Senin, 10 Oktober 2011

Sang Teroris George Bush


Terorisme ala Presiden Bush
Oleh Abdul Haris Booegies
Peminat Kajian Amerika Serikat

“Melampaui imajinasi liar” merupakan ungkapan tepat untuk menggambarkan horor yang diciptakan teroris. Dengan persenjataan seadanya, mereka bisa menggertak suatu pemerintahan. Walau terkadang tak lebih setengah regu, tetapi, kecemasan yang disemburkan menembus relung-relung sanubari.
Teroris tidak memandang korbannya layak dikasihani. Orangtua serta anak-anak atau pria-wanita, seenaknya dijadikan sandera demi mencapai tujuan yang diinginkan. Teroris tidak memiliki nurani dalam menjalankan aksi brutalnya. Makin banyak korban, berarti kian merangsang mereka menodongkan kehendaknya supaya dipenuhi.
Teroris juga tak pernah membedakan kasta sosial masyarakat. Pejabat pemerintah atau warga sipil (nonkombatan) disikat tanpa pandang bulu. Sasaran yang diserbu pun beragam seperti markas keamanan, kantor kedutaan, klub malam, sekolah, hotel atau tempat umum lainnya.
Siapa saja yang punya mata hati pasti geram dan marah kepada teroris yang dianggap makhluk biadab dari dasar neraka ketujuh. Kini, yang wajib dicari bukan hanya teroris atau aktor intelektualnya. Pencarian mutlak menyeluruh guna menangkap pemicu serta cheerleader-nya (pemandu sorak).
Melihat konstelasi keamanan, maka, yang paling pantas disebut sebagai pemicu maraknya terorisme adalah Amerika Serikat (AS). Sementara yang layak dinamakan cheerleader antara lain Inggris dengan Australia.
AS sebagai kepala suku beberapa negara cheerleader teroris, yang pada intinya mutlak diserbu. Dalang semua bencana dehumanisasi yakni George Walker Bush.
Masih segar dalam memori bagaimana AS menghajar Afganistan serta Irak dengan teater teror bom. Banyak nyawa melayang, namun, AS tidak dinilai teroris. Israel menembak membabi-buta warga Palestina bak memburu binatang buas, tetapi, negara Yahudi itu tidak dipandang teroris. AS dan Israel justru dianggap membela diri. Keduanya mempertahankan diri dengan cara teror yang merenggut banyak korban jiwa.
Ketidakadilan itulah yang sebetulnya menjadi sumber teror. Kekerasan dilawan kekerasan. Teror dilawan teror. Alhasil, lahir lingkaran setan yang dibanjiri horor. Kekerasan baru terus bermunculan. Sebab, penyelesaiannya diakhiri pula dengan kekerasan.
Seorang teroris yang sukses ditembak mati tepat di dahinya, bakal memunculkan kawanan teroris lainnya. Mati satu tumbuh seribu. Osama bin Laden asli cuma satu, namun, sulit diduga berapa Bin Laden akan lahir ketika matahari kembali bersinar esok hari.

