John Kerry
dan Ekonomi Amerika
Oleh Abdul Haris Booegies
Sampai awal November 2004 nanti, penduduk
Planet Bumi akan disuguhi warta perihal pemilihan Presiden Amerika Serikat alias
the Road to the White House. Selama Februari saja, kandidat presiden AS
telah menyita begitu banyak ruang media massa global.
Semua sontak akrab dengan Howard Dean,
Richard Gephardt, Wesley K Clark, Joseph I Lieberman, Alfred Sharpton, Dennis J
Kucinich serta Carol Moseley Braun. Sedangkan
John Forbes Kerry muncul sebagai calon terdepan (frontrunner) dari kubu Partai Demokrat.
Kerry yang merupakan senator dari
Massachusetts, repot dibendung melaju ke puncak pemilihan. Alumnus Universitas Yale tersebut, bakal
melaju menantang Presiden George Walker Bush.
“Hari-hari Bush sudah tidak lama. Perubahan segera menghampiri Amerika”, kata
Kerry di Richmond, Virginia.
Ia sesumbar setelah memenangkan kaukus (rapat akbar partai) di
Iowa. Kerry menyemprot Bush. “Kami akan datang. Kamu silahkan minggir. Ketika kamu keluar lewat jalan belakang,
jangan sampai membentur pintu!”
Kerry yang di dadanya tersemat tanda jasa
militer berupa silver star, bronze star
serta purple hearts, sudah menghuni
Capitol Hill selama empat periode sejak 1985. Kehadiran Kerry mengingatkan kemunculan
William Jefferson Clinton di masa kampanyenya.
Kala itu, Bill Clinton tampil dengan
karakter yang energik. Wajahnya yang
imut (babyface), dipadu dengan model
rambut ala selebriti Hollywood. Clinton
akhirnya menjadi orang nomor satu negara superpower
tersebut. Ia berasal dari generasi baby
boomers yang dipengaruhi pop culture.
Sebuah budaya yang serba terbuka
sekaligus anti-kemapanan.
Clinton tampil memukau dengan gaya
segar. Sementara Kerry bukan sosok
pesolek. Ia datang dengan karakter keras
laiknya cowboy zaman young guns. Figurnya tergolong macho. Hatta, kepribadian hero Amerika itu dinamakan the Kerry effect. Sebab, sosok yankee tersebut, termasuk tegar dan
jantan.
Tema kampanye Kerry dikemas dalam wujud
dukungan santunan kepada insan cacat atau yang dibekuk kepapaan, termasuk
akibat alkoholisme maupun ketergantungan obat. Pribadi kokoh dari wilayah utara itu, juga
mendukung kenaikan upah minimum.
Kerry yang dituding liberal (kelompok
kiri), mendukung pula pembatasan pemilikan senjata api. Keturunan etnis Yahudi
Jerman tersebut, malahan merestui hak-hak kaum gay, tetapi, menentang perkawinan sejenis.
Ia pun menolak penguatan militer semacam
badan-badan militer atau lembaga-lembaga intelijen. Kerry juga menentang pembatasan aborsi. Senator dari timur laut itu, malahan menolak
hukuman mati walau bagi pembunuh polisi. Kemudian, veteran Vietnam tersebut, tidak
setuju pula dengan pemotongan pajak.
Ekonomi Merana
Selama bertahta di Gedung Putih, Bush yang
kini punya dana kampanye 200 juta dollar, hanya terangsang pada Osama bin Laden
dan Saddam Hussein. Kedua orang Arab itu
lebih serius ia kejar daripada mengobati ekonomi seraya mengentaskan
kemiskinan.
Petualangan Bush terhadap duo Arab
tersebut lantas menimbulkan kerumitan dan keruwetan roda perekonomian. Pemotongan pajak yang dilakukan Bush justru
menyumbat laju ekonomi. Langkah yang
ditempuh rupanya mengurangi fleksibilitas keuangan negara. Akibatnya, terjadi defisit anggaran 521 miliar
dollar AS. Perkara sosial pun makin
sulit disembuhkan.
Sejak Bush mendiami Gedung Putih, sekitar
tiga juta pekerjaan lenyap laksana dihembus angin. Sedangkan utang nasional
terus melonjak membumbung tinggi. Kekeliruan ekonomi marak bergentayangan di
sekeliling masyarakat adidaya Amerika.
Pada Februari 2003, suku bunga AS berkisar
satu persen. Suatu angka terendah sejak 1958. Sementara kebijakan suku bunga (Federal Fund Rate), satu persen sejak 1
Juni 2003.
Memasuki 2004, ekonomi dicanangkan tumbuh
sekitar lima persen. Dari perhitungan
produk domestik kotor, perincian itu diprediksi antara 4,5 persen sampai lima
persen.
Kalkulasi Gedung Putih memperkirakan, tiap
satu persen bakal menciptakan sekitar 400.000 sampai 500.000 lapangan kerja
baru. Kalau pertumbuhan ekonomi mencapai
angka lima persen, berarti kinerja perekonomian Uncle Sam menduduki peringkat tertinggi sejak awal 1980-an.
Penyegaran Ekonomi
Tantangan yang sekarang dihadapi Kerry,
yakni meyakinkan rakyat AS mengenai visi ekonominya. Kerry mutlak mengobati raksasa AS yang terluka
parah oleh kegetiran ekonomi yang mengharubiru.
Kerry yang dijuluki “limousin liberal”
berkat menikahi Simoes-Ferreira (janda dengan kekayaan 500 juta dollar AS),
wajib menyediakan lahan pekerjaan. Hal
itu tentu tidak gampang, mengingat tingkat pertumbuhan produktivitas masih
terseok-seok.
Untuk menuju pertumbuhan ekonomi yang
seronok, maka, kenaikan signifikan dalam pajak mutlak digairahkan. Setelah Bush gagal total menyediakan lapangan
kerja buat penduduk AS, otomatis masyarakat mulai muak dengan sepak-terjang
presiden dari Partai Republik itu.
Berbagai kalangan menghendaki adanya
perubahan politik luar negeri yang selama ini identik dengan mesin-mesin perang.
Mereka mendambakan agar perhatian dalam
negeri menjadi prioritas utama. Nada-nada
yang berdengung merindukan munculnya komitmen penyegaran bagi kelas menengah
maupun kelas bawah. Lalu fungsi AS
sebagai lokomotif atas pasar ekspor negara-negara berkembang, patut mendapat
perhatian khusus. Soalnya, peran AS
tetap strategis bagi ekonomi negara-negara berkembang.
Siapa pun berhasrat menatap Kerry membawa
imperium AS kembali benderang. Warga AS
menaruh harapan supaya era John Fitzgerald Kennedy maupun Ronald Reagan, muncul
lagi menyeruak penuh pesona. Kedua
presiden paling favorit tersebut, berani merombak pemerintahan secara revolusioner. Alhasil, kemaharajaan AS bersemi dalam
percaturan global.
Bila kinerja ekonomi AS sukses menapak
kondisi yang lebih ekspansif, berarti pasar dunia akan terus berkiblat pada
negeri Paman Sam. Maklum, segala aktivitas
bursa internasional, tiada henti mengikuti dinamika ekonomi AS.
Tribun Timur,
Selasa, 24 Februari 2004
Tidak ada komentar:
Posting Komentar