Sabtu, 14 Januari 2023

Majalah Dinding


Majalah Dinding
Oleh Abdul Haris Booegies


     Di Pesantren Modern Pendidikan al-Qur'an IMMIM, tiap santri memiliki talenta.  Ada yang berbakat di bidang seni.  Tidak sedikit pula yang andal di sepak bola, voli, takraw, basket, bulutangkis dan karate.
     Pesantren mengakomodasi santri seniman maupun santri atlet.  Mereka diarahkan untuk menyalurkan kegemaran di Sanggar at-Thalabah.  Pemain bola pun punya kesebelasan bernama IMMIM Generation.  Sementara Black Panther dilengkapi dojo serta sekretariat.
     Di Pesantren IMMIM, majalah dinding (mading) pernah hadir saat saya Tsawaniyah (1980-1983).  Mading berbahasa Arab ini dikelola oleh Lukman Mubar (Angkatan 7985).
     Pada 1984, Irwan Tahir Manggala (Angkatan 8086) menerbitkan Top Star.  Mading ini ditempel di sudut Timur Laut bangsal Datuk Ribandang (kini rayon Fadeli Luran).  Anak IPS 8086 lantas menggagas Suara Kami.  Mading ini kemudian bermetamorfosis menjadi Mercusuar.
     Pada Senin, 5 November 1984, saya bersama sejumlah sahabat mempublikasikan mading Superpower.  Lokasinya di dinding kelas V IPA, depan laboratorium.  Mading ini tentu atas kesepakatan segelintir rekan kelas V IPA.  Pasalnya, kami memakai tripleks milik kelas V IPA.
     Tripleks ini sebetulnya papan tulis cadangan.  Shalahuddin Ahmad (Angkatan 8086) mensponsori pembelian karena merasa kurang kalau cuma satu papan tulis di kelas.  Menurutnya, pembahasan kimia dan matematika butuh ruang lebar.  Hatta, disepakati untuk menambah papan tulis.  Perkara timbul, papan tulis baru ini tak punya tempat di dinding.  Tripleks ini akhirnya teronggok di pojok kelas.  Saya lalu menggondolnya untuk dijadikan mading.
     Mading ini dinamakan Superpower selepas melewati kontemplasi ala kadarnya dalam hitungan detik.  Di periode 80-an, Amerika sering disebut superpower, negara adidaya atau adikuasa.
     Nama Superpower tentu berkelindan dengan visi saya yang condong ke Amerika.  Selama empat tahun sejak 1983 sampai 1986, saya mengadopsi budaya Amrik.  Mempelajari pola pikir serta kultur Paman Sam.  Kelak, inilah yang mempengaruhi artikel-artikelku ketika mahasiswa.  Saya beberapa kali menulis tentang Amerika di majalah Panji Masyarakat yang dirintis Buya Hamka.

Breakdance
     Penampilan mading Superpower terkesan out of the box.  Mading lain in the box, sedangkan Superpower di luar pakem.  Jauh dari identitas sebagai majalah dinding sekolah.  Sebagai umpama, dekorasi warna Superpower begitu dominan, mencolok pandangan.
     Konsep Superpower yaitu bermanfaat disimak, menghibur dipandang sekaligus asyik dikenang.  Ini kombinasi brilian.  Hingga, tidak heran di tiap edisi, Superpower sarat warna.  Serba-serbi warna memonopoli sampai menenggelamkan himpunan aksara yang membentuk informasi.
     Mading biasanya berisi ikhwal perihal pelajaran atau pengumuman terkait tugas-tugas sekolah.  Superpower menampik paket ini.  Superpower tak mempublikasikan pemberitahuan mengenai kegiatan akademik dan nonakademik sekolah.  Superpower hanya menampilkan berita film, selebritas Hollywood, roker mancanegara serta humor (kartun lucu).
     Warta yang senantiasa hadir di Superpower yakni sepak-terjang Michael Jackson.  Selain Jacko yang selalu viral, juga breakdance menjadi laporan utama di tiap penerbitan Superpower.
     Siang pada Kamis, 3 Januari 1985, saya ditegur seorang pembina junior.  Ia merupakan alumnus yang ditarik sebagai pembina.
     "Ini apa?"
     "Majalah dinding", jawabku.
     "Jangan sembarang berkarya tanpa izin.  Ini bukan perusahaan yang perlu promosi".
     Saya jengkel mendengar larangannya.  Apalagi menyebut bahwa mading cuma dipublikasikan oleh perusahaan.
     Alumnus pesantren yang menjadi pembina ini memang tergolong kolot.  Tatkala masih berstatus santri, kerjanya hanya main bola.  Tidak paham dinamika siswa-siswi SMA di luar.  Tak aneh jika pembina yang dulu termasuk santri kampungan ini sempat tinggal kelas.

