71. Nabi Nuh
(Nabi Nuh)
Dengan Nama Allah, Pemilik Kasih Sayang yang Mahapemurah
1.
Kami utus Nabi Nuh kepada kaumnya.
“Kabarkan peringatan kepada kaummu.
Sebelum datang azab pedih tiada terperikan”.
[Nabi Nuh merupakan Rasul pertama. Namanya disebutkan 43 kali dalam al-Qur’an]
2.
Nabi Nuh berseru: ”Hai kaumku! Saya pemberi peringatan yang menjelaskan
ancaman jika kalian mengabaikan tuntunanNya”.
3.
“Sembah Allah! Bertakwalah
kepadaNya. Taatlah kepadaku”.
4.
“Supaya Allah mengampuni sebagian dosamu. Memanjangkan usia kalian tanpa azab sampai
waktu yang ditetapkan. Ajal yang sudah
ditentukan Allah. Mustahil dibatalkan. Kalau tahu hakikat ini, niscaya kalian
beriman”.
[Selama 950 tahun Nabi Nuh berdakwah
menyiarkan risalah Allah. Ia mengumandangkan
syiar Allah sekitar tarikh 3993 sebelum Masehi sampai 3043 sebelum Masehi]
6.
“Panggilanku tidak menambah imannya.
Mereka justru menjauh dari kebenaran”.
7.
“Tiap kupanggil supaya Engkau mengampuninya. Mereka sumbat telinganya dengan jemari. Menyelubungi
wajahnya dengan pakaian agar tidak melihatku. Mereka bersikeras dalam kedurhakaan seraya berlagak sangat angkuh”.
8.
“Saya mengajaknya dengan cara terang-terangan”.
9.
“Saya berulang kali berdakwah di hadapan publik. Kemudian menyeru secara diam-diam”.
10. “Saya bertutur kepada mereka. Mohonlah ampun kepada Tuhanmu. Ia Mahapengampun”.
[Ayat ini menunjukkan kalau Kota Neibur,
Sumeria, jarang diterpa hujan]
12. “Ia bakal melapangkan harta serta anak-pinak. Ia akan membuatkanmu kebun-kebun dan sungai-sungai”.
13. “Mengapa kalian tidak menghormati kebesaran
Allah dengan cara beriman?”
14. “Padahal, Ia menciptakan kalian dalam
beberapa fase kejadian”.
15. “Tiadakah kalian simak bagaimana Allah mendesain
tujuh langit secara bertingkat-tingkat”.
17. Allah menciptakan kalian dari tanah yang
diambil di bumi. Kalian tumbuh secara berangsur-angsur.
18. Ia mengembalikanmu jika mati ke dalam tanah. Kemudian mengeluarkan kalian secara tepat di
Hari Kiamat.
19. Allah menjadikan bumi layaknya permadani
bagimu.
20. Supaya kalian menelusur kian kemari. Pada lembah-lembah
nan luas.
21. Nabi Nuh berucap. “Wahai Tuhanku! Mereka durhaka kepadaku. Mereka membebek kepada orang yang harta dan keturunannya
hanya menambah kerugian baginya”.
22. “Mereka merencanakan tipu-muslihat yang
teramat keji guna menentang seruanku”.
23. Tetua-tetua mereka
menghasut. “Jangan tinggalkan
tuhan-tuhanmu! Jangan berpaling dari
Wadd. Jangan pula Suwa’, Yaghuts, Ya’uq
serta Nasr”.
[Nabi Idris diberitakan hilang. Padahal, ia naik ke Surga. Orang-orang pun ramai berdesas-desus. Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq bersama Nasr
lantas ditunjuk sebagai wakil Nabi Idris.
Lima orang kudus tersebut mendadak wafat satu per satu dalam waktu sebulan. Penduduk gempar. Sebagai penghormatan, dibuat monumen berupa
patung diri mereka. Di belakang hari,
patung itu tidak lagi berfungsi sebagai monumen, tetapi, sesembahan]
24. “Para tetua sukses menyesatkan mayoritas
manusia. Wahai Tuhanku! Jangan Engkau menambahkan kepada orang zalim
itu kecuali kesesatan”.
