50 Tahu Pesantren IMMIM
Reuni Kupu-Kupu
Oleh Abdul Haris Booegies
Syahdan di suatu siang nan cerah di depan asrama Aisyah, Pesantren IMMIM Putri, Minasa Te'ne, Pangkep. Lima kupu-kupu betina cantik bersua di dahan pohon akasia yang rindang.
"Besok kita bertemu lagi di sini", pinta Pieris Rapae, si putih mungil dengan sayap lembut berpola halus.
"Setuju, kita merayakan pertemuan hari ini dengan reuni besok", ujar Danaus Plexippus, ratu migran yang anggun.
"Kita isi acara dengan terbang ke sungai Leang Kassi", usul Papilio Spp, sang penari liar dengan ekor sayap yang panjang.
"Terbang di atas sungai membuat gairahku membuncah", timpal Nymphalus Antiopa sambil menyeringai genit, mata hitamnya berkedip-kedip.
"Mengapa tidak sekarang kita ke Leang Kassi?" Bertanya Vanessa Cardui dengan suara penuh semangat polos. Ini kupu-kupu termuda.
"Besok Jumat. Banyak santriwati ke Leang Kassi untuk mandi sekaligus mencuci. Kita bisa menguping senda-gurau mereka", tegas Danaus sambil mengibaskan sayap jingga-hitamnya.
Vanessa menggeleng pelan.
"Sesungguhnya, bukan bagaimana menyelinap untuk mengintip gerak-gerik atau mendegar senda-gurau. Sebab, kita dapat menciptakan kenangan manis di mana saja dengan memberi sentuhan makna pada momen apa pun yang terjadi", gumam Vanessa lirih. Suaranya hampir hilang di hembusan angin.
Mendadak hening merayap. Pieris, Danaus, Papilio maupun Nymphalis hanya saling pandang.
"Tunggu saja kami besok", tandas Papilio yang paling senior. Keempatnya lantas mengepakkan sayap secara pelan. Mereka terbang pergi. Meninggalkan Vanessa sendiri di dahan akasia.
Fajar menyingsing. Hari berganti. Vanessa tiba di akasia. Menanti keempat sahabatnya dengan harap yang menggelegak.
Di atas akasia, Vanessa memperhatikan hiruk-pikuk aktivitas santriwati. Vanessa sontak merindukan menjadi santriwati. Mencuci pakaian dengan sabun colek berbusa tebal. Mencicipi ikan kering goreng renyah, menu spesial santriwati. Membeli kue-kue enak di warung Dg Raisa.
Setelah seharian menunggu, terdengar azan Magrib. Hati Vanessa gundah-gulana. Empat rekannya belum menampakkan batang hidung. Padahal, berjanji ke Leang Kassi sebelum Zhuhur.
"Vanessa, sedang apa kau menyendiri di senja ini?" Suara lembut dari belakang menyapa. Kiranya Parnassius Apollo, yang leluhurnya berasal dari pegunungan di Eropa. Sayapnya putih dengan bintik hitam dan merah. Ia kerap dianggap simbol keindahan alam.
"Saya menunggu Pieris, Danaus, Papilio serta Nymphalus", jawab Vanessa, suaranya lirih.
"Ya ampun, mereka sudah mati".
"Mati?" Bisik Vanessa, hampir tak terdengar. Ia ingin menangis, tetapi, tak punya air mata.
"Ya, mati. Kita harus bersyukur, Vanessa. Usia kita rata-rata 40 hari. Bandingkan dengan lalat capung yang cuma satu hari. Nyamuk jantan sekitar satu pekan. Lalat rumah sampai satu bulan".
"Saya berusaha bersyukur, Apollo. Saya sudah hidup di dunia ini selama 35 hari. Saya mengalami getir-gelisah kehidupan. Saya ingin sisa hidupku yang lima hari ini lebih indah. Mau menciptakan kenangan manis di mana saja dengan memberi sentuhan makna pada momen apa pun yang terjadi", tutur Vanessa dengan nada sendu bercampur tekad.
"Kamu betul Vanessa. Kau bijak. Kita merajut kenangan dengan mematuhi aturan. Kau lihat santriwati yang sedang garuk-garuk punggung itu?"
"Santriwati yang keluar dari asrama Khadijah itu? Apakah ia sakit?" Mata Vanessa berkilat ingin tahu.
"Tidak, ia bandel. Tadi malam disuruh tidur, justru mengendap-endap bersama komplotannya ke dapur untuk nonton serial Bionic Woman di TV. Tatkala sejumlah ustaz menggerebek, ia lari bersembunyi di atas pohon. Malang nian, di situ sudah siaga semut rangrang (gorella) seolah membantu ustaz. Dengan tubuh merah jingga menyala yang dipadu rahang kuat dan tajam bak silet, ia menggigit santriwati sial itu sampai jatuh berdebam. Ini membuat gengnya yang tercekam mendadak terpingkal-pingkal. Soalnya, adegan jatuh tersebut lebih lucu ketimbang fragmen-fragmen di America's Funniest Home Videos. Tahukah kau Vanessa, sebentar malam ia pasti ke dapur lagi nonton. Sebab, bukan anak IMMIM kalau tidak sinting sedikit".
"Mungkin Kiamat telah dekat".
"Boleh jadi Kiamat sudah dekat lantaran perilaku kian susah diatur. Perhatikan itu Dg Raisa yang berjalan di samping asrama Maryam. Ia menggaruk-garuk kepala gara-gara dagangannya rugi lagi. Artinya, ada santriwati nekat ambil kue tanpa membayar", ungkap Apollo sembari terkekeh, sayapnya bergetar riang.
"Kalau begitu, saya tak mau jadi manusia", canda Vanessa seraya tertawa kecil.
"Betul, jadi manusia itu ribet. Sarat problem. Mempersulit yang mudah, mempermudah yang sulit. Siang-malam menggagas aturan, namun, tak mematuhinya kecuali makin meruwetkan kehidupan", sembur Apollo bersemangat.
Vanessa mengatupkan sayapnya. Memandang langit senja yang mulai memudar.
"Saya mau menciptakan kenangan manis di mana saja dengan memberi sentuhan makna pada momen apa pun yang terjadi", tutur Vanessa seiring tubuhnya yang bergetar menjadi kupu-kupu rapuh. Hidup bukan tentang menunggu, melainkan tentang memberi makna pada tiap kepakan sayap yang tersisa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar