bicara.
     Di Indonesia, orang menyapa lawan bicara dengan kamu, Anda atau tuan.  Kamu, Anda dan tuan punya rasa bahasa yang berbeda.  Kamu biasa dipakai untuk lawan bicara yang lebih muda atau di kalangan sebaya.  Anda digunakan kepada lawan bicara yang dituakan.  Sementara tuan buat orang yang dimuliakan.  Anda serta tuan dalam sosio-linguistik Arab bermakna ta’zim alias kata beradab terhadap lawan bicara yang memiliki derajat tinggi atau kepada khalayak.
     “Kami” merupakan sebutan Allah untuk diriNya.  Dalam bahasa Arab, ada jamak kuantitas dan jamak kualitas.  Jamak kuantitas (al-mutakallim ma’a ghairihi) menunjukkan jumlah banyak atau kata ganti orang pertama plural.  Sedangkan jamak kualitas (al-mutakallim al-muazzim li nafsih) menerangkan pola tunggal dengan banyak predikat atau berarti keagungan atas dirinya.
     Dalam tata bahasa Arab, terdapat kata ganti pertama singular “ana” (saya).  Lantas ada kata ganti pertama plural “nahnu” (kami atau kita).  Lazim terjadi pada bahasa lain jika kata ganti pertama plural bisa berperan sebagai singular.  Dalam nahwu sharaf (Arabic grammar), inilah yang dinamakan al-mutakallim al-muazzim li nafsih (kata ganti pertama yang mengagungkan diri sendiri).
     Allah menegaskan diri dengan “Kami” berkat predikat di sisi-Nya berjumlah banyak.  Zat Esa itu tercantum sebagai pencipta, pengatur, pemelihara, pemaaf, penyayang serta Raja Diraja alam semesta.  Allah tak tidur!  Ia sibuk terus mencipta seraya mendengar doa insan saleh.
     “Semua makhluk di langit dan bumi senantiasa memohon kepada-Nya.  Tiap waktu Ia sibuk (mencipta serta memelihara makhluk-makhluk-Nya)” (ar-Rahman: 29).
     Saat membaca al-Qur’an, maka, bertabur kata Allah dalam Kitab Suci.  Harap dimafhumi bahwa nama asli penguasa langit dan bumi tiada lain Allah.  “Aku ini Allah.  Tiada Tuhan kecuali Aku!” (Thaha: 14).
     Allah sendiri memaklumatkan bila nama-Nya adalah Allah.  Allah merupakan nama diri (proper name) dari Zat Mahakuasa.  Dalam kaidah bahasa Arab, kata Allah berwujud ism jamid.  Kategori tersebut menjabarkan kalau kata Allah bukan ism (kata benda) yang diambil dari kata kerja.  Arkian, tidak boleh diubah dalam bentuk apa pun!  Ini berbeda dengan kata rabbun (tuhan).  Rabbun modelnya ism musytaq (kata benda yang dibentuk dari kata lain dengan arti berbeda dari kata pembentuknya).  Rabbun terambil dari kata kerja rabba, rabbi atau tarbiyatan.
    Istilah Allah bagi umat Islam teramat jelas posisinya.  Berbeda dengan Yahudi.  Mereka tak mengerti bagaimana mengucapkan fonem יהוה (YHVH) dalam Perjanjian Lama.  Ini gara-gara tidak ada tradisi sanad (rentetan jalur sumber) yang sampai kepada Nabi Musa.  Akibatnya, Yahudi bingung bin bimbang membaca YHWH (tetragrammaton alias empat huruf nama tuhan).  Bahkan, Yahudi Ortodoks ogah melafalkannya.  Mereka terpaksa membacanya adonai (tuhan atau tuan).  Di kamus tersua bahwa adonai ialah a Hebrew name for God, usually translated in the Old Testament by the word “Lord”.
     Untuk mengibuli umatnya serta penduduk planet biru ini, maka, YHWH diinformasikan sebagai sebutan dalam bentuk orang ketiga tunggal.  YHWH dicelotehkan sebagai “Dialah yang ada, Dialah Dia”.
     Pada esensinya, empat konsonan itu sekedar ditebak pengucapannya.  Kadang dibaca Yahweh, Yahuweh, Yehuwa, Yahavah, Yaheveh, Yahaveh atau apa saja sesuai selera.  Dengan demikian, Yahweh atau Yehovah sekedar nama jadi-jadian bagi tuhan mereka.  Ini sungguh aneh.  Sebab, nama tuhan mereka sendiri tak diketahui secara pasti.
     Di kalangan Kristen, istilah Allah bukan nama diri sebagaimana konsep Islam.  Kristen menganggap jika Allah merupakan sebutan untuk “wujud yang disembah” (al-ilah).  Hingga, tuhan boleh dipanggil Allah, Yahweh, God atau Lord.  Mereka cuma paham bahwa nama tersebut merujuk pada sesuatu yang disembah.
     Terkutuk sekawanan agen Thaghut (sesembahan paling nista) berlabel Islam progresif berasas liberal yang berceloteh: “Tiada tuhan selain Tuhan”.

Abdul Haris Booegies



















































Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Amazing People