25. Gara-gara dosa dan kesalahan. Mereka ditenggelamkan. Di Akhirat, kelak digiring ke Neraka. Tiada penolong ia temukan selain Allah.
26. Nabi Nuh
berkata: “Ya Tuhanku! Jangan biarkan seorang pun gerombolan kafir tinggal
di bumi!”
27. “Kalau Engkau biarkan hidup. Mereka pasti menyesatkan hamba-hambaMu. Mereka bakal melahirkan anak yang kerjanya
bergelimang dosa. Tidak tahu bersyukur!”.
28. “Wahai Tuhanku! Ampuni diriku, ayah-ibuku
serta orang yang masuk ke rumahku dalam keadaan beriman. Ampuni insan saleh, lelaki maupun perempuan di
tiap era. Jangan Engkau tambahkan kepada
pelaku zalim kecuali kehancuran!”
Keterangan
Buku sejarah menukilkan nasab Nabi Nuh. Ia putra Lamak
bin Mutawasylah bin Nabi Idris (Akhnukh) bin Yarid bin Mahlail bin Qainan bin
Anusy bin Nabi Syits bin Nabi Adam.
Saya tidak yakin 100 persen dengan
silsilah di atas. Nasab itu diikutkan
dalam terjemahan ini sebagai bahan kajian.
Derajat Terjemahan
Terjemah
al-Qur’an bukan al-Qur’an sesungguhnya.
Bukan al-Qur’an sejati yang diwahyukan kepada Maharasul Muhammad. Al-Qur’an senantiasa berbahasa Arab
klasik. Tidak dinamakan al-Qur’an jika
firman-firman Allah tersebut disadur ke bahasa Bugis atau Perancis. Soalnya, terjemahan muskil menampung seratus
persen maksud al-Qur’an. Alih bahasa mustahil
sepadan dengan arti hakiki yang dimaksud Allah.
Apalagi, bahasa al-Qur’an bernas, ringkas, puitis sekaligus sarat makna.
Sedangkan aneka bahasa yang digunakan
dalam terjemahan tak efektif serta efisien.
Terjemah
al-Qur’an hanya deretan kata manusia, bukan untaian Kalam Ilahi dari Lauhul Mahfuz. Hingga, terjemah al-Qur’an tidak hidup, tak
punya sukma yang bisa menggelorakan spirit.
Terjemah al-Qur’an selalu kaku dan acap membingungkan. Dengan demikian, posisi terjemahan sekedar
“pengantar” untuk membaca al-Qur’an.
Bukan “kunci” buat memahami al-Qur’an.
Terjemah
al-Qur’an tidak pernah serupa.
Terjemahan senantiasa tampil beda.
Aspek itu menandaskan bahwa terjemahan tak mungkin setara dengan
al-Qur’an. Maklum, Kalam Ilahi tersebut
memiliki irama dalam teks, kejelasan arti, sintaks kalimat serta penggunaan
kata.
Terjemah
al-Qur’an secara harfiah (letterlejk) termasuk
repot diaplikasikan. Mayoritas ulama
berpendapat bahwa terjemahan harfiah rumit lantaran membutuhkan persyaratan
yang berat direalisasikan. Terjemahan
harfiah susah karena ada mufradat
(sinonim) per huruf antara bahasa penerjemah dengan bahasa al-Qur’an. Kemudian ada tanda baca yang sama pada bahasa
penerjemah terhadap tanda baca pada bahasa al-Qur’an. Tanda baca tersebut minimal mirip. Selain itu, terjemahan secara harfiah
menuntut kesamaan susunan kata antara bahasa penerjemah dengan bahasa
al-Qur’an. Kesamaan tersebut mencakup
kalimat, sifat atau tambahan-tambahannya.