Meledakkan Katak
Saat ini, Bush mencengkeram dunia dengan pre-emptive strike. Ia mengobarkan perang sebelum diserang. Akibatnya, AS dimusuhi banyak negara.
Selama bertahta di Gedung Putih, Bush laksana melecehkan kerja sama antar-bangsa. Ia tidak menghormati institusi global serta deretan pemimpin dunia. Padahal, di masa kampanye pada tahun 2000, Bush berjanji membangun aliansi global yang kokoh.
Janji Bush ternyata sekadar buah bibir gombal. Pasalnya, begitu meraih tampuk kekuasaan yang ditinggalkan Bill Clinton, warna unilateralis Bush mekar berbunga. Sejak itu, ia mengambil langkah-langkah kontroversial yang merenggangkan hubungannya dengan mitra-mitra strategisnya. Sebagai contoh ialah keputusannya untuk menarik diri dari Traktat Pemasasan Global. Kemudian melangkahi wewenang PBB dalam soal serbuan ke Irak.
Bush lahir di Midland,Texas, pada 6 Juli 1946. Ia putra sulung pasangan George Herbert Walker Bush dengan Barbara Pierce.
Bush yang cepat berubah dan gampang marah dipicu oleh latar belakang psikologisnya yang muram, suram serta pucat. Hubungannya dengan sang ibu tidak harmonis. Barbara sering kesulitan menghadapi Bush junior yang badung, jahil dan suka seenaknya.
Di usia anak-anak, Bush sering melakukan tindakan-tindakan sadis. Ia, misalnya, menggunakan petasan untuk meledakkan seekor kodok. Sifat bandel Bush menjadi-jadi ketika beranjak dewasa. Beruntung, ia mendapat istri yang berhasil membujuknya agar tidak lagi mabuk-mabukan. Dari wanita itu, Bush memperoleh putri kembar, Jenna serta Barbara.
Kendati Bush merasa teduh di sisi istrinya, tetapi, paranoid dalam dirinya terus menggelegar. Arkian, Bush enteng menyergap suatu negara secara unilateral hanya berdasarkan kecurigaan semata.
Bush sebagai the commander-in-chief (panglima tertinggi), memiliki 10 ribu senjata nuklir. Lalu 400 ribu tentaranya berpetualang di 130 negara sebagai penjaga keamanan atau penasehat militer.
Dengan kekuatan yang teramat besar tersebut, Bush yang beragama Methodist mampu memorak-porandakan struktur internasional. Bahkan, metode ofensif dan agresif yang diaplikasikan di Afganistan serta Irak, tidak didukung legitimasi moral maupun justifikasi etis.

Mastermind Teror
Sekarang, dunia disekap aksi teror. Semua mengutuk terorisme sebagai perbuatan biadab. Masyarakat diminta meningkatkan kewaspadaan secara total, cepat dan tepat. Tiap individu dipaksa mengantisipasi semua serangan yang tidak diketahui kapan terjadinya. Bayang-bayang kengerian melingkupi segenap jengkal tanah. AS pada esensinya wajib melakukan rethinking about everything (pemikiran ulang perihal segala sesuatu).
Paman Sam mesti berpikir ulang tentang organisasi dunia maupun sistem yang melingkupi AS sendiri. Soalnya, sikap arogan AS bersama sekutunya dalam pergaulan dunia, ternyata memicu kebangkitan radikalisme penduduk planet bumi. Apalagi, imperialisme AS membuat taring teroris makin runcing. Militan Islam, umpamanya, beramai-ramai mengganyang simbol-simbol Barat, khususnya AS saat Bush mengampanyekan war on terror secara universal.
Penyelesaian perkara terorisme perlu kesabaran sekaligus berpegang pada prinsip keadilan serta konsep kemanusiaan. Staf Ahli Fraksi TNI/Polri DPR RI, Martimus Amin mengingatkan bahwa: ”Lantas, apakah kita mendiamkan saja penguasa menghalalkan segala cara menempuh kegiatan antiterorisme? Sebagaimana hal itu menimpa Ustadz Ba’asyir. Ia ditangkap dan ditahan dengan cara memprihatinkan. Setelah menjalani vonis ia masih ditahan atas tuduhan yang sama. Hal ini akan menimbulkan empati masyarakat dan dapat menganggap pimpinan pesantren ini dizalimi” (Republika,15 September 2004).
Pada 11 September 2004, kala peringatan tiga tahun tragedi WTC, para pemimpin dunia mengimbau perlunya persatuan global guna melawan aksi terorisme. Kalau para pemimpin negara tersebut konsisten, berarti yang pertama harus ditangkap ialah Bush sebagai pemicu terorisme. Pasalnya, dunia sebelum Bush merebut kursi kepresidenan tidak berada dalam ancaman teror yang spektakuler serta fantastik. Tatkala Bush menduduki Gedung Putih, sontak kehidupan antar-benua tidak pernah lagi aman. Maklum, ancaman bahaya terorisme telah menyebar melewati batas-batas wilayah negara.
Akar segala persoalan adalah Bush. Tiga tahun sudah umat manusia memerangi teroris, namun, tetap tak membuahkan hasil. Selama Bush tidak diamankan sebagai mastermind dehumanisasi berskala mondial, maka, perang melawan terorisme cuma menyisakan kehampaan, keletihan, kecemasan, keputusasaan dan kematian. Sebab, teror lawan teror hanya berujung pada kesia-siaan, nihilisme serta peradaban yang terhenti.

Pedoman Rakyat, Selasa 5 Oktober 2004

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Amazing People