Anti-Amerika
     Di awal Februari 1985, mading di Pesantren IMMIM tumbuh bak cendawan di musim hujan.  Ini musim semi kreativitas dan aktivitas olah pikir santri.  Ada mading dari seksi Mahkamah Lugah (bahasa Arab), seksi bahasa Inggris serta seksi dakwah.
     Pada Ahad, 3 Februari 1985, Superpower terbit di dinding Barat asrama Panglima Polem.  Ini lokasi strategis.  Terletak di ceruk Tenggara lapangan.
     Pada Selasa, 5 Februari 1985, santri bermental vandal menebar grafiti di Superpower.  Coretan berbunyi "benci Amerika" itu ditujukan ke saya.  Tidak sulit menebak siapa yang menulisnya.  Soalnya, rata-rata kelas V (Angkatan 8086) membenci Amerika.
     Malam pada Selasa, 19 Februari 1985, kami santri kelas V dan VI nonton sandiwara berjudul Marina usai Dunia Dalam Berita yang ditayangkan TVRI.  Saya memilih berdiri di luar pagar beranda masjid ketimbang duduk berdesakan di lantai.
     Sandiwara yang dibintangi Connie Sutedja bersama Erna Santoso ini berkisah tentang seorang pemuda.  Ia doyan membanggakan tradisi Eropa.  Akibatnya, sang bujang dianggap tak nasionalis.
     Saat pemuda tersebut dituding tidak nasionalis, hampir seluruh santri yang menyaksikan sandiwara melirikku sambil tertawa.  Dalam hati, satu di antara santri yang terkekeh-kekeh itulah yang menulis grafiti anti-Amerika di Superpower.

Edisi Khusus
     Superpower yang mengampanyekan breakdance, rupanya menimbulkan riak gelisah.  Pembina pesantren terusik, merasa gundah, gusar serta galau.  Arkian, pada Ahad, 3 Maret 1985, breakdance resmi dilarang di Pesantren IMMIM.  Kampus Islami ini dilandasi aturan.  Sementara santri mutlak taat.  Siapa saja yang hidup di rimba rimbun atau di belantara beton niscaya terikat aturan yang wajib dipatuhi.
     Bagi saya, tak masalah breakdance diharamkan di pondok.  Sebab, Superpower telah menginvasi Pesantren IMMIM dengan breakdance, budaya Amerika.
     Pada Selasa, 12 Maret 1985, kala fajar sirna di ufuk Timur, edisi kelima Superpower dipamerkan.  Pukul 10.00, Mercusuar nongol pula dengan edisi perdana.
     Pada Senin, 8 April 1985, berlangsung acara penutupan tahun pertama Superpower.  Perayaan dimulai dengan pembacaan ayat suci al-Qur'an oleh Muiz Muin.  Kata sambutan oleh Ketua ISPM/OSIS Ansarullah Abubakar Latonra.
     Pada Sabtu, 13 April 1985, terbit edisi khusus alias edisi terakhir Superpower di tahun pertama.
     Pukul 16.00 pada Jumat, 16 Agustus 1985, diresmikan Pameran Pesantren IMMIM (PPI).  Perhelatan ini diadakan di aula.  Ada stan album foto Pesantren IMMIM, stan perpustakaan, stan olahraga, stan kaligrafi, stan Black Panther dan stan majalah dinding.  Superpower ikut berpartisipasi dengan memajang dua wallpaper dari tripleks di penjuru Barat Laut aula.

Vitalitas Kata
     Superpower mengajarkan saya bagaimana mengelola sensasi lewat rangkaian kalimat.  Sebuah tulisan, tidak cuma harus memiliki ide.  Tulisan pun mesti menggunakan bahasa yang tegas, indah serta terkadang jenaka.  Bahkan, tulisan harus kencang.  Tempo pergantian dari satu kalimat ke kalimat berikut mesti cepat.  Perangkai kata harus merancang kalimat yang menggeliat lepas laksana tarian erotis.  Kalimat dengan tempo gesit dan genit senantiasa merangsang pembaca membayangkannya.
     Kalimat yang lembek sembari melebar ke mana-mana, hanya milik pecundang.  Diksi picisan tak menimbulkan kesan kecuali rasa kesal serta keluh-kesah.
     Di tarikh 2023 ini, Superpower sudah gaib selama 38 tahun sejak terbit terakhir pada 1985.  Walau Superpower terkubur lapisan waktu yang bertumpuk-tumpuk, namun, memori yang ditorehkan tidak punah.  Sepanjang sang bayu berembus, sejauh itu pula Superpower menyajikan rekaman cinta almamater.
     Tiada dentuman magis yang mampu menghilangkan kilau kenangan Superpower.  Nama Superpower tetap wangi di era media sosial, terutama di Facebook.  Maklum, Superpower menjelma sebagai museum nostalgia Pesantren IMMIM.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Amazing People