Terjemahan
harfiah diharamkan ulama akibat makna yang dikandungnya kurang sempurna. Hatta, jauh dari maksud al-Qur’an.
Walau sukar,
tetapi, ada terjemahan yang benar-benar setia pada kata-kata dalam
al-Qur’an. Mereka berusaha selaras
dengan wahyu. Sebab, khawatir
mengaburkan arti. Mereka menjaga
interpolasi pikiran.
Terjemahan tidak
lepas pula dari platform sastra.
Terjemahan berdimensi puitis itu diperkaya dengan nuansa keindahan
bahasa si penerjemah. Dalam kasus ini,
penerjemah dapat digolongkan sebagai figur liberal. Pasalnya, menyuntikkan semangat bahasa ibu si
penerjemah ke dalam terjemahan. Mereka tak
menyukai kesetiaan pada tiap kata-kata Arab.
Penerjemah semacam ini memakai kebebasan dengan kata-kata pilihan.
Di berbagai bentala,
ada terjemahan yang benar-benar akademis.
Ada juga sekedar informatif dengan bumbu bahasa jurnalistik
sastrawi. Tiap kalimat tidak setia
dengan kata per kata al-Qur’an. Spirit
yang diemban ialah bagaimana al-Qur’an cepat diserap dan tak membosankan
ditelaah.
Pada akhirnya, seluruh
terjemahan dilandasi vitalitas agar Kalam Ilahi tersebut membuncah di hati. Tiada seorang pun ingin menampilkan
terjemahan ala kadarnya. Elemen itu pula
yang membuat segenap terjemahan wajib dilengkapi di sisi kanan atau atasnya
teks al-Qur’an yang berbahasa Arab. Alhasil,
bila ada yang salah atau keliru, maka, pembaca segera mengecek ke al-Qur’an asli.
Terjemahan apa
saja terasa sempurna kalau dilampiri teks tulen al-Qur’an. Soalnya, al-Qur’an berbahasa Arab tersebut
sanggup berpengaruh secara psikologis terhadap pembacanya, biarpun ia tidak
mengerti bahasa Arab.
Di luar
negara-negara Arab, istilah paling membingungkan dalam al-Qur’an yakni kata nahnu.
Dhamir (kata ganti) nahnu bermakna “kita” atau “kami”. Dalam ilmu Nahwu (sintaksis), nahnu bisa
diterjemahkan “kita”, “kami”, “saya” atau yang lain tergantung konteks kalimat.
Dalam bahasa
Arab, istilah serta kata tak selalu berarti zahir atau apa adanya. Sebagai contoh, kata antum (kalian). Antum sering digunakan untuk menyapa
lawan bicara kendati cuma satu orang. Tidak
dipakai kata anta (kamu). Penggunaan antum yang plural dipandang lebih sopan sembari menghargai lawan bicara.
Di Indonesia,
orang menyapa lawan bicara dengan kamu, Anda atau tuan. Kamu, Anda dan tuan punya rasa bahasa yang
berbeda. Kamu biasa dipakai untuk lawan
bicara yang lebih muda atau di kalangan sebaya.
Anda digunakan kepada lawan bicara yang dituakan. Sementara tuan buat orang yang
dimuliakan. Anda serta tuan dalam
sosio-linguistik Arab bermakna ta’zim
alias kata beradab terhadap lawan bicara yang memiliki derajat tinggi atau
kepada khalayak.
“Kami” merupakan
sebutan Allah untuk diriNya. Dalam
bahasa Arab, ada jamak kuantitas dan jamak kualitas. Jamak kuantitas (al-mutakallim ma’a ghairihi) menunjukkan jumlah banyak atau kata
ganti orang pertama plural. Sedangkan jamak
kualitas (al-mutakallim al-muazzim li
nafsih) menerangkan pola tunggal dengan banyak predikat atau berarti
keagungan atas dirinya.
Dalam tata bahasa
Arab, terdapat kata ganti pertama singular “ana”
(saya). Lantas ada kata ganti pertama
plural “nahnu” (kami atau kita). Lazim terjadi pada bahasa lain jika kata
ganti pertama plural bisa berperan sebagai singular. Dalam nahwu
sharaf (Arabic grammar), inilah
yang dinamakan al-mutakallim al-muazzim
li nafsih (kata ganti pertama yang mengagungkan diri sendiri).
Allah menegaskan
diri dengan “Kami” berkat predikat di sisi-Nya berjumlah banyak. Zat Esa itu tercantum sebagai pencipta,
pengatur, pemelihara, pemaaf, penyayang serta Raja Diraja alam semesta. Allah tak tidur! Ia sibuk terus mencipta seraya mendengar doa
insan saleh.
“Semua makhluk di
langit dan bumi senantiasa memohon kepada-Nya.
Tiap waktu Ia sibuk (mencipta serta memelihara makhluk-makhluk-Nya)” (ar-Rahman: 29).
Saat membaca
al-Qur’an, maka, bertabur kata Allah dalam Kitab Suci. Harap dimafhumi bahwa nama asli penguasa
langit dan bumi tiada lain Allah. “Aku
ini Allah. Tiada Tuhan kecuali Aku!” (Thaha: 14).
Allah sendiri memaklumatkan
bila nama-Nya adalah Allah. Allah
merupakan nama diri (proper name)
dari Zat Mahakuasa. Dalam kaidah bahasa
Arab, kata Allah berwujud ism jamid. Kategori tersebut menjabarkan kalau kata
Allah bukan ism (kata benda) yang
diambil dari kata kerja. Arkian, tidak
boleh diubah dalam bentuk apa pun! Ini
berbeda dengan kata rabbun (tuhan). Rabbun
modelnya ism musytaq (kata benda yang
dibentuk dari kata lain dengan arti berbeda dari kata pembentuknya). Rabbun
terambil dari kata kerja rabba, rabbi
atau tarbiyatan.
Istilah Allah bagi
umat Islam teramat jelas posisinya.
Berbeda dengan Yahudi. Mereka tak
mengerti bagaimana mengucapkan fonem יהוה (YHVH) dalam Perjanjian Lama. Ini gara-gara tidak ada tradisi sanad (rentetan
jalur sumber) yang sampai kepada Nabi Musa.
Akibatnya, Yahudi bingung bin bimbang membaca YHWH (tetragrammaton alias empat huruf nama tuhan). Bahkan, Yahudi Ortodoks ogah
melafalkannya. Mereka terpaksa
membacanya adonai (tuhan atau tuan). Di kamus tersua bahwa adonai ialah a Hebrew name
for God, usually translated in the Old Testament by the word “Lord”.
Untuk mengibuli
umatnya serta penduduk planet biru ini, maka, YHWH diinformasikan sebagai
sebutan dalam bentuk orang ketiga tunggal.
YHWH dicelotehkan sebagai “Dialah yang ada, Dialah Dia”.
Pada esensinya, empat
konsonan itu sekedar ditebak pengucapannya.
Kadang dibaca Yahweh, Yahuweh,
Yehuwa, Yahavah, Yaheveh, Yahaveh atau apa saja sesuai selera. Dengan demikian, Yahweh atau Yehovah
sekedar nama jadi-jadian bagi tuhan mereka.
Ini sungguh aneh. Sebab, nama
tuhan mereka sendiri tak diketahui secara pasti.
Di kalangan
Kristen, istilah Allah bukan nama diri sebagaimana konsep Islam. Kristen menganggap jika Allah merupakan
sebutan untuk “wujud yang disembah” (al-ilah). Hingga, tuhan boleh dipanggil Allah, Yahweh, God atau Lord. Mereka cuma paham bahwa nama tersebut merujuk
pada sesuatu yang disembah.
Terkutuk
sekawanan agen Thaghut (sesembahan
paling nista) berlabel Islam progresif berasas liberal yang berceloteh: “Tiada
tuhan selain Tuhan”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar